[Transkrip Indonesia] Doa Nabi Sulaiman – Nouman Ali Khan – Malaysia Tour 2015


A’uudzubillaahi minasy syaithaanir rajiim(i). Qaala rabbighfir lii wa hab lii mulkan laa yanbaghii li’ahadin min ba’dii, innaka antal-wahhaab(u). Rabbisyrah lii shadrii, wa yassir lii amrii, wahlul ‘uqdatan min lisaanii, yafqahuu qaulii. Alhamdulillaah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa rasuulillaah wa’alaa alihi washahbihi ajma’iin(a). Tsumma ‘ammaa ba’du. Sekali lagi hadirin, assalaamualaikum wa rahmatullah wabarakatuhu.

Memudarnya Transparansi Ulama

Salah satu hal yang dilakukan Qur’an untuk saya, dalam perjalanan saya, dan terus membentuk cara saya berpikir tentang kenyataan. Komentar Allah seringkali mengubah sikap saya terhadap hal yang saya kira sudah saya ketahui. Salah satu pernyataan yang sangat luar biasa dalam Qur’an tentang berefleksi secara dalam terhadap Qur’an adalah “A fa laa yatadabbaruunal-qur’aana am alaa quluubin aqfaaluhaa.” (QS Muhammad ayat 24)

Tidakkah mereka berefleksi dalam terhadap Qur’an ataukah kunci terpasang di hati mereka? Dan ini adalah pernyataan yang sangat dalam, mengapa Allah mengatakan alasan mereka tidak berefleksi kepada Qur’an? Karena ada kunci yang terpasang pada hatinya.

Hal ini punya banyak arti, salah satu yang ingin saya bagi dengan Anda, adalah kadang sudah Anda punya gagasan tentang makna ayat ini atau sudah memutuskan apa yang boleh dan tidak. Anda sudah memutuskan tentang bagaimana berpikir tentang sesuatu, atau bagaimana tidak berpikir begitu tentang sesuatu, yang mungkin berasal dari budaya Anda. Mungkin dari latar belakang Anda, kuliah yang Anda dengar atau semacamnya…

Dan itu menjadi bagian diri Anda, bagaimana Anda berpikir. Qur’an memaksa Anda, saat berefleksi untuk membuka kunci terhadap segala sesuatu yang ada dalam hati Anda. Biarkan Allah mendiktekan apa kesimpulan Anda sebaiknya. Ini tak bisa didiktekan oleh hal lain.

Saya sudah melihatnya pada orang yang mencoba mempelajari buku Allah (Quran -red), mereka mencoba mempelajari arti ayat-ayat ini. Dan mereka berkata, “Tidak, tidak, tunggu…yang kami pelajari ini artinya ini…atau…yang kami pelajari ini artinya x… Tapi ayat itu berkata tentang y, bukan x. Tak masalah karena kami sudah mempelajari bahwa itu x… Jadi Anda tak bisa mempertanyakannya lagi…

Salah satu mentor saya, Dr. Akram Nadwy suatu ketika mengatakan kepada saya, kami berdiskusi tentang Qur’an dan hadits. Jika orang-orang sudah biasa melakukannya dengan hadits, maka Qur’an menjadi lebih mudah. Jadi dia bercerita bahwa dia bicara dengan beberapa ulama, para cendekia mendiskusikan beberapa isu, lalu dia bertanya, “Bagaimana dengan hadits ini?

Salah satu ulama berkata, “Tidak, tidak, saya tahu hadits ini, tapi tidak… fatwa ini tetap berlaku.

Lalu syekh ini (Dr. Nadwy) mengutip salah satu cendekia yang mereka hormati. Kemudian semua orang langsung berkata, “Ya, itu masuk akal.

Dr. Nadwy berkata, “Tunggu, saat saya memberi tahu Anda hadits dengan topik yang sama Anda semua menolaknya, tapi saat saya berkata ‘ulama ini yang berkata begitu, Anda semua langsung setuju, tak ada yang punya masalah dengan itu.

Jadi ada rasa hormat pada ulama. – Anda tahu mengapa kita menghormati pada cendekia? Karena mereka berusaha yang terbaik untuk memahami buku ini (Quran -red) dan melakukan yang terbaik untuk memahami sunnah.

Tapi saat mereka memberi kita jawaban, Anda tahu dalam matematika seperti kalkulus, Anda punya 4 halaman hitungan baru kemudian jawabannya, bukan? Bagi sebagian orang mereka hanya peduli jawabannya, bagi siswa apa yang dipedulikannya? Bagaimana proses memperoleh jawaban. Prosesnya seperti apa, kita harus memahami prosesnya. Muslim sekarang malah lebih tertarik dengan jawabannya.

Kita kehilangan ketertarikan pada prosesnya, “Jangan beri tahu detilnya, hasilnya saja.

Masalahnya, kadang-kadang apakah mungkin seorang guru melakukan sedikit kesalahan? Atau mereka belum mempertimbangkan semuanya, jadi mereka memberi jawaban. Tapi mungkin jawaban itu harus dibahas kembali. Apakah bisa terjadi? Ya, tentu saja. Dan sebagai siswa adalah tugas kita untuk memahami tak hanya jawaban, tapi juga proses.

Ini makin buruk dalam umat ini, hingga saat kita bertanya pada seseorang seperti apa prosesnya sehingga mereka bisa menyimpulkan demikian, mereka tersinggung. “Siapa Anda berani bertanya tentang prosesnya? Anda seorang cendekia? Anda punya hak untuk bertanya?

Tidak, umat ini biasanya selalu transparan. Para ulama bahkan di antara mereka sendiri biasanya selalu transparan, tak ada yang bertanya, “Siapa Anda sehingga berani bertanya?

Apa kualifikasi Anda?

Saat transparansi itu memudar, penghormatan kepada para cendekia ikut memudar. Faktanya kalangan cendekia kita bisa mempertahankan kehormatannya yang tinggi karena mereka transparan. Bukan karena mereka mengira tak perlu memberi jawaban atau penjelasan. Tapi sebaliknya.

Sekarang orang-orang berpikir, jika kita mempertahankannya dan tidak pernah mempertanyakannya, inilah satu-satunya cara kita menjaga kehormatannya. Tapi sebenarnya sebaliknya. Masyarakat secara luas mulai kehilangan rasa hormat kepada orang-orang ini. Mereka pikir mereka tahu semua, mereka tak mau menjelaskan apa-apa, dan kita semua tolol. Sebagian besar masyarakat menjauh dari ulama.

Antara Dunia Dan Akhirat

Saya bicarakan ini sebagai pendahuluan, tapi apa yang sebenarnya ingin saya sampaikan pada Anda adalah satu doa yang merubah sikap saya tentang banyak hal. Sesuatu yang mempengaruhi saya dan banyak orang. Saya melakukan perjalanan dan bertemu anak muda yang berkata, “Ustadz, saya kuliah di teknik, saya merasa bersalah.

Mengapa kamu merasa bersalah?

Karena saya belajar teknik, itu dunia, saya mempelajari dunia. Doakan agar orang tua saya tidak menyuruh saya masuk fakultas teknik, agar saya bisa belajar agama. Karena saya tak menginginkan dunia, saya menginginkan agama.

Yang lain berkata, “Saya punya pekerjaan, saya merasa sangat bersalah.

Mengapa kamu merasa bersalah?

Karena saya seorang akuntan.

Baiklah, Anda memang harus merasa bersalah.

Hehehe…

Karena yang saya lakukan adalah mencatat pajak, keuangan perusahaan, ini dan itu… Saya menghabiskan 9 jam untuk itu, tapi hanya 1 jam untuk membaca Qur’an. Saya cuma sebentar berada di masjid dan selebihnya saya habiskan untuk bekerja. Saya merasa sungguh buruk.

Anda kira apa yang dilakukan petani? Mereka lebih banyak bekerja dibanding Anda. Anda pikir apa yang dilakukan orang lain? Apa diinginkan Allah dari kita? Meninggalkan pekerjaan untuk membaca Qur’an sepanjang hari?

Beberapa orang memiliki sikap seperti itu. Jika saya mempelajari agama seharian, saya akan jadi orang baik. Tapi jika saya lakukan hal lain, saya bukan orang baik. Jika saya mencari sesuap nasi, punya usaha, kuliah, maka saya bukan orang baik. Subhanallah… ini benar-benar keliru. Sangat jauh dari gambaran yang dilukiskan Allah dalam Qur’an. Saya bahkan tidak bisa memulai penjelasannya.

Mengapa buku ini (Quran -red) mengungkung Anda dalam perpustakaan, universitas, masjid siang malam, jika buku ini menyuruh Anda melihat langit.

Qul siiru fil-ardhi.” (ada 4 surat mengandung ayat ini, salah satunya QS Al An’aam ayat 11)

Berjalanlah di permukaan bumi.

Jika Anda ingin mengetahui tafsir dari “Berjalanlah di muka bumi,” tak akan Anda peroleh dari Ibn Katsir, Qurtubi, atau Ibn ‘Asyur rahimahumullah. Di mana akan Anda peroleh tafsir dari, “Pergilah berjalan di muka bumi?

Dengan pergi melakukan perjalanan di muka bumi. Dari mana akan Anda peroleh tafsir dari, “A wa lam yarau ilath-thairi fauqahum shaaffaatin wa yakbidhna?” (QS Al Mulk ayat 19)

Tidakkah mereka melihat burung di atas mereka? Mengembangkan dan menguncupkan sayap mereka. Bukan analisis tata bahasa yang akan memberi tahu Anda apa arti ayat ini. Anda pergi dan mengamati bagaimana burung mengembangkan sayapnya dan berkata, “Wow!

Allah ingin Anda mengalami kehidupan. Cara-Nya untuk mengajari Anda; Anda kembali ke buku ini (Quran -red), lalu buku ini mendorong Anda kembali ke dunia. Sedangkan dunia luar mendorong Anda kembali ke buku ini. Lalu buku ini kembali mendorong Anda ke dunia. Anda akan beredar di antara ayat penciptaan dan wahyu. Itulah proses Qur’an.

Memohon Dunia Untuk Menyelamatkan Akhirat

Jadi salah satu ayat ini sangat luar biasa, adalah doa Sulaiman (‘alaihissalam). Ketika nabi berdoa, mereka berdoa untuk akhirat, doa untuk ampunan, bukan? Mereka berdoa untuk generasi berikutnya, bukan? Dengarkan doa ini…

Qaala rabbighfir lii.” (QS Shaad ayat 35)

Katanya, Tuhanku ampunilah aku.

Wa hab lii mulkan.” (QS Shaad ayat 35)

Dan beri aku hadiah kerajaan, beri aku hadiah semacam kerajaan.

Laa yanbaghii li’ahadin min ba’dii.” (QS Shaad ayat 35)

Yang bahkan tidak pantas untuk mereka yang datang sesudahku.

Beri aku kerajaan yang besar, yang bahkan tak pantas untuk siapapun manusia yang datang sesudahku untuk memperolehnya.

Innaka antal-wahhaab(u).” (QS Shaad ayat 35)

Engkaulah yang senantiasa memberikan hadiah.

Apa yang diminta Sulaiman (‘alaihissalam)?

Pertama, ampuni aku.

Kedua…– yang mengejutkan saya -, apaaaa? Dia meminta sebuah kerajaan. Ok, menurut standar kita itu adalah dunia… kedengarannya seperti dunia, bukan? Dan tak hanya dunia, dia tidak berkata beri saya dan orang lain, tapi dia berkata apa? Beri aku sangat banyak, beri aku sesuatu yang tak pantas untuk orang lain. Jadikan apa yang Engkau berikan itu unik (hanya) bagiku di mana? Di dunia.

Bagaimana mungkin ini pantas? Sepertinya dia hanya meminta untuk dunia… Keindahan doa ini yang pertama adalah prioritas utamanya, “Ya Rabb, ampuni aku.

Jika Anda memahami, “Ya Rabb ampuni aku.” Maka yang lainnya akan masuk akal.

Jika Anda tak memahami, “Ya Rabb ampuni aku.” Anda takkan paham sisa doa ini.

Seorang manusia hanya bisa mencapai batas tertentu di dunia ini. Saya hanya akan hidup sekian tahun, lalu saya akan meninggalkan dunia ini, suka tak suka, waktu saya habis. Waktu saya habis, malaikat muncul, perjanjiannya tertulis di sana, tak bisa diundurkan. Satu-satunya yang hidup setelah saya pergi adalah apa? Sejauh akhirat dan ampunan saya diperhitungkan.

Saya bisa membaca astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah. Saya bisa menangis memohon taubat kepada Allah hanya sekian tahun, hanya sekian kali. Tapi apa yang bisa menolong saya memperoleh ampunan Allah bahkan setelah saya mati? Ini disebut sadaqah jariah, bukan? Sesuatu yang baik yang Anda tinggalkan.

Hadits mengatakan sadaqah jariah bisa berupa uang. Salah satu bentuk yang indah dari sadaqah jariah adalah apa? Anak-anak Anda yang beramal sholeh sepeninggal Anda, bukan? Allah memberikan berkah berbeda kepada orang yang berbeda, beberapa orang memiliki uang tapi tidak anak, beberapa orang memiliki anak tapi tidak memiliki uang.

Tapi, “Al-maalu wal-banuuna ziinatul-hayaatid-dunyaa.” (QS Al Kahfi ayat 46)

Uang dan anak adalah bagian keindahan dunia, bukan?

Allah memberi orang tertentu kemampuan tertentu, dan yang lain kemampuan yang lain. Jika Anda mempelajari para nabi di dalam Qur’an, mereka memiliki bakat yang berbeda. Mereka memiliki kepribadian dan kemampuan khusus yang berbeda. Mereka memiliki keunggulan yang berbeda.

Sulaiman (‘alaihissalam) memiliki kecakapan khusus dalam memerintah. Dia paham bagaimana caranya memerintah. Dia tahu cara mengendalikan. Dia bahkan tahu cara mengendalikan pemberontakan siapa? Jin. Dia bisa melakukannya. Jadi dia memiliki kecakapan luar biasa untuk memerintah. Dan mengendalikan sumber daya dan meletakkan masing-masing hal sedemikian rupa agar berjalan.

Apakah itu kualitas yang biasa saja atau sangat jarang? Semakin besar kekuasaan yang Anda peroleh di pemerintahan, semakin besar kerusakan yang Anda peroleh. Semakin besar otoritas mutlak yang Anda peroleh, semakin besar masalah yang Anda hadapi. Kekuasaan mutlak, mutlak kerusakannya. Salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah manusia adalah Fir’aun. Contoh yang relevan bukan?

Sulaiman (‘alaihissalam) berada dalam posisi yang unik. Dia memiliki kerajaan dan tahu cara menggunakannya selamanya. Sadaqah jariah seperti apa yang bisa ditinggalkannya? Tak tertandingi. Dia melihat sebuah kesempatan untuk akhiratnya, untuk disesuaikan dengan bakat yang diberikan Allah padanya. Bakat yang diberikan Allah kepadanya sangat luar biasa. Dia memiliki kerajaan yang sangat megah, pengendalian yang luar biasa, stabilitas yang luar biasa di kerajaannya. Atas manusia dan jin.

Lalu dia berkata, “Ya Allah, luaskan wilayah ini untuk saya, beri saya kerajaan yang melebihi ini seperti yang takkan Engkau berikan kepada orang lain setelah saya, karena saya tahu apa yang diberikan Allah kepada saya.

Anda harus memahami satu hal lagi tentang Sulaiman (‘alaihissalam) dari perspektif Qur’an. Sulaiman (‘alaihissalam) adalah anak siapa? Anda tahu? Daud (‘alaihissalam). Anda tentu tahu sesuatu yang spesial tentang Daud (‘alaihissalam).

Ada sebuah hadits tentang Daud (‘alaihissalam). Adam (‘alaihissalam) diperlihatkan nama dari setiap manusia. Ketika kita semua adalah ruh, Adam (‘alaihissalam) dikenalkan dengan kita semua, dia tahu nama kita semua.

Wa ‘allama aadamal-asmaa’a kullahaa tsumma ‘aradhahum.” (QS Al Baqarah ayat 31)

“’Aradhahum,” merujuk kepada nama setiap individu. Ini luar biasa, Bapak kita tahu semua nama kita. Tak hanya kita kenal namanya, tapi dia juga kenal kita. Dan dia juga tahu kualitas kita, karena dalam bahasa Arab ism juga merupakan kualitas. Jadi dia kenal Anda dan kepribadian Anda. Berapa banyak orang yang datang setelahnya? Adam (‘alaihissalam)? Tak terbayangkan bukan?

Dan dia menunjuk salah satunya, dia bertanya, “Siapa itu?

Itu anakmu Daud.

Beri dia 40 tahun umur saya, panjangkan umurnya.

Siapa yang dipilihnya dari mereka semua? Daud. Tahukah Anda apa yang menakjubkan di dalam Qur’an? Kata khalifah hanya muncul 2 kali; untuk Adam dan Daud. Itu saja, tidak untuk nabi yang lainnya. Qur’an menjawab pertanyaan yang muncul dari hadits tadi.

Hadits berkata Adam (‘alaihissalam) tidak memilih Ibrahim (‘alaihissalam), Nuh (‘alaihissalam), atau Rasul (shallallahu alaihi wa sallam) atau yang lainnya. Tapi dia memilih siapa? Daud… mengapa? Karena dia melihat ada suatu kesamaan dengannya, apa itu? Allah menjadikan Adam (‘alaihissalam) khalifah di bumi, begitu juga Daud (‘alaihissalam).

Yaa daawuudu innaa ja’alnaaka khaliifatan fil-ardhi.” (QS Shaad ayat 26)

Daud (‘alaihissalam) istimewa.

Daud (‘alaihissalam) adalah seorang khalifah, tapi siapa anaknya? Sulaiman (‘alaihissalam). Jadi Sulaiman (‘alaihissalam). bukan hanya seorang nabi, tapi anak nabi yang istimewa. Seorang nabi yang merupakan? Seorang khalifah, seorang pemimpin dan pemerintah sekaligus. Jadi pendidikannya memberinya pengetahuan tentang wahyu, juga pengetahuan untuk hidup dengan wahyu itu tak hanya di tingkat individu, keluarga, atau komunitas, tapi pada tingkat keseluruhan pemerintahan. Dia dibesarkan dalam sistem itu. Bahkan sebelumnya sebagai anak, dia dibesarkan dalam sistem itu, Dan akhirnya Allah menganugerahinya kenabian.

Jadi dia menyadari nilai dari meninggalkan warisan. Dia mempelajarinya dari bapaknya. Jadi dia paham bahwa dia akan mati, tapi warisannya harus hidup, warisan baik yang dia ciptakan harus tetap hidup. Dan, “Ya Allah, beri saya sesuatu yang tidak sama.

Karena tahu anaknya takkan menerima hal yang sama dengan yang diterimanya dari ayahnya.

Dalam Berdoa Kenali Kelemahan Dan Kelebihan Anda

Laa yanbaghii li’ahadin min ba’dii.” (QS Shaad ayat 35)

Apa artinya ini bagi kita? Sebagian orang tak bisa mengatasi ketenaran, yang lain tak bisa mengatasi uang. Sebagian orang tak bisa mengatasi pujian. Saya pernah bertemu seorang yang sedang sholat dan seseorang melintas, itu mengacaukannya. “Sekarang mereka pikir saya orang sholeh.

Yang lain bisa saja sholat di mana pun dan dunia ini tak ada bagi mereka, bukan? Beberapa orang memiliki kulit yang lebih tebal, yang lain memiliki kulit yang tipis. Orang yang berbeda memiliki kelemahan yang berbeda. Beberapa orang sulit untuk bangun pagi, yang lain punya kesulitan yang berbeda.

Sebagai contoh salah satu hadiah Allah buat saya, semoga Allah menjaganya tetap begini; salah satu hadiah Allah adalah ketenaran tidak mengusik saya dan tak pula membuat saya bahagia. Saya tak terusik karenanya, juga tak bahagia karenanya. Hanya sesuatu yang diberikan Allah untuk saya, saya harus menggunakannya, untuk sesuatu yang baik, cuma itu…

Tak ada apa-apa, saya mengajar kelas ini, jika hanya ada satu siswa, atau tak terhitung siswanya, tak masalah. Saya akan tetap mengajar apa yang akan saja ajarkan. Tak masalah.. tak masalah apakah kameranya hidup atau mati. Begitulah saya terprogram, alhamdulillah.

Hal lainnya mengganggu saya, saya tak ingin menyampaikannya… Dengan hal lain saya punya banyak kekurangan, bicarakan saja hal itu dengan keluarga saya. Tapi alhamdulillah ini bukan suatu kelemahan saya. Saya bertemu dengan orang lain, yang bagi mereka ini masalah besar.

Jadi hal pertama yang harus Anda kenal adalah kelemahan dan kekurangan Anda. Begitu menemukan kekuatan Anda, maka mintalah kepada Allah untuk terus menambah kekuatan Anda itu, sehingga Anda bisa menggunakannya untuk melayani agama Allah, dan meninggalkan warisan.

Ya Allah jika ini takkan merusak saya, maka berilah saya lebih banyak karena saya bisa menggunakannya menuju agamamu.

Seperti Ustman (radhiyallahu anhu) harusnya meminta lebih banyak kekayaan. Mengapa? Karena setelah jadi miliarder apakah kekayaan merusaknya? Tidak. Seorang seperti Qaruun, seharusnya tidak meminta kekayaan lagi. Karena apapun yang dimintanya sudah merusaknya. Anda paham? Jadi setiap orang takkan meminta hal yang sama.

Karena kekuatan Sulaiman (‘alaihissalam) adalah, dia punya kekuasaan tapi itu tidak merusaknya. Dia memiliki kekuasaan, tapi kekuasaan itu tidak merusaknya. Jadi Dia meminta kepada Allah untuk memberinya lebih banyak kekuasaan sehingga dia bisa menggunakan semuanya untuk melayani apa? Agama-Mu. Dan ketika dia memohon kepada Allah, apa yang dilakukan Allah padanya? Cari di ayat selanjutnya.

Fa sakhkharnaa lahur-riiha tajrii bi’amrihii rukhaa’an, haitsu ashaab(a).” (QS Shaad ayat 36)

Wasy-syayaathiina kulla bannaa’in wa ghawwash(in).” (QS Shaad ayat 37)

Wa aakhariina muqarraniina fil-ashfaad(i).” (QS Shaad ayat 38)

Haadza ‘athaa’unaa.” (QS Shaad ayat 39)

Aku membuat angin tunduk kepadanya. Aku membuat “Syayaathiina” (syaitan-syaitan -red) melakukan pekerjaan untuknya. Yang lain Ku-buat menyelam jauh ke dalam lautan untuknya dan menarik hartanya. Yang lain lagi Ku-masukkan ke dalam penjara, mereka yang tak mau patuh padanya. Aku rantai mereka untuknya. Inilah yang Kami berikan.

Allah memberinya kemampuan mengendalikan angin. Anda bisa memiliki masyarakat dengan teknologi canggih, dengan militer terbesar, tapi saat angin topan datang, bangunan-bangunan itu roboh. Mereka tak mampu melindungi dirinya dari apa? Angin. Mereka tak bisa. Mereka tak bisa menjaga dirinya dari gempa bumi. Mereka tak bisa melindungi dirinya dari banjir, bukan? Mereka bisa menghabiskan milyaran dolar untuk pertahanan, dan mereka tak bisa melindungi diri dari angin.

Allah ‘azza wa jalla memberi Sulaiman (‘alaihissalam) angin, siapa yang butuh militer jika punya angin? Kirimkan saja angin ribut atau badai ke arah itu, subhanallah. Ini yang akan diberikan Allah. Jadi bagi Anda dan saya, mengidentifikasi apa kekuatan kita, dan membuat janji kepada Allah bahwa kita akan menggunakannya untuk menguatkan agama ini, untuk meninggalkan warisan yang lebih lama dari kita adalah sangat normal. Sangat normal, itu bukan berarti meminta untuk dunia. Bahkan jika Anda menerima semacam manfaat dari kekuatan itu, tidak masalah. Karena Anda mengambil darinya apa yang Anda butuhkan, dan Anda memberi darinya apa yang akan membangun akhiratmu.

Karena apa prioritas yang di awal tadi? “Rabbighfir lii,” ampuni aku. Ini semua dengan harapan untuk memperoleh ampunan Allah. Tak peduli berapa banyak amal yang Anda lakukan, takkan cukup. Sehingga saya akan tetap beramal meski saja sudah mati, itulah yang akan saya lakukan. Setiap kita seharusnya berpikir begitu, setiap kita…

Apa kekuatan yang diberikan Allah untuk saya? Dan bagaimana saya bisa menggunakannya sebaik-baiknya? Dan bagaimana agar Allah membangun bakat saya untuk meningkatkan kemampuan saya? Sehingga saya bisa memperoleh lebih banyak manfaat. Semoga Allah ‘azza wa jalla menggolongkan kita ke dalam mereka yang bermanfaat, dan menolong kita memahami kalimat-kalimat-Nya yang indah. Baarakallaahulii wa lakum, assalaamualaikum wa rahmatullah wabarakatuhu.

Terima kasih sudah menonton, saya harap Anda memperoleh manfaat. Saya ingin menyemangati Anda untuk melalui perjalanan komprehensif ke dalam Qur’an. Saya sudah mengerjakan video, terjemahan dan penjelasan keseluruhan Qur’an, yang disebut Quran Cover To Cover. Silahkan dicermati di Bayyinah TV, kerjakan sedikit demi sedikit, dan sebelum menyadarinya Anda sudah menyelesaikan seluruh Qur’an dan terjemahannya dengan saya. Semoga Anda bisa bergabung, Assalaamualaikum wa rahmatullah.

One thought on “[Transkrip Indonesia] Doa Nabi Sulaiman – Nouman Ali Khan – Malaysia Tour 2015

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s