Saya sedang memikirkan tentang orang-orang terdekatku. Kadangkala mereka memberi penyikapan berbeda pada satu masalah yang sama. Misalnya dua minggu yang lalu ada teman yang diusik oleh seseorang, ia bisa mengomel panjang mengapa begini dan begitu. Dia jadi uring-uringan seharian.
Namun ketika di hari lain dia diusik oleh hal yang serupa, dia memberi sikap yang sangat berbeda. Kali ini ia tidak mengomel. Namun dengan tenang ia memberi komentarnya, “Biarkan sajalah, orangnya memang seperti itu. Tidak perlu diladenin. Dia diberi perhatian-kecil saja sudah senang. Lebih baik aku fokus mengerjakan sesuatu yang lain, yang lebih bermanfaat..”
Saya bertanya-tanya, dengan masalah yang sama mengapa sikapnya bisa begitu berbeda? Seolah-olah yang saya temui adalah bukan orang yang sama.
Kemudian saya menengok pada diri saya sendiri. Eh, tapi bukankah saya sendiri juga sering begitu. Lalu mengapa saya merasa aneh? Pikiran saya terusik, logika saya mulai mengais-ngais mencari sebuah jawaban dari sebuah pertanyaan, “Mengapa orang bisa memberi penyikapan yang berbeda?”
Saat saya sedang mencari jawaban itu, saya teringat pada sebuah doa di dalam Al-Qur’an, pada QS Ali Imran: 8
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
Saya menyimak penjelasan tafsir doa tersebut oleh Ust Nouman Ali Khan. Beliau menjelaskan bahwasanya itu adalah sebuah doa yang indah. Di sana ada kata لْوَهَّابُ artinya adalah si pemberi karunia. لْوَهَّابُ adalah jenis karunia yang tidak diberikan hanya sekali. Tapi berulang-ulang kali. Doa tersebut mengandung sebuah makna, “Ya Allah aku menjauh, dan dengan rahmatmu telah membuatku kembali pada-Mu. Namun setelah itu aku menjauh lagi dan Engkau dengan sabarnya memanggilku lagi. Ya Allah sesungguhnya aku butuh rahmat-Mu untuk memanggilku kembali tidak hanya sekali ini saja. Namun untuk besok, besok, dan besoknya lagi.”
Di sana juga ada kata , مِنْ لَدُنْك artinya adalah kepemilikan yang tersembunyi / rahasia yang tersembunyi. Doa itu juga mengandung makna, “Ya Allah di dalam rahmatmu itu ada sejenis senjata rahasia yang senantiasa bisa memanggilku kembali. Maka senantiasa panggilah aku, ketika tak sengaja dan tak terasa aku sudah mulai menyimpang dari-Mu, dengan senjata rahasia yang tersembunyi dalam rahmat-Mu itu.”
Saya setuju doa itu sangat indah. Doa itu menampakkan betapa Allah itu begitu lembut dalam membersamai hamba-hambaNya. Doa itu berasal dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an itu berasal dari Allah. Artinya doa itu Allah yang membuatnya. Allah sengaja membuatkan diksi tersebut. Allah mengerti tabiat kita yang selalu berpaling, dan kemudian ingin kembali pada-Nya.
Memang, banyak kekacauan itu yang bersumber dari kekacauan hati kita, karena kita sedang menjauh dari Allah. Begitu juga tentang perbedaan penyikapan. Kita bisa memberi penyikapan yang berbeda, karena kondisi hati yang berbeda. Saya pribadi, ketika mendapat suatu masalah, dan saya teringat Allah. Teringat esensi hidup ini adalah memang sebuah tes untuk menguji kita, saya rasa saya bisa bisa lebih bersabar dan bersikap bijak. Berbeda kondisi ketika keadaan hati saya sedang tidak banyak mengingat Allah alias sedang jauh dari-Nya. Acapkali yang terjadi saya memberikan penyikapan yang tidak bijak. Penyikapan itu hanya berdasarkan pemuasan kehendak emosional pribadi. Dan inilah perilaku yang menimbulkan berbagai kekacauan. Membuat saya jadi kurang sabar, keputusan yang diambil kurang bijak, lisannya pun jadi kurang terjaga. Dan walhasil akan membuat banyak orang yang tersakiti.
Jika kita merasa sikap kita begitu kacau, keputusan yang kita putuskan juga kacau karena hati kita yang kacau, ada baiknya kita mengambil jeda sejenak. Mengambil waktu untuk menyendiri bersama Allah. Untuk meminta petunjuk-Nya, untuk menghariba memohonkan bimbingan-Nya. Kita tidak perlu merasa malu untuk mendekat kepada Allah, di saat kita merasa jauh dari-Nya. Karena pada jauh-jauh hari sebelum raga kita tercipta di dunia, pada jauh-jauh hari sebelum hati kita berjelaga, Dengan begitu lembut Allah telah mempersiapkan kata-kata-Nya untuk kita, “Bahwa selalu ada tempat bagi kita untuk kembali pulang kepada-Nya,” maka dari itu memohonlah…
Tulisan ini dari Arkandini Leo.
terimakasih, doa yang indah
semoga selalu istiqomah amin
LikeLike
Reblogged this on mutiarakhodijah and commented:
“Jika kita merasa sikap kita begitu kacau, keputusan yang kita putuskan juga kacau karena hati kita yang kacau, ada baiknya kita mengambil jeda sejenak. Mengambil waktu untuk menyendiri bersama Allah. Untuk meminta petunjuk-Nya, untuk menghariba memohonkan bimbingan-Nya. Kita tidak perlu merasa malu untuk mendekat kepada Allah, di saat kita merasa jauh dari-Nya..”
LikeLike