Al-hamdulillaah, wash-shalatu was-sallaamu ‘alaa Rasuulillaah, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin. Tsumma ‘amma ba’du, assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Saya sangat senang bisa memperoleh kesempatan untuk berbagi dengan Anda, sebuah serial di mana kita mencoba mengenal surat di dalam Quran, dan tempat terbaik untuk memulainya adalah surat Al-Fatihah. Ini adalah salah satu surat yang paling banyak dibicarakan dari semua surat dalam Quran. Jika Anda mencoba mempelajari tafsir atau penjelasan surat ini akan Anda jumpai penjelasan yang sangat banyak dari tafsir kita. Jadi sangat sulit untuk menyimpulkannya dengan ringkas, tapi insyaallah saya coba.
Dan mari kita mulai dari tempat terbaik, terkadang – akan Anda pelajari nanti – terkadang ada surat-surat yang dikomentari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri. Jadi menurut saya di sanalah paling baik kita mulai. Surat ini unik tidak hanya karena Nabi mengomentarinya, tapi sebenarnya Allah sendiri juga mengomentarinya. Tidak ada surat lain di dalam Quran yang dikomentari Allah. Bahwa Allah mengatakan sesuatu terhadap suatu surat, itu merupakan hal unik yang dimiliki Fatihah saja.
Mempelajari Fatihah Harus Dilakukan Terus Menerus
Mari kita mulai dengan riwayat yang luar biasa ini, yang terjadi dalam kehidupan Nabi saat beliau sudah bermigrasi dari Mekkah. Beliau di Madinah sekarang, yang jelas tergambar dari bahasanya.
“‘An abi sa’idah ibn al mu’alla.”
Seorang sahabat Nabi menceritakan suatu kisah yang terjadi padanya.
Katanya, “Kuntu ushalli fil masjid fada’ani Rasulullah shallallahu alaihi wasallam falam ujiib hu.”
Aku sedang shalat di masjid dan Nabi shallallahu alaihi wasallam memanggilku dan aku tidak menjawab beliau.
“Faqultu ya Rasulullah innii kuntu ushalli.”
Jadi aku mengatakan kepada Rasul shallallahu alaihi wasallam karena beliau datang terlambat. Katanya, “Saya sedang shalat, makanya saya tidak menjawab.”
“Faqal ‘alam yaqulillaah.”
Maka dia berkata, “Bukankah Allah berkata…”
“Istajiibuu lillaahi wa lirrosuuli idzaa da’aakum limaa yuhyiikum.” (QS Al-Anfal ayat 24)
“Jawablah Allah dan Rasul ketika mereka memanggilmu, atau ketika dia memanggilmu kepada apa yang memberimu kehidupan. “
Ini adalah ayat dari surat Al-Anfal, yang termasuk surat Madaniyyah, jadi jelaslah bahwa insiden ini terjadi setelah Nabi bermigrasi. Tentu saja kenyataan bahwa dia sedang shalat dengan tenang di masjid, lalu Nabi memanggilnya adalah di masjid An-Nabawi.
Jadi dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilku dan berkata…”
“La-u’allimannaka suuratan hiya ‘a’zhamu-ssuar fil-qur’aan qabla an takhruja minal-masjid.”
“Aku akan mengajarimu satu surat yang merupakan surat terbesar dari seluruh Quran sebelum kamu meninggalkan masjid.”
“Tsumma akhadza bi yadii.”
“Lalu beliau memegang tanganku.”
Jadi dia agak memaksanya untuk mengajarinya surat ini. Itu yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya.
“Falamma arada an yakhruja.”
Ini menunjukkan ketika beliau (Nabi) akhirnya memutuskan untuk pergi, beliau berkata sebelum kamu meninggalkan masjid, akan aku katakan sesuatu kepadamu lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi sibuk, mengajari yang lain dan melakukan hal lain dan akhirnya beberapa saat berlalu Nabi akan segera pergi, dan dia memperhatikan bahwa beliau belum menceritakan tentang surat terbesar dalam Quran.
“Qultu lahu alam taqul lau’allimannaka suuratan, hiya a’zhamu-suuratin fil qur’aan.”
“Bukankah Anda berkata wahai Rasulullah bahwa engkau akan mengajariku satu surat yang paling hebat dari semua surat dalam Quran?”
Jadi dia menunggu, meski ada sesuatu yang akan dilakukan, tapi dia tetap berada di dalam masjid. Karena dia menunggu Nabi untuk menceritakan padanya tentang surat terbesar. Lalu Nabi berkata, “Al-hamdu lillaahi robbil-’aalamiin.”
Beliau lalu membaca Fatihah. Beliau tak hanya membaca Fatihah, tapi juga hal lain.
Tapi saya ingin berhenti sejenak agar kita bisa menghargai sesuatu. Ini di Madinah. Fatihah, surat pertama dari Quran adalah surat pertama yang secara utuh diturunkan, salah satu wahyu yang pertama dari seluruh Quran. Saat itu sudah lebih dari sepuluh tahun kemudian, semua orang sudah tahu tentang Fatihah dan manfaatnya. Jadi mengapa beliau menyempatkan diri untuk menahan pemuda ini lalu berkata, “Jangan pergi, aku akan memberitahumu surat terbaik dari Quran.”
Dan pemuda ini sudah terlanjur berpikir, “Oh, ini akan luar biasa.”
Ternyata beliau menahannya untuk memberitahu tentang Fatihah seakan pemuda ini tidak kenal Fatihah, padahal dia sudah tahu. Mengapa ini penting untuk diketahui? Karena melalui kejadian ini, Nabi mengajari kita sesuatu, bahwa penghargaan (pemahaman) terhadap Fatihah harus selalu diperbaharui. Anda tak bisa berasumsi bahwa Anda sudah memahami nilai dari Fatihah, dan meninggalkannya.
Inilah yang ingin saya jelaskan kepada Anda hari ini, melalui kata-kata Nabi sendiri, dan kata-kata Quran. Seperti sudah saya katakan, tak ada surat lain digambarkan seperti gambaran tentang Fatihah, gambaran yang mencengangkan. Saya bahkan… ketika saya mempelajari ini saya menyadari bahwa saya tidak mempelajari Fatihah sepantasnya. Semoga Allah azza wa jalla selalu memberi kita semua penghargaan yang semakin bertambah terhadap firmanNya.
Tujuh Yang Terpuji
Jadi Nabi melanjutkan perkataannya, “Hiya sab’ul matsaanii wal Qur’aanul adziim, alladzii utiituhu.”
Ini adalah tujuh “al matsaanii”. Tujuh dan kata Arab “al matsaanii” yang berarti beberapa hal. Penjelasan untuk hal ini adalah; tujuh hal yang terpuji. Atau tujuh hal yang penuh dengan pujian. Tujuh maksudnya 7 ayat Fatihah. Jadi beliau berkata, ini surat paling hebat dalam Quran, yakni tujuh kalimat yang terpuji yang berisi hal-hal yang paling terpuji atau ke tujuh ayat ini layak dipuji.
Lalu dia berkata, “Wal qur’aanul adziim.”
Inilah bacaan yang hebat, Quran yang hebat, seakan inti dari seluruh Quran adalah Fatihah, menurut Nabi sendiri, “wal qur’aanul ‘adziim, alladzii uutiituhu,” yang telah diberikan kepadaku.
Al-Quran bukan saja nama dari buku ini, kata Quran juga berarti pengucapan, artinya pengucapan terhebat yang diberikan kepada saya, hal terbesar yang bisa saya ucapkan adalah Fatihah. Itulah yang dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang luar biasa ini.
Hadits lain yang senada adalah saat beliau bicara kepada Abu Hurairah radhiyallahu ta’ala ‘anhu dan beliau berkata, “Ummul Quran hiya sab’ul matsaanii wal qur’aanul ‘adziim.”
Ibu dan esensi dari seluruh Quran adalah tujuh yang terpuji. Saya beri Anda salah satu artinya, arti “matsaanii” yang lain saya berikan sebentar lagi. Dan Quran yang hebat, artinya Fatihah itu sendiri disebut Quran yang hebat, itu salah satu namanya, bacaan yang agung, subhanallah.
Sekarang, apakah “sab’a matsaanii”, tujuh yang terpuji, atau yang berarti tujuh hal lain, dari mana asalnya? Ini sebenarnya petunjuk yang diberikan Allah termasuk dalam surat Al-Hijr, surat ke 15 dari Quran, yang menggambarkan Quran itu sendiri, dan Allah berkata, “Wa laqod aatainaakaa sab’am-minal-matsaanii wal-qur’aanal-‘azhiim.” (QS Al-Hijr ayat 87)
Kami telah memberikanmu tujuh dari sesuatu yang sangat terpuji, dan Quran yang agung.
Ini mungkin ambigu, Kami memberimu tujuh yang sangat terpuji. Ini dibuat di Quran Makiyyah dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sekian tahun berikutnya menurut kisah ini menjelaskan kepada pemuda ini, “Apakah kamu tahu apa yang dimaksud oleh Allah dengan tujuh ayat yang sangat terpuji?”
Yang dimaksudkanNya adalah surat Fatihah.
Tapi yang paling menakjubkan bagi saya adalah; mengapa menggunakan kata “matsaanii“. Ada begitu banyak kata Arab untuk terpuji, tapi kata ini berbeda dan sangat unik dan kata kerja yang diturunkannya yakni “atsna” atau “yutsnuuna shuduurahum” digunakan di dalam Quran.
“Atsna” berasal dari kata “itsnain”, kata yang paling umum darinya adalah “itsnain” yang berarti dua, dan “tsana” artinya melipat sesuatu menjadi dua seperti “tsanal ard” dalam bahasa Arab artinya mengambil tanah, membaliknya sehingga Anda bisa menanaminya dengan benih.
Jika Anda menggali lebih dalam maka ini disebut “tsanii”. Sama juga jika Anda melipat secarik kertas menjadi dua, maka disebut “tsanyil kitaab”, buku yang terlipat menjadi dua. Jadi kata “tsanaa” berhubungan dengan memasangkan. Ini dalam karena sekarang Quran adalah tujuh dari hal-hal yang dipasangkan secara luar biasa, yang dipasangkan bersama, inilah yang akan kita kaji lebih dalam insyaallah.
Apa artinya dipasangkan bersama? Saya ingin Anda ingat ini seraya saya bacakan beberapa di antara riwayat ini. Tapi akan saya katakan sesuatu, setiap kita baca Fatihah dalam shalat kita pasangkan dia dengan bagian lain dari Quran. Ini adalah bagian Quran terhebat yang selalu dipasangkan dengan yang lainnya. Saya berdiri shalat, namun tak bisa langsung membaca Baqarah atau Ali-Imran. Tapi Fatihah boleh dibaca tanpa membaca yang lain. Tapi tidak mungkin membaca ayat lain tanpa Fatihah, jadi Fatihah selalu berpasangan dengan yang lain.
Mengapa ini penting? Saat Anda memberi pidato atau ceramah ada pendahuluan sebelum Anda masuk ke intinya. Seakan Allah ingin kita berpikir, tak peduli bagian manapun dari Quran yang kita baca pendahuluannya adalah Fatihah. Seperti saat membaca surat An-Naas, pendahuluannya adalah Fatihah, jadi baca Fatihah dulu lalu surat An-Naas. Ini membentuk cara pandang Anda terhadap surat apapun di dalam Quran. Jangan abaikan Fatihah, karena ia bagaikan lensa yang Anda pakai untuk melihat isi Quran yang lainnya.
Saat Anda mengucapkan, “Al-hamdu lillaahi robbil-’aalamiin”, segala puji dan syukur.
“Ar-rohmaanir-rahiim”, kasih dan sayang Allah yang berlimpah.
“Maaliki yaumid-diin”, Allah yang memiliki hari pembalasan.
Komitmen kita kepadaNya, “iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin”, keputusasaan kita agar bisa diberi petunjuk.
Perasaan ini seharusnya mengesampingkan semua yang Anda baca dan Anda harus membacanya sesuai dengan warnanya. Jika seseorang sedang marah saat dia sedang membaca, maka dia akan membaca kemarahan pada apa yang dibacanya. Jika seseorang yang takut membaca, maka dia membaca ketakutan pada apa yang dibacanya. Kita seharusnya membaca Fatihah pada apa yang kita baca dalam Quran. Tanpa Fatihah Anda akan kehilangan salah satunya. Ini salah satu makna dari “matsaanii”.
Fatihah Sebagai Penyembuh
Saya teruskan… ‘An abi sa’idil-khudri radiyallahu ta’aala anhu, “Qaala kunna fi masiirin lanaa nazzalnaa fajaa’a jariatun faqalat inna syayyidal hayyi saliim.”
“Kami sedang dalam perjalanan, lalu seorang gadis datang dan berkata apakah kepala rumah tangga baik-baik saja?”
“Wa inna nafarana ghaib.”
“Ada sesuatu yang salah dengan kepala rumah tangga dan semua orang sudah pergi. Dia sudah diracuni, dan kami tidak tahu bagaimana menyembuhkannya.”
“Fahal minkum raaq?”
“Apakah ada seorang tabib di antara kalian?”
Penyembuhan pada masa itu antara lain obat, mereka percaya pada mantra dan semacamnya, tapi juga ada ruqyah dari tradisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Anda bisa membacakan Quran kepada seseorang untuk penyembuhan.
“Faqaama ma’aha rajulun ma kunna naa’ibuhu bi ruqyah. Faraqaahu fabaraa minhu faammara lahu bitsalatsiina syaatan wa saqaanaa labanan.”
Kemudian seorang yang yang tak dikenal datang yang berkata sanggup mengobati. Dia masuk ke sana dan menyembuhkan si sakit. Kami tak tahu apa yang dilakukannya, dia membaca sesuatu dan menyembuhkannya. Mereka sangat gembira, lalu memberinya 30 ekor domba, susu, dan semua hadiah lain dari mereka karena dia menyembuhkan kepala rumah tangga yang diracuni.
“Falama raja’a qulna lahu.”
Ketika lelaki ini pulang tak seorangpun tahu apa yang dilakukannya untuk menyembuhkan orang yang diracuni ini. Kami bertanya kepadanya, “Akunta tuhsinu ruqyatan?”
“Apa kamu pintar menyembuhkan? Apa kamu berpengalaman menyembuhkan?”
“Au kunta tarqi?”
“Qaala laa, maa raqaitu illa bi ummilkitaab.”
“Sebenarnya tidak, saya belum pernah menyembuhkan seseorang kecuali saya cuma membacakan Fatihah, ibu dari Quran.”
Saya cuma membaca Fatihah, dan penyembuhan terjadi.
“Qulna laa tahdutsuu syai’an hatta na’-tii, au nas’ala annabiyya shallallahu alaihi wa sallam.” (Kami berkata, “Janganlah kalian mengatakan sesuatu apapun dulu hingga kami mendatangi atau bertanya pada nabi shallallahu alaihi wa sallam -red)
“Baik, cukup. Kami takkan menerima ini mentah-mentah darimu hingga kami tanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri.”
“Falamma qadiimna-l-Madiinah.”
“Jadi kami kembali ke Madinah.”
“Dzakarnaahu li-nnabiyy.”
“Kami ceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang telah terjadi.”
“Maa kaana yudrihi annahaa ruqyah?“
Dan dia (Nabi) bertanya siapa yang memberitahunya bahwa itu ruqyah, itu menyembuhkan? Artinya; wow, dia tahu ruqyah itu menyembuhkan!
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebenarnya membenarkan bahwa membaca Fatihah untuk seseorang bisa menjadi sumber penyembuhan baginya.
“Iqsimuu wadribuu lii bi saham.”
Dia berkata hadiah yang kamu berikan seharusnya dibagikan di antara kalian, bukan diberikan kepadanya. Bagikan ke sekelilingmu, subhanallah.
Jadi dia membenarkan fakta bahwa Fatihah punya manfaat sebagai penyembuh.
“‘An Ibni ‘Abbas radiyallahu ta’ala anhuma.”
Dari riwayat yang ketiga,
“Bainamaa jibriiluu qaa’idun ‘inda nabiyy shallallahu ‘alaihi wasallam, sami’na naqiidlun min fauqihi farafa’a ra’sahu.”
Kami sedang duduk dan Nabi memberitahu bahwa Jibril juga sedang duduk bersama sahabat Nabi (kami) dan dia mendengar suara yang keras dari atas, lalu ditengadahkannya kepalanya.
“Haadzaa baabun mina-ssamaa’ futihal yaum lam yuftah qaththun illal yaum.”
Dia berkata ada pintu di langit, yang sudah dibuka hari ini, yang belum pernah dibuka sebelumnya.
“Fanazala minhum malak.”
Dan seorang malaikat turun dari pintu itu.
“Faqaala haadza malakun nazala ilal ard lam yanzil qaththu illal yaum.“
Seorang malaikat turun hari ini, yang belum pernah turun ke bumi sebelum hari ini.
“Fasallam waqaal.”
Seorang malaikat turun hanya untuk satu tujuan. Dia membaca salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Absyir bi nurain uutiitahuma lam yu’tahuma nabiyyun qablaka.”
Kamu seharusnya merasa diberi selamat, karena dua sumber cahaya (dua cahaya). Dua cahaya terang yang diberikan kepadamu yang belum pernah diberikan kepada Nabi sebelumnya.
“Faatihatul kitaab wa khawatiimu surati-l-baqarah.”
Pembuka buku (surat Fatihah) dan bagian terakhir surat Al-Baqarah.
“Lan taqraa bi harfin minha illa u’tiitahuu.”
Subhanallah sungguh sebuah janji yang hebat, yang turun dari langit hanya untuk bicara tentang Fatihah dan bagian akhir surat Al-Baqarah. Katanya tak seorangpun membaca bahkan satu huruf darinya, kecuali dikabulkan apa yang dimintanya.
Artinya apa yang kita minta dalam Fatihah? “Ihdinash-shiroothol-mustaqiim.”
Kita sepenuh hati meminta petunjuk kepada Allah. Ketika Anda sepenuh hati membaca Fatihah, ia takkan berpaling. Itulah janji Allah yang dikirimkan oleh seorang malaikat yang tak pernah turun ke bumi kecuali untuk memberikan janji itu. Subhanallah.
Fatihah Adalah Percakapan Antara Hamba Dengan Rabb-Nya
Riwayat keempat. ‘An abi hurairah radiyallahu ta’aala anhu.
“Man sholla sholaatan lam yaqra’ fiiha bi ummil-qur’aan fahiya khidaaj tsalatsun ghairu tamaam.”
Dia (Nabi) berkata barangsiapa yang memuji dan tidak membaca ibu dari buku, kembali dia tidak bicara tentang Fatihah tapi ibu dari buku. Seperti seorang ibu yang tak terpisahkan dari seorang anak. Ibu ini tak terpisahkan dari keseluruhan Quran, dan dia memelihara anaknya seperti Fatihah memelihara persepsi kita dari keseluruhan Quran. Jadi siapa yang tidak membaca ibu dari Quran maka shalatnya tidak baik dan tidak lengkap.
Jadi dia berkata, ”Faqiila li Abiy Hurairah.”
Abi Hurairah berkata, “Inna nakuunuu waraa-l-imaam.”
Kami shalat di belakang imam, kami tidak membaca.
Dia berkata, “Iqra’ bihaa fi nafsik.”
“Baca saja di dalam hatimu. Baca saja Fatihah dalam hatimu.”
“Fainni sami’tu rasuul shallallahu ‘alaihi wasallam yaquul qaalallaahu ta’ala qasamtu-shshalaata baini wa baina ‘abdi nisfain.”
Ini adalah salah satu hadits yang sangat dalam yang pernah ada tentang Quran.
Dia berkata, “Saya mendengar Nabi berkata bahwa Allah mengatakan…”
– Sekarang Allah yang berkomentar tentang Fatihah – Jadi Allah sudah berkomentar tentang Fatihah dan tujuh yang terpuji dan tujuh yang selalu berpasangan – akan dibicarakan nanti -, tapi sekarang Allah memberi komentar kembali, sekarang sebagai orang pertama (secara bahasa) sehingga disebut sebagai hadits Qudsi.
Dia berkata, “Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu menjadi dua bagian.”
“Wa li ‘abdi maa sa-al.”
“Dan hambaKu akan memperoleh apapun yang dia pinta.”
“Fa idzaa qaalal ‘abd Al-hamdu lillaahi robbil-’aalamiin.”
“Ketika hambaKu berkata semua pujian dan syukur adalah milik Allah, tuhan semua bangsa dan semua manusia, – itu Al-hamdu lillaahi robbil-’aalamiin-.”
Allah berkata, “Hamiidanii ‘abdii.”
“HambaKu telah memujiKu dan berterima kasih kepadaKu.”
“Wa idza qaala Ar-rohmaanir-rahiim.”
Dan ketika hamba itu berkata, “Ar-rohmaanir-rahiim.”
Maka Allah berkata, “Qaalallahu ta’aala atsna ‘alayya ‘abdi.”
“HambaKu telah memujiKu kembali.”
Tapi kata yang digunakan adalah “atsna” yang sama dengan “matsaanii”, dia sudah menyekutukan sesuatu denganKu. (Hal yang dipersekutukan di sini antara Allah dengan kebaikan dan kemurahannya. -red)
Kata “atsna” juga berarti memuji, seperti arti kata “tu‘” yang berarti menghubungkan sesuatu dengan Allah atau menyekutukan sesuatu dengan orang lain, “atsna ‘alaihi khairan” Atau “atsnahu khairan, atsnahu syarran” dalam bahasa Arab.
Jika Anda menghubungkan sesuatu dengan seseorang, maka Anda sudah melakukan “tsanaa”. Anda menghubungkan sesuatu yang buruk dengan seseorang, Anda sudah melakukan “tsanaa”. Allah berkata ketika kita mengucapkan, “Ar-rohmaanir-rahiim.”
“HambaKu sudah menghubungkan ampunan, kasih, dan sayang denganKu.”
Karenanya Dia berkata, “Atsna ‘alayya ‘abdi.”
Ketika hambaKu berkata, “Maaliki yaumid-diin, qaalaa majjadani ‘abdii.”
Dia berkata, “Jika hambaKu berkata yang memiliki hari pembalasan, hambaKu telah menyatakan kebesaranKu, keagunganKu, bahkan mungkin kesenioranKu.”
“Tamjid” dalam bahasa Arab berarti menghargai keagungan seseorang.
“Waqaala marratan fawwadla ila ‘abdi.”
Pada saat lain Dia berkata kapanpun seorang hamba menyatakan Engkau adalah tuhan dari hari pembalasan, sama halnya dengan menyerahkan segala urusannya ke tanganKu.
“Wa idza qaalaa iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin qaalaa haadza baini wa baina ‘abdi wali ‘abdi maa saala.”
“Dan ketika hambaKu berkata hanya Engkau yang kami sembah dan hanya pertolonganMu yang kami cari.”
Allah berkata ini hanya antara Aku dengan hambaKu dan hambaKu memperoleh apapun yang dimintanya.
“Faidza qaal Ihdinash-shiroothol-mustaqiim, shirootholladziina an’amta ‘alaihim, ghoiril-magdhuubi ‘alaihim wa ladh-dhooolliin.”
Ketika hamba itu mengucapkan bagian akhir Fatihah. Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan mereka yang Engkau ridhai, bukan jalan mereka yang dimurkai bukan pula mereka yang sesat.
“Qaalaa haadza li ‘abdi.”
“Ini untuk hambaKu.”
“Wali ‘abdi maa saal.”
“HambaKu memperoleh apapun yang dimintanya.“
Perhatikan riwayat yang indah ini, Allah sendiri membaca Fatihah dan menjadikan Fatihah ini percakapan antara kita dengan Dia. Kapan pun saya mengucapkan Al-hamdu lillaahi, saya mengucapkannya di bumi ini “Al-hamdu lillaahi robbil-’aalamiin.”
Allah sendiri akan menjawabnya, Allah sediakan waktu untuk menjawab saya. Kapan pun saya ucapkan, “Ar-rohmaanir-rahiim, Maaliki yaumid-diin, iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.”
Dia tidak menunggu saya menyelesaikan seluruh surat ini lalu baru menjawab, Dia menjawab langsung ayat per ayat yang saya baca, setiap waktu.
“Idza qaal”, setiap dia membaca, setiap dia mengucapkan kata-kata ini, Ini sungguh luar biasa, bahwa ternyata Fatihah bukan hanya surat yang dikomentari Allah, Allah menjawab untuk setiap ayat Fatihah, inilah yang dimaksud dengan yang sangat dipuji. Ayat-ayat ini sangat terpuji sehingga Allah memuji mereka yang membacanya. Dia mengakui orang yang membacanya, dia menghubungkannya dengan orang yang membacanya. Bagian dari makna “matsaanii”, betapa sangat agungnya bacaan ini, karena Anda berkomunikasi langsung dengan Allah tanpa menyadarinya. Luar biasa!
Jika kita cermati narasi ini terdiri dari tiga bagian, bagian awal ini untukKu, hambaKu memujiKu, dia menghubungkan ampunan denganKu, dia menyatakan keagunganKu. Semuanya tentang apa yang kita lakukan untuk Allah.
Pada ayat bagian tengah; kami menyembahMu, kami mencari pertolonganMu, Apa yang Allah katakan? Ini antara Aku dan hambaKu.
Dan bagian akhir; tunjuki kami, jagalah kami di jalan lurusMu, tunjuki kami jalan mereka yang Engkau ridhai, jauhkan kami dari jalan mereka yang Engkau murkai, dan mereka yang tersesat. Allah berkata ini untuk hambaKu.
Jadi dimulai dengan apa yang untuk Allah, bagian tengah apa yang untuk kita dan Allah, dan bagian akhir apa yang untuk kita. Sangat seimbang, subhanallah. Itulah makna dari pasangan atau “matsaanii”.
Kita pelajari suatu rahasia yang sangat indah tentang Quran itu sendiri. Dan kata “matsaanii”, yang merupakan gambaran dari Fatihah, “sab’a minal matsaanii”, bahwa segala sesuatu dalam Quran berpasangan. Segala sesuatu dalam Quran; Allah mengajari Anda sesuatu dan memasangkannya dengan yang lain. Dia bicara tentang siang dan memasangkannya dengan malam, Dia bicara tentang neraka dan memasangkannya dengan syurga, Dia bicara tentang orang baik dan memasangkannya dengan orang jahat. Dia memasangkan segala sesuatu, terkadang pasangan itu tidak jelas, tapi banyak bagian dari Quran tentang memasangkan sesuatu dengan yang lain.
Siapa Tuhan itu?
Sebelum saya sudahi, saya ingin memperlihatkan sesuatu tentang “matsaanii” dalam Fatihah. Tentunya tentang pasangan ini, karena Allah tidak berkata hanya 7 ayat ini yang punya pasangan. Bahwa sesuatu itu seimbang, dua hal diletakkan bersama, tapi ini yang paling hebat di antara mereka. Jadi saya bagikan beberapa tinjauan tentang Fatihah kepada Anda, lalu kita simpulkan, insyaallah. Sesuatu yang sungguh unik tentang Fatihah.
Pertama, jika Anda cermati puji dan syukur adalah milik Allah, ayat-ayat awal, “Al-hamdu lillaahi robbil-’aalamiin, Ar-rohmaanir-rahiim, Maaliki yaumid-diin.”
Ini sebenarnya adalah kesimpulan mengenai Tuhan, siapa Tuhan itu? Semacam pengetahuan tentang siapa Allah itu. Jadi ketiga ayat pertama bisa disebut ‘pengetahuan’.
Lalu Anda nyatakan, “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.”
Ini membawa kepada tindakan, aku siap untuk menyembahMu dan aku mencari pertolonganMu. Sekarang Anda mengambil tindakan. Jadi Anda memperoleh pengetahuan tentang Tuhan yang Anda pasangkan dengan tindakan. Ada penggabungan antara pengetahuan dengan tindakan.
Jika kita perhatikan bagian akhir Fatihah, tunjuki kami ke jalan yang lurus. Apa itu jalan yang lurus? Jalan yang Engkau beri rahmat atasnya, jika Anda pikirkan orang-orang ini, kita ingin mengikuti jejak mereka yang sukses yang datang sebelum kita. Mereka ini memiliki pengetahuan yang benar dan bertindak berdasarkan itu. Mereka menggabungkan dengan baik antara pengetahuan dan tindakan.
Dan jika Anda tinjau lebih jauh, bukan mereka yang menerima murka, Siapa yang dimurkai? Mereka yang mengetahui yang benar, tapi tidak melaksanakannya. Mereka pantas untuk dimarahi. Mereka orang-orang yang dimurkai, memiliki pengetahuan tapi tidak bertindak.
Yang sesat adalah yang meski ingin bertindak tapi tidak bisa karena tak punya pengetahuan. Jadi jika kita cermati kembali, setiap pengetahuan dan tindakan itu berpasangan. Dimulai dengan pengetahuan, lalu tindakan, kemudian Allah berkata, Dia menggambarkan mereka yang berpengetahuan dan bertindak, lalu menggambarkan mereka yang memiliki pengetahuan tapi tidak bertindak, terakhir Dia gambarkan mereka yang bertindak tapi tidak berpengetahuan. Inilah yang dimaksud dengan pasangan yang tepat, subhanallah.
Informasi Dan Emosi
Banyak pasangan lain yang menarik dari Fatihah, akan saya ceritakan beberapa lagi. “Insya’i-l-khabar”, saya suka yang ini.
Kata “Insya’i-l” dalam bahasa Arab berarti mengatakan sesuatu karena emosi, kata “khabar” berarti menginformasikan sesuatu kepada seseorang.
Surat ini, pernyataan “Al-hamdu lillaahi robbil-’aalamiin” ini hingga akhir adalah informasi yang luar biasa. Saya bisa mengajar apa yang terkandung di dalamnya ini selama berjam-jam. Itu artinya “khabar” atau bersifat informasi. Tapi terkadang Anda terlambat ke kantor, terjebak macet, menemukan jalan keluar, menemukan tempat parkir, sampai di kantor, tidak terlambat, lalu melihat jam dan berujar, “Al-hamdu lillaahi robbil-’aalamiin.”
Pada saat itu Anda tidak memberi informasi, tapi mengungkapkan emosi Anda. Fatihah adalah gabungan yang sempurna dari apa yang Anda katakan sebagai informasi di mana Anda membuat pernyataan sesuai fakta tapi sekaligus mengungkapkan emosi.
Ya, puji dan syukur memang ternyata milik tuhan semesta alam. Dia ternyata memang “Ar-rohmaanir-rahiim”, Dia ternyata memang “Maaliki yaumid-diin”.
Ini semua adalah fakta, tapi pada saat bersamaan Anda bisa mengatakan hal ini seperti hati Anda menangis mencurahkan kata-kata ini. Ini adalah pernyataan emosional, jadi surat ini secara menakjubkan menggabungkan emosi dan juga menggabungkan pengetahuan. Artinya apa yang dirasakan hati dan apa yang dipikirkan dalam benak.
Ampunan Dan Keadilan
Surat ini subhanallah, pasangan yang terakhir yang akan saya ceritakan kepada Anda adalah pasangan antara ampunan dan keadilan. Pada satu pihak ada orang-orang yang mengharapkan Allah penuh ampunan, dan itu tercakup di dalam “Ar-rohmaanir-rahiim”.
Namun di lain pihak, ada mereka yang berpikir bahwa Allah hanya akan mengadili, menghukum. Jika Allah itu adil, maka tak ada yang akan selamat dari hukumanNya karena tak satupun dari kita sudah memiliki tabungan kebaikan yang cukup untuk menutupi keburukan kita. Dia memberi kompensasi lebih dari setiap kebaikan kita, kita semua tahu itu, untuk setiap huruf (Quran yang kita baca) kita peroleh 10 pahala. Doa pendek kita dihargai dengan ribuan pahala. Ada pahala yang bahkan sepertinya diberikan cuma-cuma, tanpa alasan jelas, kita diberikan pahala terus menerus. Dan jika kita lakukan satu keburukan hanya dihitung satu. Bahkan jika Anda ber-istighfar dosa itu akan dihapus.
Jadi sungguh ini lebih berat kepada timbangan ampunan, tapi jika Anda berpikir terlalu banyak tentang ampunan Allah, dan bagaimana Dia ingin Anda memperoleh pahala, maka Anda akan mulai berpikir, “Ah Allah akan tetap mengampuni, tidak masalah.”
Dan Anda mulai mengambil kekuasaanNya dengan cara serampangan. Anda tak lagi peduli, “Ya saya memang melakukan beberapa hal haram, tapi ah tidak terlalu buruk… Bagaimana pun Dia adalah Ar-rohmaanir-rahiim…”
Jadi Anda bisa mencoba mengambil keuntungan dari hal ini, tapi semua akan kembali seimbang.
Itulah mengapa “Maaliki yaumid-diin.”
Itu penting. Beberapa orang merasa sangat takut kepada Allah, mereka berpikir Allah akan menghukumnya, membakarnya, melemparnya ke neraka… menanyainya tentang segala yang sudah dilakukannya, dan rasa takut itu menguasai mereka. Sehingga gambaran mereka tentang Tuhan sangat mengerikan.
Apa yang dilakukan Fatihah? Pada satu pihak mengandalkan kasih sayang dan ampunan Allah, mengandalkan “Ar-rohmaanir-rahiim”, dan di pihak lain jangan lupa Anda tidak bisa mengambil keuntungan dari sayang dan ampunanNya itu. “Maaliki yaumid-diin”, seimbangkan kedua hal itu.
Ini bahkan menyeimbangkan hubungan saya denganNya. Saya menyatakan bahwa saya akan menyembahNya, “iyyaaka na’budu”, tapi pada saat yang sama itulah yang ingin saya lakukan untukNya. Tapi apa yang akan dilakukanNya untuk saya, “iyyaaka nasta’iin,” kita mencari pertolonganNya.
Jadi pertama Anda berikan apa yang diinginkan Allah, kemudian Anda akan memperoleh apa yang Anda inginkan. Inilah keseimbangan antara apa yang ingin Anda berikan kepada Allah, yang menjadi hakNya, dan apa yang Anda inginkan untuk diri Anda sendiri. Pada setiap tingkatan surat ini seimbang dan berpasangan di atas pasangan. Dan itu sebabnya disebut “sab’al matsaanii wal quraanil ‘adziim”.
Semoga Allah azza wa jalla memampukan kita untuk menghargai surat ini dan membantu kita untuk benar-benar mengakui keajaiban surat ini setiap kali membacanya. Barakallaahu lii wa lakum, assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.