“Syakl” dalam bahasa Arab artinya wujud. “Syakl” adalah penampakan sesuatu dan permukaan sesuatu. Kamu bahkan boleh mengatakan bentuk dari sesuatu adalah “Syaakilah“. Dalam pengiasannya, kamu dapat menyebut dan menggunakan istilah psikologi, sekarang kamu memiliki kecenderungan, kamu memiliki pra-program dalam arah tertentu. Kamu tahu, sebagian orang memiliki sifat humoris, serta sebagian orang sangat serius.
Beberapa orang memiliki minat di bidang ilmu pengetahuan, atau sebagian di bidang literatur, atau sebagian lain di bidang seni. Beberapa – Anda tahu – kesulitan mengenali siapa dirinya, namun mereka tahu bagaimana cara bersenang-senang. Ada orang-orang dengan kepribadian yang berbeda. Perbedaan “Syaakilaat” Anda bisa menyebutnya.
Allah berfirman kepada kita semua, pertama-tama, kenali apa yang telah Allah berikan padamu. Kepribadian seperti apa yang telah Allah berikan padamu, kemudian bekerjalah berdasarkan hal itu.
Dalam kata, “Syaakilah” kamu bisa melihat huruf “ta marbuthah” di akhir katanya, membuatnya menjadi “marra“, artinya sesuatu yang instan atau hal yang individual. Tidak ada dua orang yang memiliki “Syaakilah” yang sama. Allah membuat kepribadian setiap orang sangat-sangat berbeda.
Dan setiap orang harus mencoba mencari tahu apa kepribadian mereka sebanyak yang mereka bisa. Dan kemudian berdasarkan hal itu, cari tahu peluang yang bisa mereka buat dari peluang itu. Apa yang paling bisa mereka lakukan, dan apa tantangan dalam kepribadian mereka, apa kelemahan yang mereka miliki dan bagaimana mereka dapat mengatasinya.
Ini sebenarnya konsep yang sangat kuat untuk level perorangan, bahkan juga (konsep yang) sangat kuat sehingga Allah, di surat lain dalam Quran, digunakan untuk menggambarkan pada level bangsa. Tahukah kamu kata yang digunakan untuk menyebut bangsa dalam Quran?
“Wa ja’alnaakum syu’uuban wa qobaaa’ila lita’aarofuu.” (QS Al Hujurat ayat 13)
“Syu’uuban” berasal dari kata “Sya’b” atau “Syu’bah” dalam bahasa Arab kuno, yang sebenarnya berarti sebuah penyok atau celah di dinding. Sebuah ketidaksempurnaan adalah sebuah “Sya’b“, itu adalah ketidaksempurnaan. Seolah-olah dikatakan bahwa setiap bangsa memiliki beberapa kualitas yang baik, tetapi juga punya beberapa kelemahan.
Dan setiap bangsa harus saling mengenal dengan bangsa lainnya sehingga mereka dapat belajar dari kekuatan masing-masing. Karena kekuatan suatu bangsa adalah kelemahan bangsa yang lain. Dan kelemahan suatu bangsa adalah kekuatan bangsa yang lain.
Di kebudayaan saya ada beberapa hal yang sangat buruk. Saya harus belajar dari bangsa yang lain. Seperti misalnya saya seorang “desi” (keturunan Asia Selatan), kebiasaan diet kami benar-benar buruk. Jadi mungkin saya harus belajar dari kebangsaan lain yang memiliki kebiasaan makan yang lebih sehat. Yang usia 70 tahun masih membiasakan jogging. Kamu tahu, kami berumur 40 tahun dan sudah harus pakai tongkat. Mungkin ada sesuatu yang salah dalam budaya kami yang dapat kami pelajari dari budaya bangsa lain.
Bahkan itu pada level bangsa, tetapi pada level perorangan, saat seseorang dapat mengenali kelemahannya, maka mereka dapat membuat koneksi, atau berteman, menempatkan diri mereka di antara orang-orang yang dapat menutupi kekurangannya tersebut. Mereka mengenali kekurangan mereka, dan mereka menutupi kekurangan tadi.
Kamu perhatikan, jika kamu berada di sekitar orang-orang yang memiliki kekurangan yang sama dengan dirimu. Mereka memilki masalah yang sama dengan dirimu, misalnya kamu memiliki rasa humor yang buruk. Kamu tidak punya batasan dalam candaanmu, dan kamu berteman dengan orang yang juga tidak punya batasan dalam bercanda. Bukan hal yang baik akan didapatkan dari persahabatan tersebut. Mungkin, seseorang dalam persahabatan ini harus memiliki apa? Perasaan seperti, “Ok teman, itu cukup, mari hentikan.”
Kamu mengerti apa yang saya bicarakan? Seseorang harus menjadi (penyeimbang). Dan ngomong-ngomong, jika semua orang sangat serius, kamu serius, dan teman-temanmu serius, itu kehidupan yang sangat menyedihkan. Kamu butuh seseorang untuk menghidupkan suasana.
“Qul kullun ya’malu ‘alaa syaakilatihi.” (QS Al Isra’ ayat 84)
Sekarang dalam hal agama, dalam hal apa yang Allah ingin kamu lakukan dalam hidupmu. Setiap orang, daripada mengeluh, atau kamu hanya bahagia saat hal baik terjadi dan sangat tertekan jika hal buruk terjadi. Realitanya masing-masing dari kalian akan berbagi hal baik dan buruk di dunia ini. Dan kamu seharusnya memaksimalkan kepribadianmu, berdasarkan “syaakilah” yang telah diberikan padamu.