[Transkrip Indonesia] Ayat dalam Konteks – Eksklusif Ramadan – NAK


Al-Quran sangat peka terhadap konteks. Studi yang sangat mengagumkan. Sebuah kemalangan bagi Al-Quran jika kita memahaminya secara dangkal. Kalimat itu berbunyi, “Tak ada keraguan bagi mereka orang yang tak beriman.

Banyak yang berasumsi saat Allah menyebut “mereka yang tak beriman”, maksud-Nya adalah non-Muslim.

Dia membicarakan mereka yang tidak termasuk kaum muslim. Dan apa yang akan dikatakan-Nya tentang para non-Muslim?

…sawaa un alaihim…” (QS Al Baqarah ayat 6)

Sama saja bagi mereka. Tidak penting untuk mereka. Semua saja bagi mereka.

…andzartahum am lam tundzirhum…” (QS Yasin ayat 10)

Apakah kau memberi mereka peringatan, maksudnya Rasulullah sallallaahu alaihi wassallam. Jika kau, bahkan seorang Rasul, memberi mereka peringatan atau tidak. Apakah kau memberi mereka peringatan atau tidak.

Laa yu’minuun.” (QS Al Baqarah ayat 6)

Mereka tidak akan beriman.

Jadi maksud dari ayat ini adalah mereka yang non-Muslim tidak akan pernah beriman. Tidak ada harapan bagi mereka. Benarkah itu? Bukankah ada non-Muslim yang datang kepada Islam setiap harinya?

Bagaimana Allah mengatakan, “Inna ladziina kafaruu…” (QS Al Baqarah ayat 6)

Setelah istinaf (penekanan di depan), kalimat dasarnya adalah “Inna ladziina kafaruu laa yu’minuun.

Mereka yang tak beriman tak akan beriman. Ada kata “inna” di depannya, tak ada keraguan di dalamnya. Mereka yang tak beriman tak akan pernah beriman. Bagaimana ayat ini dimengerti menurut aslinya dan bahkan di dalam konteksnya?

Pertama, saya akan membacakan Anda sesuatu dari tafsir.

Shighotu liljam’ ma’lamu ta’rif wa hiya lil istighroq bizhohirihi tsumma innahu laa lidza’a fi annahu laysal murod minha hadza zhohir.

Imam Razi, Kasyaf, Ibnu Katsir, banyak sekali yang berpendapat hampir sama. Mereka berpendapat di sini Allah menggunakan bentuk jamak “mereka yang tak beriman”.

Walaupun sepertinya ayat ini membicarakan mereka semua yang tak beriman. Jika Anda tak memperhatikan, maka sepertinya begitu. Tetapi, tidak ada perbedaan pendapat selama sejarah cendekia kita bahwa ayat ini tidak seluruhnya tentang orang tak beriman. Tidak seluruhnya tentang orang yang beriman pada Islam. Bukan “laisa dzalik“, bahkan ia memberikan contoh dengan mengatakan, “innannaasa yu’dzuuna nii.

Bukankah Anda sekalian terkadang berkata, “Sesungguhnya orang-orang telah menyakitiku.

Apakah maksud Anda semua orang yang ada di bumi atau sebagian orang? Maksud Anda sebagian orang, tetapi Anda tak mengatakan itu. Anda hanya berkata, “Orang-orang telah menyakitiku.

Saat saya tertekan, saya keluar kelas sambil mengatakan, “Pelajar adalah orang bodoh.

Apa maksud saya semua pelajar di bumi atau sebuah kelas tertentu yang membuat onar dalam waktu tertentu. Jika memang begitu, saat itu saya akan menggunakan bahasa yang umum. Apakah Anda paham?

Ini sebenarnya adalah cara untuk mengungkapkan rasa frustrasi seseorang. Kemarahan Allah Azza wa Jalla terkandung di dalamnya, karena Dia mengatakan tidak hanya “inna shinfan minal kaafiriin.” (sesungguhnya segolongan dari orang kafir).

Sebuah kelompok tertentu di antara kaum kafir. Itu maksud saya. Dia mengatakan, “Alladziina kafaruu.” (QS Al Baqarah ayat 6)

Allah membicarakan tentang mereka dengan nada marah. Mereka yang menunjukkan tidak adanya iman. Tak akan ada perbedaan. Jadi, bacalah ini dari Ibnu Katsir Rahimahullah.

Innahum ruasaul yahud almu’ridhuuna lladzina washafahumullahu ta’ala biannahum yaktumuuna lhaq wa hum ya’lamuun.” (sesungguhnya mereka para pemimpin Yahudi yang menolak, yang disifati oleh Allah, bahwa sesungguhnya mereka menutupi kebenaran dan padahal mereka mengetahuinya.)

Bahkan ada satu pendapat di antara para sahabat bahwa ayat ini ditujukan kepada para pemimpin kaum Yahudi, sebagai oposisi garis keras mereka, kemudian Allah mendeskripsikan mereka, walaupun mereka telah mengetahui kebenaran tetapi mereka tetap menyangkalnya.

Wa huwa qaulu ibnu abbaasi radhiyallahu ta’ala anhuma.

Ini yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu ta’ala, bahkan Ibnu Abbas, mufassir Al-Quran Radhiyallahu ta’ala anhuma, mengatakan bahwa ini tidak semuanya orang tak beriman.

Di dalam pemikirannya, justru ini adalah para pemimpin kaum Yahudi di Madinah. Itu yang dimaksud. Sangat penting untuk memahami masalah ini. Karena jika Anda hanya membaca terjemahan dari Al-Qur’an, pertanyaan muncul di benak Anda, pada dasarnya Allah telah mencoret nama semua non-Muslim. Selesai. Tamat. Ini terjadi saat Anda tidak mengambil keseluruhan konteks Al-Qur’an. Konteks sejarah dan tekstual.

Sekarang pahami yang berikut ini. Ada dua kelompok yang sangat penting untuk dibedakan. Mereka yang tak beriman sudah ada di Mekah. Kaum Quraisy. Mereka sangat tak beriman sehingga rela membunuh sang Nabi, ya atau tidak? Dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam hampir gagal melarikan diri dari Mekah dan berhasil tiba Madinah. Jadi, saat Al-Quran berpendapat bahwa tidak ada harapan bagi mereka sangat dimengerti sampai taraf tertentu. Saya tak akan meneruskannya dulu, tetapi sampai taraf tertentu bisa dimengerti.

Kelompok kaum tak beriman yang dimaksud Allah dalam ayat ini adalah kaum yang di Madinah, yang secara tepat disebutkan oleh orang seperti Ibnu Abbas, berasal dari kaum Yahudi, mereka memahami pesan dari Al-Qur’an, membiasakannya, mereka bahkan mengenali semua yang dikatakan dalam Al-Qur’an seperti mereka mengenali anak mereka sendiri, tetapi mereka menjadi musuh bebuyutan dan bahkan mereka bekerja sama dengan musuh Islam di Mekah. Mereka saling bekerja sama. Mereka juga merupakan “Alladzina kafaruu” (orang-orang yang kafir). Mereka telah memutuskan.

Tetapi, kedua kaum kafir ini berada dalam kategori yang berbeda. Kaum kafir Mekah dan kaum kafir Madinah adalah dua kategori yang berbeda, Sangat penting untuk memahami perbedaannya. Kaum kafir Mekah, apakah mereka mengetahui soal wahyu sebelumnya? Tidak. Jadi, saat mereka menolak wahyu, saat mereka menolak akhirat, saat mereka menolak iman, mereka menolaknya berdasarkan kebodohan dan keangkuhan.

Kaum kafir Madinah, apakah mereka mengetahui soal wahyu sebelumnya? Ya. Mereka bahkan tak menerima kitab mereka. Mereka bahkan menyangkal akhirat yang ada dalam kitab mereka. Mereka bahkan menyangkal nabi yang ada dalam kitab mereka. Bagaimana mereka bisa menerima Rasulullah salallahu alaihi wassalam? Mereka sudah membencinya karena dia tidak berasal dari kaum mereka. Sudah terwujud rasisme di sana.

Bahkan sebelum itu, apa yang mereka lakukan dengan kitab mereka? Al-Quran, dalam Al Baqarah, akan membahas cara mereka memperlakukan kitab mereka. Jadi, saat Allah mengatakan, “Inna ladziina kafaruu” (sesungguhnya orang-orang yang kafir) dalam ayat ini (QS Al Baqarah ayat 6).

Mereka menunjukkan kekafiran mereka tidak hanya di depan Rasulullah, mereka menunjukkan kekafiran mereka tidak hanya di zaman nabi salallahu ‘alaihi wassalam, mereka telah menunjukkan kekafiran dari sebelumnya. Mereka telah menyangkal ini semua dari sebelumnya.

Saat penegasan tiba, bukan suatu kejutan bahwa tidak masalah apakah Anda sudah memperingatkan mereka atau tidak, mereka tetap tidak akan beriman. Mereka terus melakukannya. Itu sangat mengganggu mereka, usaha keras mereka dalam menghapusnya dari kitab mereka. Akhirat. Mereka berusaha keras menghapusnya dan Al-Quran terus menerus memperingatkan mereka akan hal itu, sampai di suatu titik dalam surat Al-Baqarah, apa yang mereka katakan?

Yawaddu ahaduhum lau yuammau alfa sanah.” (QS Al Baqarah ayat 96)

Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. Mengapa?

…wa ma huwa bi muzahzihihi minannnar an yuammar.” (QS Al Baqarah ayat 96)

Padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa.  Aku akan tetap membawamu ke akhirat.

Karena mereka berusaha menghindari pokok permasalahan itu, Allah terus memperingatkan mereka tentang itu. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan gaya bahasa ayat ini. Allah mengatakan, “a andzarta hum” (QS Al Baqarah ayat 96)

Walaupun kau memperingatkan mereka atau tidak. Rasulullah tidak hanya memperingatkan. Dia membawa berita baik dan mengajar. Dia berdakwah.

Adda autahum, abba syartahum, al alamtahum.” (engkau dakwahi mereka, engkau beri kabar gembira pada mereka, engkau ajari mereka)

Banyak kata kerja yang bisa digunakan.

Tetapi, saat Anda memberi peringatan. Apa maksud dari kata “peringatan”?

Maksud dari peringatan adalah hukuman. Maksud dari peringatan adalah akibat. Dan kapan akibat yang terakhir berlaku bagi orang  beriman? Di akhirat. Jadi, bahasa ayat ini tersusun secara sempurna, menyebut mereka yang menyangkal akhirat.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s