“Pada masaku, seseorang di usiamu sekarang seharusnya sudah memiliki anak.”
“Ibu, aku tidak ingin menikah, aku belum siap.“
“‘Yah, itu bukan pilihanmu.”
“Apa yang akan orang katakan padamu?”
“Aku tidak peduli dengan apa yang orang pikirkan.”
“Kita tidak kembali ke rumah (tempat kita berasal), segala sesuatu berbeda di sini.”
“Aku hanya tidak ingin dipaksa menikah sekarang, saat aku bahkan belum selesai lulus SMA.”
“Pada akhirnya pendidikanmu tidak menjadi hal penting.”
“Kamu akan menikah dan memiliki anak-anak, jadi apa gunanya?”
“Ibu, suatu hari aku akan akan senang untuk tinggal di rumah, mengurus anak-anak dan membangun keluarga.”
“Tidak ada yang salah dengan itu.”
“Aku ingin masuk perguruan tinggi dan meraih sarjana jadi di saat aku membutuhkannya aku bisa menjaga diriku sendiri.”
“Oh jadi kamu mau kuliah dan kelayapan sepanjang hari.”
“Jadi orang bisa mengatakan aku tidak tahu bagaimana membesarkan anakku.”
“Ibu membiarkan Tasneem dan Rayan pergi.”
“Mereka keluar sepanjang waktu, ibu tidak mengatakan apa-apa.”
“Mereka tidak bagus di sekolah.”
“Aku bertaruh jika aku melakukannya lebih baik, Ibu berhenti (membandingkan) mereka di atasku.”
“Tapi itu bukan tanggung jawabmu.”
“Ada kewajiban lain yang harus dilakukan di rumah.”
“Itulah yang Islam katakan untuk kamu lakukan.”
“Tidak Ibu, itu bukan yang Islam katakan.”
“Islam mengatakan bahwa kita punya pilihan.”
“Ibu tidak bisa memaksakan hal-hal yang bertentangan dengan keinginanku.”
“Apakah saya baik untuk menikah dan menjadi pelayan seumur hidup?”
“Seperti apa yang terjadi pada Ibu?”
“Kamu akan melakukan seperti yang Ibu katakan dan itu final.”
Tuhan telah memberikan anak perempuan kualitas dan potensi. Jika mereka tidak diperbolehkan untuk mengembangkan dirinya, jika mereka tidak diberikan kesempatan untuk belajar, pada dasarnya itu seperti dikubur hidup-hidup. (Sheikh Dr. Mohammad Akram Nadwi)