Menemukan Kembali Keindahan Al Fatihah (Bagian 2)


Pada Al Fatihah ayat 1 – 3, kita sudah membahas bagaimana Rabb kita memperkenalkan dirinya sebagai zat yang penuh cinta, murah hati, memelihara kita dan menjamin kehidupan kita. (Bagi yang ingin menyimak silahkan klik https://nakindonesia.wordpress.com/2016/07/13/keindahan-al-fatihah-bagian-1/)

Coba bayangkan kawan, apa yang terjadi jika ada pimpinan yang hanya menyatakan cinta pada anak buah? Tentu anak buah tersebut akan memanfaatkan keadaan tersebut. Ini akan membuat dia menjadi seenaknya sendiri. Ayat berikutnya inilah yang merupakan kalimat penyeimbang. Setelah Allah menyatakan cinta yang begitu besar, Allah akan mengingatkan bahwa apa yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban hari Pembalasan. Yaitu pada ayat selanjutnya.

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Al Fatihah hari pembalasan

Surat Al Fatihah ayat 1 – 4 sudah mampu menggambarkannya secara keseluruhan. Makna Allah: Ia adalah zat yang terpuji, tempat kita memujinya sebagai Rabb, yang mempunyai cinta yang ekstrim. Dan tiga ayat ini menghantarkan ke ayat selanjutnya “iyyaaka na’budu“, aku bersedia menjadi hamba-Mu.

Al Fatihah aku ingin menjadi hamba-Mu

Mari kita lanjutkan pada ayat selanjutnya:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ

Al Fatihah kepada Engkau kami menyembah

Mari kita bahas pada kata: إِيَّاكَ نَعْبُدُ Kepada-Mu-lah kami menyembah.

Ini artinya kita telah menyatakan kerelaan diri sebagai hamba Allah. Poin dari ayat ini adalah tak ada orang yang bisa membuat kita menjadi muslim, kecuali kita datang sendiri pada Allah dan mengucapkan ikrar tersebut.

Oleh sebab itu kata yang dipakai bukan “u’budhu à” jadilah hamba! Tetapi yang digunakan adalah “iyyaaka na’budu à“. Ya Allah kami bersedia jadi hamba-Mu. We make choice to be it.

Ada perbedaan yang signifikan antara menjadi hamba Allah dengan menjadi hamba manusia, meski disini istilahnya sama yaitu Hamba. Inilah beberapa perbedaannya:

PERBEDAAN ANTARA MENJADI HAMBA ALLAH DENGAN HAMBA MANUSIA
HAMBA ALLAH HAMBA MANUSIA
Menjadi hamba  Allah itu artinya  tanpa paksaan. Kita yang mau sendiri.

 

Ingat ayat: Tak ada paksaan dalam masuk Islam.

(QS. Al-Baqarah: 256).

Tidak ada yang mau menjadi budak, jika ada orang yang menjadi budak maka itu karena sebuah keterpaksaan.
Allah mencintai hamba-Nya.

Allah nyatakan cinta-Nya di dalam Al Qur’an terlebih dahulu.

Bahkan Allah menyebutkan tentang cinta yang ekstrim, cinta yang lebih besar dari ekspetasi kita.

Seorang majikan tidak peduli dengan budaknya apalagi mengungkapkan dan menerapkan rasa cinta pada budaknya.
Allah memberi perintah untuk kebaikan kita sendiri. Seorang majikan memberi perintah

pada budaknya  untuk kepentingannya sendiri.

Perhatikan kawan, sebelum ayat “iyyaaka na’budu“, ada ayat “arrahmanirrohim“. Ini artinya Allah terangkan bahwa dirinya adalah Rabb, Allah terangkan bahwa diri-Nya adalah Rabb Rahman dan Rahiim.

Sebelum Allah menerangkan kedudukan kita sebagai hamba, Allah katakan lebih dahulu bahwa Ia memiliki cinta yang sangat besar untuk kita, bahkan cinta-Nya itu lebih besar dari apa yang bisa kita bayangkan. Di dalam Al Qur’an akan kita temui sosok Allah yang mengajak kita berbincang dengan sangat santun, Masya’allah..

*let’s in the next part of ayat.

وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Di sini kita memohon pada Allah untuk diberi pertolongan. Sekarang kita bahas, apa arti kata nasta’in di sini?

Nasta’in” berasal dari kata isti’ana, artinya pertolongan. “Nasta’in” adalah jenis pertolongan yang membutuhkan definisi yang lebih khusus. Ini adalah pertolongan yang bukan tiba-tiba datang tanpa kita melakukan apa-apa. “Nasta’in” adalah sejenis pertolongan yang datang ketika kita sudah berusaha dulu. Nah ditengah usaha itu saat kita sudah tidak berkuasa menangani hal tersebut, pada saat itulah pertolongan Allah datang.

Contohnya: Kita sedang memindah batu besar, setelah mengerahkan sekuat tenaga, terangkatnya batu baru beberapa senti kemudian kita merasa sempoyongan dan mau jatuh karena tidak kuat. Nah Saat itu kemudian datang orang yang membantu menyangganya. Nah bantuan tersebut dinamakan “nastan’in“.

Lain halnya ketika mau mindahin batu tadi, kita hanya diam saja dan menunggu orang-orang datang bantuin kita ngangkat. Jika saat itu tiba-tiba ada orang yang datang buat bantuin ngangkat sebelum kita melakukan usaha apa-apa, itu namanya bukan pertolongan yang bersifat nasta’in.

“Inilah salah satu ayat yang menguatkan diri saya ketika dilanda masalah berat, tidak apa-apa kalau kita merasa tidak kuat tidak apa-apa jika kita merasa mau ambruk, teruslah berusaha. Karena ketika kamu terus berusaha dan mau ambruk, saat itulah pertolongan Allah datang. Karena Allah menyuruh kita meminta dengan kata “nasta’in“, kata yang diwajibkan untuk kita lantunkan dalam setiap rakaat solat, minimal 17 kali dalam sehari. Jadi tidak apa-apa dan merupakan hal yang wajar ketika kita berada di momen yang rasanya mau ambruk. Karena seperti itulah sistem kehidupan ini bekerja.”

Alhamdulillah…  Kurang sedikit lagi pembahasan kita kali ini kawan. Mari kita lanjutkan pada ayat berikutnya.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Al Fatihah jalan lurus

Ayat ini berisi permohonan kita pada Allah agar diberi petunjuk bagaimana menjadi hamba Allah. We need instruction to deserve Allah. Ada beberapa kata yang bisa dipakai selain kata “ihdina” untuk merujuk pada kata ‘petunjuk’. Tetapi pada ayat ini yang dipakai adalah kata “Ihdina” berasal dari kata “huda”. “Ihdina” di sini memiliki makna khusus.

Petunjuk di sini bukan petunjuk yang bersifat informasi saja. Misal ketika kita tersesat di jalan lalu kita tanya sama pak polisi, maka petunjuk dari pak Polisi tadi adalah informasi. Sama seperti GPS atau rambu-rambu petunjuk jalan. Yang tadi saya sebutkan adalah petunjuk yang berupa informasi. Bukan “ihdina“. Informasi hanya kita butuhkan sekali saja. Tapi “ihdina” adalah petunjuk yang selalu kita butuhkan setiap saat.

Sekarang coba amati keadaan ini. Ketika kita mau pergi ke luar kota ke rumah kakak. Kemudian kita tersesat. Lalu kita telepon kakak untuk memberi arahan. Dan kakak kita bilang, “Nyalakan telponmu. terus ya, Saya akan menemanimu terus. Dan sepanjang perjalan kita dipantau oleh kakak kita. Kakak selalu ingin tahu keadaan kita. Ditelpon ia bertanya, di jalan kamu lihat apa? Ada di belokan berapa? Ada di rambu-rambu lalu lintas seperti apa?” Dan kita merasa tenang karena terus dipandu kakak yang mengerti jalan.

Nah inilah yang dinamakan “ihdina“. “Ihdina” adalah suatu kondisi di mana Allah akan memantau, mengawasi kita, mendampingi kita dan memberi arahan di setiap kondisi di setiap perjalanan sampai kita tiba pada tempat tujuan. “Ihdinas sirotol mustaqim” memiliki makna: “Ya Allah, guide me trough the straight path. Guide with me as i am traveling. So i am not travelling alone. How wonderful, How beautifull they are…

Alhamdulillah, sudah sampai pada ayat terakhir.

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Al Fatihah Engkau beri nikmat

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan Jalan orang yang diberi nikmat adalah orang yang memperoleh hidayah, takwa dan istiqomah. Sedangkan yang dimaksud “al maghdhubi” adalah orang yang dimurkai Allah, merujuk pada orang Yahudi. Sedangkan yang dimaksud “dholiin“/orang sesat merujuk pada orang Nasrani.

Di sini titik fokusnya adalah sifat-sifatnya. Pada sifat orang-orang Yahudi sebagai orang yang sudah tahu ilmu pengetahuan tetapi tidak mau melaksanakannya. Sedangkan sifat agama Nasrani adalah yang tidak memiliki ilmu pengetahuan sehingga mereka mengalami kesesatan. Di sinilah letak peran penting bagaimana kita harus selaras dalam memiliki knowledge and action.

Yang sering salah ditafsiri banyak orang, kita menyangka bahwa label dimurkai Allah dan sesat hanyalah ditujukan pada orang Yahudi dan Nasrani. Padahal tidak seperti itu. Allah menyuruh kita untuk memohon perlindungan dari sifat tersebut di dalam solat, ini berarti kita mempunyai potensi yang besar untuk tergelincir menjadi sesat dan dimurkai Allah seperti yang terjadi pada orang Yahudi dan Nasrani.

Hal ini pula yang menjadi kekhawatiran Rasulullah pada kita. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, Di dalam suatu riwayat HR Bukhari Muslim berikut:

Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Musim – Shahih)

Okey Guys, Alhamdulillah we have done!

Yang saya tulis tadi adalah secuplik keindahan makna dalam surat Al Fatihah. Iya, Al Fatihah yang sering kita baca sambil menguap dan sambil memble, ternyata mempunyai makna yang begitu dalam. Di sana ada pernyataan cinta Allah yang begitu mendalam. Di sana diingatkan tentang pertanggungjawaban kita, di sana pula kita melantunkan doa-doa yang sangat kita butuhkan.

Sampai di sini saya merasa betapa Allah begitu Menyayangi kita, begitu humble dan lembut dalam mendekati, mendidik dan membimbing kita. Allah itu Tuhannya dan Allah sendiri pula yang mengajari kita bagaimana menggunakan kata-kata untuk berdoa kepada-Nya. Masya’allah.

Sebagaimana yang Allah firmankan,

Shaad 29

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS Shaad ayat 29)

Sebagaimana yang kita bahas di part pertama, Bahwasannya Qur’an itu seperti teman. Sebagaimana teman karib yang kita miliki, kita akan mengetahui karakternya setelah rela membersamainya dan memahaminya sekian lama. Semoga Allah mudahkan kita untuk memiliki tekad yang kuat untuk selalu mendekatinya, agar bisa menangkap begitu lembut cinta-Nya dalam setiap eja Kalam-Nya.

Because Every single Al Quran’s word is so presticious, we could do deep thinking of each ayat.

——————————-

Sumber referensi:

1. Tafsir Ibnu Katsir Al Fatihah

Link: https://ummiabi.files.wordpress.com/2009/08/9248599-ibnu-katsir-tafsir-ibnu-katsir-i.pdf

2. The Ayah Ar-Rahman | Quran Gems, Nouman AliKhan

Published on YouTube by: FreeQuraneducation

3. Rediscovering Surat Al Fatihah part, 2, 3 / Nouman Ali Khan

Link Part 2:

Link part 3:

4. Surah Al Fatihah-Quran Gems, Nouman Ali Khan

Published on YouTube by: FreeQuraneducation

Link:

5. Kajian Sabtu Pagi Ramadhan – Ust. Salim A. Fillah

Published on YouTube by: IMCV surau kita

Link:

————————

Tulisan ini dari Arkandini Leo, http://www.jalanpenghafal.com/2015/04/menemukan-kembali-keindahan-alfatiha-2.html

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s