Allah mengatakan sesuatu. Allah mengatakan sesuatu. Dan anak-anak kita hadir di kelas minggu, di dalam masjid, di dalam rumah Allah. Tidak peduli seberapa besar keinginanmu agar mereka percaya (beriman), mereka tidak akan percaya (beriman).
Mereka hanya mengatakan apa yang kamu ingin dengar. Apa yang mereka ucapkan hanya ingin membuat Anda senang. Itulah krisis keimanan. Ini adalah sebuah krisis yang sangat besar. Kita harus mengerti bagaimana menangani krisis ini.
Semua masalah lain yang kita miliki bagi pemuda, dan seandainya kalian ingin membuat daftarnya dan ingin memiliki program untuk mengatasi itu, misalnya mengatakan Facebook itu fitnah (cobaan), YouTube itu fitnah. Bagaimana internet adalah fitnah, berjalan keluar rumah adalah fitnah, sekolah adalah fitnah, mall adalah fitnah, teman-temanmu adalah fitnah, mobilmu adalah fitnah, handphonemu adalah fitnah.
Ya Allah, yang benar saja. Jika sampai seperti itu bahkan oksigen akan menjadi fitnah di titik itu, ya kan? Daftarnya akan terus bertambah. Saya hanya mengatakan daftar-daftar itu tidak berguna.
Saya berpendapat daftar-daftar itu hanyalah kedok belaka. Kita harus bisa melihat apa yang ada dibaliknya. Dan melihat apa masalah utamanya. Dan masalah utamanya adalah krisis iman. Kita harus memahami masalah itu. Dan masalah itu adalah pemuda sekarang tidak memiliki rasa percaya diri. Tidak bangga, tidak jatuh cinta, dengan agama Islam.
Mereka tidak yakin dengan Qur’an, mereka tidak yakin bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah contoh terbaik. Tidak ada seorangpun yang lebih berhak dicintai selain beliau. Tidak ada seorangpun yang lebih berhak untuk diikuti selain beliau, tidak seorangpun.
Ini kisah ketiga yang saya punya, yang juga bagian dari krisis keimanan. Saya yakin cerita ini terjadi di konvensi ICNA, ini juga… Kami sedang berangkat menuju konvensi ICNA, dan kalian tahu saya biasa membawa seluruh anggota keluarga, 20 orang itu seluruhnya. Saya punya 6 orang anak, bahkan kadang-kadang saya tidak tahu berapa jumlah mereka. Tapi abaikan saja itu…
Jadi kami terbang bersama, anak saya masih kecil-kecil, mereka pendek, jadi mereka tidak bisa melihat apa yang dibalik kursi di depannya. Mereka masih kecil dan mereka duduk di sana, dan saya beserta istri sedikit lebih tinggi sehingga kami bisa melihat layar yang ada di depan kami.
Dan ada sebuah film yang diputar, sebetulnya kami tidak ingin menontonnya, tapi ia ada tepat di hadapanmu. Dan alhamdulillah kami tidak membawa earphone sehingga filmnya seolah menjadi film bisu dan film yang diputar adalah film dokumenter dari Justin Bieber.
Ya, coba bayangkan itu. Untungnya itu hanya sebuah film bisu. Jadi film ini diputar, dan saya berusaha sebisa mungkin untuk tidak melihatnya. Tapi saya sulit bagi saya untuk menahannya. Saya tidak tahan karena mereka menunjukkan bagaimana anak-anak datang dan menyanyikan lagu-lagunya dan wanita-wanita muda yang ada di bangku penonton berteriak histeris.
Saya bisa menerkanya, mereka berkata, “Kami sangat mencintaimu, kami rela mati untukmu.”
Bahkan ada seorang ibu yang membawa anaknya ke konser itu. Kemudian ada seseorang yang memberikan voucher dan berkata, “Kau bisa bertemu dengannya di belakang panggung, kau harus melihat keluarganya.”
Dan reaksi mereka tentu sangat girang dan melompat kesana kemari, dan ketika melihat video itu aku hanya bergumam,
“Oh man, orang-orang ini tidak punya panutan.”
“Orang seperti ini yang mereka jadikan panutan (Bieber -red).”
Mereka sangat bahagia dengan ini. Mereka sangat bahagia dengan hal ini, betapa menyedihkannya hidup ini. Dan cuplikan berikutnya ada seorang wanita muslim, dia menggunakan hijab, dia diberikan voucher itu dan dikatakan kepadanya,
“Kau akan bertemu Justin Bieber.”
Dan kemudian dia berlari mengitari setiap pohon dan memeluknya seperti orang gila. Dan dia bukan satu-satunya wanita muslim, yang akan bertingkah seperti itu. Bukan hanya dia.
Jangan berkata, “Astaghfirullah, muslim macam apa itu?”
Itu normal, oke? (Banyak gadis muslim juga bersikap yang sama saat ini -red)
Jadi sekarang, kita punya krisis bukan cuma soal keimanan, tapi juga buah dari keimanan itu sendiri. Apa saja buah dari keimanan? Keimanan itu sendiri adalah bukti bahwa Islam itu benar, ya kan?
Itulah keimanan itu sendiri, kau yakin bahwa Islam itu benar. Tapi di samping itu, selangkah di atasnya lagi adalah kau bangga dengannya. Dan konsekuensi dari hal itu adalah segala sesuatu yang “tidak Islam” tidak lagi menarik perhatianmu. Segala sesuatu yang bertentangan dengan Islam, tidak hanya kau sudah tidak tertarik dengannya. Kau merasa sedih dengan orang yang tertarik dengannya. Kau melihatnya seolah-olah itu terjadi pada dirimu.