Bismillaah, wash-shalatu was-sallaamu ‘alaa Rasuulillaah, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin. Tsumma ‘amma ba’du. Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Insyaallahu ta’ala hari ini saya akan berbagi dengan Anda sebuah tinjauan dan mudah-mudahan melalui tinjauan ini Anda dan saya akan mengetahui dengan lebih baik sesuatu tentang surat Ali Imran, surat ketiga terbesar dalam Al-Qur’an. Sejauh manfaat dan riwayat terkait surat ini yang akan saya ungkapkan, beberapa diantaranya dibagi di antara surat Al-Baqarah dan Ali-Imran. Bagaimana keduanya bersatu sebagai awan atau kawanan burung pada hari Pembalasan, melindungi atau membela orang yang menemani (membaca) mereka. Dan kata “shahib” penting untuk disebutkan, yakni seseorang yang tinggal, yang menghabiskan banyak waktu merenungkan makna dari surat yang hebat ini.
Pilihan
Surat Ali-Imran cukup panjang dan memiliki banyak bagian. Tapi jika Anda mencoba memahami apa yang dimaksud surat ini, surat ini adalah tentang banyak hal, salah satu yang paling banyak digambarkan dan disimpulkan dari inti surat ini adalah tentang pilihan. Bangsa muslim yang baru ini telah terpilih, dan Allah sudah memberi mereka tanggung jawab yang besar. Rasul ini telah dipilih dengan tanggung jawab yang besar, dan Dia memilih memberi wahyu terakhir kepada Rasul alaihi shalatu wa sallam ini. Dengan pilihan tersebut, muncullah sebuah beban tanggung jawab yang sangat besar. Jadi surat ini secara harfiah dimulai dari di mana Al-Baqarah berakhir. Dalam Baqarah, kita mohon kepada Allah untuk tidak memberi beban yang tak mampu kita tanggung. Sekarang kita adalah sebuah bangsa yang baru “ummataw wasathon” dalam surat Al-Baqarah (ayat 143).
Di dalam Ali-Imran, ide tentang pilihan tersebut digali lebih jauh. Tentu saja di satu sisi ini adalah pilihan, namun di sisi lain juga ada sejumlah harapan yang sudah diberikan di dalam surat ini. Pada bagian awal surat ini Allah memulai percakapan panjang dengan ahli kitab. Beberapa riwayat menyatakan ini dalam konteks dengan sekelompok Nasrani. yang datang bertemu dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan ingin melihat siapa lelaki yang mengklaim dirinya sebagai seorang Nabi. – Kami ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi – dan ini adalah orang yang beragama Mereka tinggal di masjid Nabi dan terus melakukan ritual penyembahan sebagai Nasrani sementara mereka juga terlibat dalam diskusi dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Jadi ini adalah salah satu topik yang Anda temukan. Kepada para ahli kitab dikatakan bahwa ini adalah testimoni terakhir ini adalah wahyu terakhir dari Allah, kalian harus menerimanya karena ini membenarkan apa yang kalian miliki.
Lalu Allah membawa mereka kembali kepada kisah Isa alaihissalaam dan menceritakannya kembali, bahkan kisah Ya’qub bagaimana hukum tercampur dengan keinginan pribadinya.
“Kulluth-tho’aami kaana hillal libanii isrooo’iila, illaa maa harroma isrooo’iilu ‘alaa nafsihii min qobli an tunazzalat-taurooh.” (QS Ali-Imran ayat 93)
Dia mulai mempertanyakan bagaimana semua makanan diperbolehkan bagi Israil, – Israil artinya Ya’qub, itu nama lainnya – kecuali yang tidak diperbolehkannya bagi dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.
Dan Taurat diberikan kepada Musa alaihissalaam, jadi bagaimana bisa mereka berkata bahwa Taurat-lah yang mengatakan itu, apa yang diinginkan Ya’qub tidak diperbolehkan, ini sudah beberapa generasi berikutnya. Jadi Allah berkata, “Fa’tuu bit-taurooti fathluuhaaa in kuntum shoodiqiin.” (QS Ali-Imran ayat 93)
Mari kita lihat bukti perkataanmu dari Taurat itu sendiri. Jadi Allah sebenarnya mempertanyakan cara mereka menggunakan wahyu mereka sendiri karena jika pendekatan mereka terhadap kitab mereka sendiri benar, dan sebagaimana mestinya, mereka akan sampai pada kesimpulan bahwa adalah benar Qur’an merupakan wahyu penutup. Jadi alih-alih mengatakan tinggalkan wahyumu itu dan bacalah Qur’an, Allah berkata bacalah wahyumu sendiri sebagaimana mestinya, maka kamu akan memperoleh kesimpulan ini. Begitulah bagaimana mereka diperintahkan agar bisa sampai ke sini yang merupakan pilihan Allah yang terakhir, “Innad-diina ‘indallohil-islaam.” (QS Ali Imran ayat 19)
Hubungan Iman dan Islam (Al Baqarah – Ali Imran)
Salah satu perubahan topik yang mencolok yang akan Anda amati antara surat ini dengan surat sebelumnya yakni surat Al-Baqarah, adalah Baqarah menyebutkan banyak hal yang menyangkut spiritualitas dan hati.
Jadi dari awal, “Fii quluubihim marodhun.” (QS Al-Baqarah ayat 10)
Allah menyatakan bahwa hati mereka berpenyakit – bicara tentang munafik -.
“Tsumma qosat quluubukum.” (QS Al-Baqarah ayat 74)
Hati mereka mengeras Allah bicara tentang iman, keyakinan,
“Laa roiba fiihi.” (QS Al-Baqarah ayat 2)
Tak ada keraguan di dalamnya, ini adalah masalah hati.
Jadi hati dan spiritualitas adalah topik yang kerap muncul dalam surat Al-Baqarah dan Anda bisa menyimpulkannya sebagai iman.
Di pihak lain dalam surat Ali-Imran kata Islam muncul berulang kali. Jadi ini tentang bagaimana hubungan iman dan Islam, Islam adalah manifestasi tampilan luar dari keyakinan, iman manifestasi bagian dalamnya. Itulah peran komplementer yang dimainkan mereka satu sama lain, Anda tak bisa punya keyakinan di hati tanpa memperlihatkannya di luar. Islam dibicarakan di sini, karenanya kata Islam selalu muncul di dalam surat ini berulang kali.
Perselisihan David – Goliath
Jadi itu adalah topik pertama tentang pilihan. Topik kedua adalah tentang meningkatnya perselisihan, sekarang umat ini sudah terpilih, selamat, kalian sekarang adalah umat yang mewakili kebenaran Tuhan kepada seluruh manusia. Perselisihan kita dengan mereka yang mendustakan juga meningkat.
Apa yang tidak saya bicarakan dalam pendahuluan kepada Al-Baqarah, karena saya tak ingin bicara terlalu dalam, tapi baik untuk menyimpulkan dalam Al-Baqarah Allah berkomentar, secara mental mempersiapkan kita untuk menghadapi perang pertama, yakni perang Badr.
Jadi petunjuk yang diberikan di dalam surat Al-Baqarah, adalah untuk mempersiapkan muslim secara mental untuk menghadapi perang yang akan datang melawan Quraisy, dan sangat menarik bahwa dalam Baqarah yang dilakukan Allah adalah menceritakan kisah antara David dan Goliath, yakni Daud dan Jalut. Mengapa? Karena itu tentang kelompok kecil yang mengalahkan kelompok besar, sama seperti muslim yang merupakan kelompok kecil di Madinah, mengalahkan kelompok besar yakni Quraisy.
Jadi perang antara muslim dan Quraisy ini, sebenarnya mirip dengan perang dalam proporsi Injil, perang ini dibandingkan dengan versi Injil dari David dan Goliath. Ini penting karena di Madinah ada Nasrani dan Yahudi, dan jika mereka melihat hal ini dibandingkan dengan David dan Goliath, mereka akan kembali ke kitab mereka dan membaca bagian tersebut dan berkata, wow! Orang-orang ini berdiri di atas keyakinan satu Tuhan, dan mereka melawan penyembah berhala dan pagan. Dan sekarang orang-orang ini, – karena mereka menganggap semua orang Arab itu pagan, mengapa mereka berperang antar sesamanya, dan mereka juga tak pernah berperang tentang agama -.
Anda tahu, bangsa Arab tak pernah berperang karena agama, mereka berperang karena hal lain seperti lahan, sumber daya, seseorang menampar dombaku… aku tak tahu. Mereka berperang karena hal-hal bodoh lainnya, tapi mereka tak pernah berperang karena agama. Mengapa sekarang mereka berperang karena agama? Dan terlebih lagi kelompok ini bertikai dengan semua kelompok lainnya, karena mereka percaya kepada Tuhan yang satu. Hal ini menggaungkan pertikaian yang sebelumnya dari David dan Goliath, dan semua pertikaian lain yang ada di dalam kitab mereka. Jadi yang dilakukan Qur’an adalah secara panjang lebar menggambarkan dalam surat ini, bukan tentang komentar sebelum perang, itu dalam Baqarah.
Berpegang Teguh Pada Keyakinan Dalam Kondisi Apapun
Dalam Ali-Imran ini Allah mengomentari tentang kondisi pasca perang. Sekarang muslim menghadapi kekalahan besar dalam perang Uhud, kondisi telah berbalik, 70 dari sahabat terbaik Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam termasuk pamannya telah terbunuh tanpa ampun. Dan muslim benar-benar harus meloloskan diri dari puncak gunung.
“Idz tush’iduuna wa laa talwuuna ‘alaaa ahad.” (QS Ali-Imran ayat 153)
Ketika kamu mendaki gunung itu tanpa menoleh kepada siapapun, begitulah gambaran yang ada dalam surat ini. Lalu kepada muslim dikatakan, sekarang berpegang teguhlah kepada agamamu. Mudah untuk berpegang teguh kepada agamamu sebelum kenyataan kamu datang dengan harapan. Ini sudah terjadi sebelumnya, Tuhan berkata Dia akan datang, baiklah kita bisa menghadapinya.
Di pihak lain, bagaimana jika kamu menderita kekalahan besar, jika kita adalah orang yang beriman, jika kita “alladziina aamanuu”, mengapa kita bisa kalah? Maka Allah menjelaskan hal itu dengan kebijaksanaan yang dalam di surat ini. Bagaimana muslim menghadapi kemenangan, dan lebih penting lagi, bagaimana mereka menghadapi kekalahan. Komentar yang sangat panjang, yang juga bisa dipahami oleh ahli kitab bahwa orang-orang ini tidak kehilangan keyakinannya, apakah mereka menang atau kalah di medan perang, mereka berpegang teguh pada keyakinannya.
Lalu tentu saja pada bagian akhir surat ini, Anda temukan sebuah penyatuan yang aneh, subhanallah bagaimana Allah melakukannya. Dia bicara kepada yang mendustakan, Dia berkata kepada para muslim, “Antumul-a’launa in kuntum mu’miniin.” (QS Ali-Imran ayat 139)
Kamu akan unggul, kamu akan menang pada akhirnya jika kamu berpegang teguh pada keyakinanmu. Yakinlah dan bahkan pasukan Quraisy yang kuat takkan bisa apa-apa, kamu bisa mengalahkannya. Di pihak lain ada percakapan ideologis dengan komunitas Yahudi dan Nasrani utamanya dengan kelompok Nasrani yang datang bertemu dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih kepada pertikaian ideologi, bukan fisik. Tapi pada akhirnya di antara kelompok ini yang keras kepala dengan jalannya, dikumpulkan bersama dan disebut “alladziina kafaruu”, mereka yang tidak percaya.
Dengan kata lain gambaran dari mereka yang benar-benar tidak percaya, adalah gambaran mereka yang setelah mengetahui kebenaran, dari dalam dan dari luar, mereka menolaknya.
Dan Allah tak ingin menyamaratakan semua ahli kitab, jadi apa yang dilakukanNya dalam surat ini?
“Wa min ahlil-kitaab, man in ta’man-hu bidiinaarin laa yu’addihiii ilaika.” (QS Ali-Imran ayat 75)
Ada di antara ahli kitab yang jika kamu memberi mereka satu dinar, takkan dikembalikannya kepadamu, tapi yang lain, “Biqinthooriy yu’addihiii ilaika.” (QS Ali-Imran ayat 75)
Kamu beri mereka banyak sekali, akan mereka kembalikan.
Mereka bisa dipercaya. Dan Allah akan memberi kualitas yang baik kepada ahli kitab yang berdoa, yang bertaqwa, yang berkompetisi dalam “Yusaari’uuna fil-khoiroot, wa ulaaa’ika minash-shoolihiin.” (QS Ali-Imran: 114)
“Wa maa yaf’aluu min khoirin fa lay yukfaruuhuu, wallohu ‘aliimun bil-muttaqiin.” (QS Ali-Imran ayat 115)
Kata-kata yang luar biasa. Di antara mereka ada orang-orang baik, apa yang mereka lakukan takkan diambil dari mereka. Seperti yang dikatakan Nabi, “Khairukum fil jahiliyyah khairukum fil islaam.”
Yang terbaik di antara kalian dalam masa jahiliyyah ini adalah yang terbaik di antara kalian dalam Islam. Allah tidak menolak kebaikan mereka dalam surat ini, jadi Dia tidak memperbolehkan kita membuat pernyataan yang menyamaratakan.
Dan sesampainya kita pada kesimpulan surat yang mengagumkan ini. Betapa hebat perjalanan surat ini, seperti saat muslim sedang berada dalam kondisi yang sulit, inilah surat yang pas untuk dibaca menurut saya. Khususnya komentar, ayat yang ditujukan kepada kejadian di Uhud, sangatlah luar biasa.
Salah satu tempat favorit saya di dalam Al-Qur’an, “Alladziinastajaabu lillaahi war-rosuul, mim ba’di maaa ashoobahumul-qor-hu.” (QS Ali-Imran ayat 172)
“Qarh” dalam bahasa Arab berarti cedera, ketika cedera itu sangat dalam mencapai tulang, itulah “Qarh” seperti semburan darah yang dalam. Allah berkata, mereka yang menjawab Allah dan Nabi, meskipun setelah luka yang sangat dalam menyembur dari mereka.
Apa maksudnya itu? Para muslim sudah kehilangan semangat, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah terluka, ada rumor beliau terbunuh, ada beberapa sahabat yang meninggal di medan perang, kita berlarian di atas gunung, dan Quraisy meneriakkan hal-hal buruk, memuji berhala mereka di kaki gunung sementara menyaksikan muslim lari menyelamatkan diri. Kita benar-benar kacau, kita hancur. Sekarang para Quraisy telah pergi, dan kita akhirnya bisa bernafas, ok musuh telah pergi…
Lalu ada rumor bahwa mereka akan datang untuk ronde kedua. Quraisy menyadari membuat kesalahan dengan membiarkan muslim hidup, kita harus membunuh mereka semuanya. Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata, kita takkan menunggu mereka datang, kita yang akan datang kepada mereka. Bayangkan, ini semua adalah para sahabat yang sedang terluka, mereka berdarah dan kalah mental, dan Nabi berkata kita yang akan mencari mereka, kita takkan menunggu mereka datang kepada kita. Dan mereka bangkit meskipun pincang. Dan Allah mengomentari keberanian mereka, bahwa mereka tetap bangkit apapun yang terjadi. Mereka yang bisa memperlihatkan kepadaKu keteguhan itu, “Ajrun ‘azhiim.” (QS Ali-Imran ayat 172)
Dan, “Fanqolabuu bini’matim minallohi wa fadhlil lam yamsas-hum suuu’un.” (QS Ali-Imran ayat 174)
Mereka kembali dengan karunia Allah, tak ada yang bisa menyentuh mereka, sebenarnya Quraisy mendengar bahwa muslim datang kembali, lalu mereka kabur. Meski para muslim tidak dalam kondisi baik untuk berperang, ini adalah karunia Allah, dan karena keyakinan mereka. Jadi keyakinan kita akan diuji, karenanya di surat ini juga ada ayat dimana ketika muslim tertindas, bagaimana mereka harus berpegang teguh pada keyakinannya, dan memahami, “Tilkal-ayyaamu nudaawiluhaa bainan-naas.” (QS Ali-Imran ayat 140)
Inilah hari di mana kami putar balikkan di antara manusia, “Liya’lamallohulladziina aamanuu wa yattakhidza minkum syuhadaaa’.” (QS Ali-Imran ayat 140)
Sehingga Allah akan tahu siapa yang benar-benar percaya, mudah mencari tim pemenang. Bahkan dalam pertandingan olahraga ada orang yang di mana timnya ketinggalan 40 angka dalam bola basket dan waktu tinggal 1 menit, dia masih melambaikan jarinya, dia seorang yang yakin. Keyakinan itu, kepercayaan itulah yang diinginkan Allah dari umat ini, bahwa kita tetap optimis.
Perjalanan Menuju Keyakinan
Pada bagian akhir surat ini, salah satu doa spiritual yang paling hebat dalam Quran, yang menjadi kembaran doa dalam Al-Baqarah, dan ini adalah insiden yang besar dalam hidup Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sangat indah, di tengah malam, beliau sedang tidur, beliau bangun dan minta ijin kepada istrinya, ibu kita Aisyah, “Jika engkau ijinkan Tuhanku memanggilku.”
Beliau minta ijin kepada istrinya sebelum meninggalkan tempat tidur. Beliau beranjak dari tempat tidur, mulai shalat dan membaca. Istrinya memperhatikan saat beliau shalat, beliau mulai menangis, jenggotnya basah, lalu beliau rukuk, dan genangan air terbentuk karena airmata yang jatuh. Saat beliau sujud, tempat sujud itu pun menjadi sebuah genangan air. Beliau tak mau beranjak dari rukuk sampai waktu subuh datang, padahal sahabat sudah berkumpul untuk sholat, dan beliau belum keluar dari kamarnya. Bilal datang memanggil beliau, “Ya Rasulullah, waktu subuh hampir habis.”
Lalu beliau berdiri dan berkata, “Mengapa kau memanggilku ketika Allah memberiku ayat-ayat ini.”
Dan ayat-ayat itu termasuk surat Ali-Imran. Di mana Allah menggambarkan perjalanan keyakinan seseorang, ini adalah ayat 190-195 pada bagian akhir Ali-Imran.
Jadi pada bagian awal kita diberitahu bahwa kita terpilih, Para ahli kitab diberitahu, kalian terpilih, sekarang ini adalah pilihan yang paling tepat. Pada bagian akhir, bagaimana seseorang sampai kepada pilihan tersebut. Itulah keindahan kesimpulan dari surat ini, 190-195. Selanjutnya, sekarang kamu telah melalui perjalanan menuju keyakinan.
“Laa yaghurronnaka taqollubulladziina kafaru fil-bilaad.” (QS Ali-Imran ayat 196)
“Mataa’un qoliil.” ((QS Ali-Imran ayat 197)
Jangan biarkan apa yang dilakukan oleh mereka yang tak percaya, kegiatan dan aktivitas mereka melawanmu mengganggumu. Itu semua hanyalah sekedar sumber daya di sana-sini. Itu semua bukan apa-apa dibandingkan sumber daya Allah.
Jadi sekali lagi ini adalah surat tentang memberikan harapan yang besar, dan saya percaya semakin banyak kita membangun hubungan dengan surat ini, akan semakin kuat rasa identitas sebagai seorang muslim dalam diri Anda.
Kata “Islam” selalu muncul dalam surat ini, bisa saya sampaikan saat saya mempelajari surat ini satu hal yang bisa Anda peroleh saat mempelajarinya adalah Anda akan bangga menjadi seorang muslim. Anda takkan merasa malu menjadi seorang muslim. Anda takkan merasa lemah sebagai seorang muslim, Anda akan merasa diberdayakan sebagai muslim. Dan itu adalah salah satu manfaat dari surat Ali-Imran.
Semoga Allah azza wa jalla membuat kita berkomitmen untuk mempelajari surat ini, dan memudahkan kita semua untuk mengingat dan memahaminya.
Barakallaahu lii wa lakum, assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.