Kesimpulan
Judul Asli: The Conclusion (Surah Yasin) – Nouman Ali Khan – Part 12
Video Asli: https://youtu.be/7h_GggvGaCk
Bismillah, was shalaatu was salaamu ‘ala Rasulillah, wa’alaa aalihi washahbihii ajma’iin. Assalamu’alaikum semua. Saya takkan memberi anda rehat lagi, saya tidak mood. Jadi kita akan terus saja. Kita ada pada bagian keenam. Sebelum mulai saya akan memberi gambaran apa yang sudah kita cakup. Pendahuluannya tentang Qur’an dan orang-orang yang menolak untuk menanggapinya, bagian kedua adalah… saya lupa… Sejarah seperti apa? Anda ingat? Kota, ketiga rasul, dan seorang beriman… tentu.
Bagaimana dengan bagian ketiga? Dunia di sekitar kita, dan bagaimana kita berpikir tentang yang dihadapan kita. Bagian keempat tentang mereka yang menolak untuk berpikir, bagaimana dengan bagian kelima? Berapa banyak peringatan dalam Qur’an? Apa saja? Penghancuran, hari penghitungan, api neraka, dan di tengah semua itu Allah menyebutkan hal hebat tentang penghuni surga, tapi dia meletakkannya di tengah peringatan, lalu bagian itu menuju akhir.
Kita sekarang di bagian keenam. Bagian enam bisa disebut kesimpulan. Dalam kesimpulan ini pada dasarnya Allah mengulas kembali semua konsep pokok yang dicakup bagian satu hingga lima. Dengan satu atau lain cara, salah satu di antaranya akan diulang. Sehingga begitu Anda pulang, Anda membawa ulasan yang baik dari pelajaran tentang petunjuk dan prinsip ini yang telah diberikan Allah melalui surat yang indah ini.
Nabi shallallahu alaihi wasallam Bukan Penyair
Jadi kita mulai, a’udzubillaahi minasy-syaytaanir rajiim, bismillahirrahmanirrahim.
“Wa maa ‘allamnaahusy-syi’ra wa maa yanbaghii lahuu.” (QS Yaa Siin ayat 69)
Kami tidak mengajarkan dia syair dan itu juga tidak pantas buatnya, dia bukan diciptakan untuk bersyair.
“In huwa illaa dzikruw wa qur’aanun mubiin(un).” (QS Yaa Siin ayat 69)
Ini hanyalah sebuah peringatan, pengingat dan Qur’an yang sangat jelas, jernih bagai kristal. Ini bukan ciptaan manusia atau penyair kreatif, tapi Qur’an. Ulasan tentang apa ini? Di mana kejadiannya?
“Tanziilal-‘aziizir-rahiim(i).” (QS Yaa Siin ayat 5)
“Wal-qur’aanil-hakiim(i).” (QS Yaa Siin ayat 2)
“Innaka laminal-mursaliin(a).” (QS Al Baqarah ayat 252 dan Yaa Siin ayat 3)
Ada di awal bukan? Sekarang ini diulang lagi.
Tentang konsep “Kami tidak mengajarkan syair”. Saya ingin membicarakan konsep syair ini. Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak bisa membuat syair, tapi beliau menyukainya. Beliau sangat menyukainya, dan ada sahabatnya yang menyukai syair atau sangat baik dalam membuat syair. Dengan apa Nabi dibandingkan dalam surat ini? Dan dengan apa sahabat dibandingkan? Matahari dan bulan. Ingat Allah mengatakan bahwa bukan tugas matahari untuk menyamai bulan?
“Lasy-syamsu yanbaghii lahaa an tudrikal.” (QS Yaa Siin ayat 40)
“Qaul yanbaghii.” (Pendapat yanbaghii -red)
Dan satu-satunya saat “Yanbaghii” digunakan lagi adalah, “Wa maa ‘allamnaahusy-syi’ra wa maa yanbaghii lahuu.” (QS Yaa Siin ayat 69)
Kami tidak mengajarkan syair, juga tak cocok buat dia. Jadi “Yanbaghii” dua kali digunakan, pertama untuk matahari dan (kedua) untuk Nabi shallallahu alaihi wasallam.
The “Siraajan muniira”. (*Rasulullah sang cahaya penerang, dari “Siraajan muniira(n).“ QS Al Ahzaab ayat 46 -red)
Subhanallah.
Bahkan itu juga berhubungan dan sesuai, karena Anda akan menghubungkannya juga, namun juga diperlihatkan melalui bahasa.
Dalam gambaran yang indah ini, Kami tidak mengajarkan syair, tidak cocok baginya. Artinya yang cocok bagi matahari tidak sama dengan bulan, apa yang sesuai bagi Nabi shallallahu alaihi wasallam, tidak sama dengan apa yang sesuai dengan para sahabat. Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak bisa membuat syair, Allah tidak memperbolehkannya. Beliau tidak mengajarkannya. Sahabat sangat baik dalam hal ini dan dulunya sangat suka mendengar syair.
Sebuah kisah muncul di benak saya, karena ada ayat ini di dalamnya Nabi shallallahu alaihi wasallam biasanya suka menghafal syair. Jika mendengar syair bagus, beliau mencoba menghafalnya. Dalam hal ini, inilah salah satu kualitas Nabi shallallahu alaihi wasallam yang teringat oleh saya saat bicara dengan ayah saya. Ayah saya suka syair tapi buruk dalam menghafalnya. Dia tak bisa mengingat sesuatu pun tentang syair. Dia hanya tahu satu syair dan dibacakannya kepada saya setiap saat. Yang saya suka tentang itu, cara dia menceritakan seakan sangat yakin bahwa saya akan syok dengan akhirnya. Bisakah Anda menyebutkan syairnya? Dalam bahasa Urdu, maaf. Untuk yang lain, ucapkan istighfar atau yang lainnya. Dia berkata “[Syair bahasa Urdu]”
Hanya itu yang dia lakukan, hehehe. Lalu dia terkekeh geli, dan saya bilang, “Itu agak menyedihkan.”
Dia tak bisa mengingat syair selama hidupnya.
Jadi yang terjadi adalah, di salah satu perang dalam hidup Nabi shallallahu alaihi wasallam, ada muslim baru (muallaf). Muallaf ini dulunya adalah seorang kepala suku. Jadi ada perang dan seorang muslim yang dulunya kepala suku. Sebelum Islam menjadi kepala suku adalah sesuatu. Jadi jika kita berperang dan menang, siapa yang memperoleh bagian terbesar? Kepala suku, tapi sekarang dia hanya seorang muslim.
Jika berperang sebagai seorang muslim, berapa banyak yang diperoleh? Sama seperti yang lain. Jadi dia yang biasanya mendapat yang terbanyak, sekarang sama dengan yang lain. Dia merasa dilecehkan. Mantan kepala suku ini merasa terhina. Maka dia membuat syair tentang bagaimana dia dilecehkan.
Dia berkata, “Uhintu bainal aqra’ wa uyaina.”
Itu bagian syairnya. Saya dihina antara suku Akra’ dan Uyaina. ‘Akra dan Uyaina adalah nama kedua sukunya. Katanya di antara kedua suku itu reputasi saya dihancurkan karena Islam. Dia sangat pandai membuat syair, akhirnya syair ini tersebar. Saat muslim mendengarnya, syair ini menurunkan moral pasukan muslim. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam menyuruh memberinya sejumlah uang karena syair ini menyakitkan bagi para muslim.
Beberapa tahun kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam bertemu orang ini. Sebelumnya beliau belum pernah berjumpa langsung, sekarang bertemu, dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya, “Bukankah kamu yang membuat syair itu?”
Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam berusaha mengulang syairnya. Saat beliau mengucapkan syair “Aqra’ wa uyaina.” Beliau balikkan (tanpa sengaja) syair itu menjadi “Uyaina wa aqra’.”
Jadi nama kedua suku itu dibalikkannya. Apakah itu bermasalah dalam syair? Ya, karena ada lagu dan ritme dalam syair, jika tidak sesuai dengan ritme, semuanya kacau. Syair bukanlah tentang pesan, tapi tentang langgam bukan? Jadi Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu berada di samping Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakr sangat pintar bersyair. Diam-diam ditepuknya Nabi shallallahu alaihi wasallam dan berkata, “Ya Rasulullah seharusnya bainal aqra’ wa uyaina, bukan sebaliknya.”
Dan Rasul shallallahu alaihi wasallam bertanya apa bedanya? Kita tak boleh bertanya begitu pada seorang penyair, bertanya apa bedanya. Lalu Abu Bakr As Sidiq berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Anda tahu, Allah benar ketika berkata, “Wa maa ‘allamnaahusy-syi’ra wa maa yanbaghii lahuu”, Kami tidak mengajarkannya bersyair tak pantas juga baginya.”
Hehehehe…. Jadi Allah sama sekali tidak mengajarkan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersyair. Dan itu tak pantas buat beliau, karena beliau tak punya waktu untuk itu. Beliau sudah sangat sibuk untuk membicarakan Qur’an yang “Hakiim” itu sendiri, tak ada waktu bagi beliau untuk ini.
Peringatan Itu Bermanfaat Bagi Hati
Sekarang Dia berkata, “Ini hanyalah sebuah peringatan.”
“In huwa illaa” adalah salah satu cara penyampaian yang sangat kuat dalam Qur’an. Salah satu definisi universal dalam Qur’an bahwa Qur’an adalah peringatan. Sesuai maksudnya peringatan selalu disampaikan berulang-ulang. Dalam Qur’an Anda belajar bahwa peringatan itu bermanfaat bagi hati. Peringatan itu untuk hati.
“‘Alaa bidzikrillaahi tathma’innul-quluub(u).” (QS Ar Ra’d ayat 28)
Dzikr adalah untuk hati.
“Aghfalna qalbahuu ‘an dzikrinaa.” (QS Al Kahfi ayat 28)
Kami membuat hatinya mengingat dzikr Kami. Jadi hal pertama tentang Qur’an adalah dzikr, artinya Qur’an akan mempengaruhi hatimu. Lalu Dia berkata,
“In huwa illaa dzikruw wa qur’aanun mubiin(un).” (QS Yaa Siin ayat 69)
Ini adalah Qur’an yang bening. Kejernihan tidak ada di hati, di mana kejernihan ada? Di pikiran, jadi hal ini seharusnya bersifat spiritual sekaligus bersifat intelektual. Ingat konsep “Wa maa ‘alaynaa illal-balaaghul-mubiin(u)?” (QS Yaa Siin ayat 17)
Kedua sisi itu kembali dibahas. Hanya dalam “In huwa illaa dzikruw wa qur’aanun mubiin(un).” (QS Yaa Siin ayat 69)
“Liyundzira man kaana hayyan.” (QS Yaa Siin ayat 70)
Agar dia (nabi Muhammad -red) dan Qur’an bisa memperingatkan semua yang hidup. Jelas saja Qur’an ditujukan untuk memperingatkan yang hidup.
Tapi kita belajar sesuatu yang telah ditinjau dari bagian pertama. Di bagian pertama Allah mengatakan, “Innaa nahnu nuhyil-mawtaa.” (QS Yaa Siin ayat 12)
Kami memberi hidup kepada yang mati, Ingat? Juga berarti bahwa Dia juga memberi hidup kepada hati yang mati. Pada akhirnya Dia berkata, “Agar kamu bisa memperingatkan seseorang yang di hatinya masih ada sedikit kehidupan, masih ada kebaikan di hatinya.”
“Man kaana hayyan wa yahiqqal-qawlu ‘alal-kaafiriin(a).” (QS Yaa Siin ayat 70)
Dan kebenaran akan menjadi sangat jelas bagi pendusta, dunia akan nyata melawan para pendusta.
“Yahiqqal-qawlu ‘alal-kaafiriin(a).” (QS Yaa Siin ayat 70)
Ngomong-ngomong, “Yahiqqal-qawlu ‘alal-kaafiriin(a).”
Frasa ini sudah muncul sebelumnya, saat Allah berkata, “Laqad haqqal-qawlu ‘alaa aktsarihim.” (QS Yaa Siin ayat 7)
Pada awal surat, sekarang kembali diulas di akhirnya.
Jadi dunia menjadi sangat nyata melawan para pendusta. Ada arti kedua dari “Haqqal-qawlu” atau “Haqqa ‘alaihil qaul”.
Akan saya jelaskan. Saat anda pantas menerima sesuatu… Seperti jika saya katakan kepada anak saya Walid, “Aku akan menghukummu, aku akan mengambil permainan lego-mu.”
Lalu dia bertanya, “Apa yang tak boleh saya lakukan?”
Saya bilang, “Jika kamu tidak naik ke atas sekarang, aku akan mengambil lego-mu.”
Tapi dia tidak naik juga, lalu saya ambil legonya dan berkata, “Laqad haqqal qaulu ‘alaika.”
Perkataan ini menjadi kenyataan bagimu. Salah satu peringatan itu menjadi kenyataan. “Haqqal-qawlu” tak hanya berarti kebenaran atau peringatan menjadi jelas bagi seseorang, juga berarti mereka layak menerima peringatan itu, pada akhirnya mereka layak menerima hukuman.
“Yahiqqal-qawlu ‘alal-kaafiriin(a).” (QS Yaa Siin ayat 70)
Artinya, bahkan bagi para pendusta sangat jelas bahwa ini adalah kebenaran meski mereka selalu menyembunyikannya. Juga jelas bahwa sekarang mereka layak menerima hukuman terberat.
“Wa yahiqqal-qawlu ‘alal-kaafiriin(a).” (QS Yaa Siin ayat 70)
Pertanyaannya, “Apakah Allah sudah menggambarkan hukuman itu di dalam surat?”
Di mulai dengan mereka ditutup dari akses jalan kebenaran yang membawa mereka menjadi bangsa yang dibinasakan, lalu membawa mereka ke hari kiamat, kemudian membawa mereka menuju api neraka.
“Yahiqqal-qawlu ‘alal-kaafiriin(a).” (QS Yaa Siin ayat 70)
Perumpamaan Kepatuhan Ternak Terhadap Pemiliknya
“A wa lam yaraw annaa khalaqnaa lahum mimmaa ‘amilat aydiinaa.” (QS Yaa Siin ayat 71)
Tidakkah mereka memperhatikan apa yang Kami ciptakan untuk mereka? Dari tangan Kami sendiri? Apa yang dilakukan tangan Kami terhadap mereka? Ulasan seperti apa itu, “Tidakkah mereka perhatikan apa yang Kami ciptakan untuk mereka?”
Bagian yang mana itu? Itu adalah bagian ketiga bukan? Dunia di sekitar kita. Kali ini Dia berkata, “An’aaman.” (QS Yaa Siin ayat 71)
Apa yang Kami buat dengan tangan Kami sendiri, sama dengan mengatakan, ternak, sapi.
“Fa hum lahaa maalikuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 71)
Dan mereka akan berkeliling untuk memperolehnya. Mereka memiliki sapi dan ternak ini. Ingat dulu kita bicara tentang buah-buahan. Dan Dia bicara tentang tanaman yang kamu makan, dan kebun serta palem kurma. Sekarang Dia bicara tentang ternak, bagaimana ternak telah mematuhi manusia, mereka direndahkan dihadapan manusia.
Di dalam Qur’an, Allah sering bicara tentang hewan yang kita kuasai, kuda, sapi, unta, dan ada alasan dibalik itu, juga ada pelajaran spiritual di dalamnya. Ini gambaran fisik yang terkait dengan pelajaran spiritual.
Pelajaran spiritualnya, kamu menguasai hewan yang telah direndahkan dan kamu tak bisa mentolerir jika mereka bertingkah. Jika kudamu menjadi terlalu liar apa yang kamu lakukan? Kamu bunuh dia. Jika sapimu berhenti menghasilkan susu, dia akan menjadi burger bukan? Jadi ternak yang kamu miliki, jika dia tidak melakukan pekerjaannya, dia selesai.
“Tidakkah itu menjadi pelajaran bagimu karena Aku memilikimu,” kata Allah.
“Jika kamu tidak melaksanakan tugasmu, mengapa kamu kira Aku tak berhak menyelesaikanmu?”
Jadi, tidakkah mereka memperhatikan apa yang kami ciptakan dengan tangan Kami untuk mereka? Ternak.
“Fa hum lahaa maalikuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 71)
Dan mereka memilikinya.
Lalu, “Wa dzallalnaahaa lahum.” (QS Yaa Siin ayat 72)
Dan Kami membuat ternak ini patuh pada mereka.
Ini penting disebutkan karena jika ternak dibuat patuh pada pemiliknya, mengapa kamu tidak patuh kepada Allah?
“Fa min-haa rakuubuhum wa min-haa ya’kuluun(a).” (QS Yaa Siin ayat 72)
Dan dari ternak ini mereka juga memperoleh kendaraan.
“Rakuubuhum.” (QS Yaa Siin ayat 72)
Kendaraannya tersedia.
Apakah kita membicarakan kendaraan sebelumnya? Apa dua jenis kendaraan yang disebutkan-Nya? Dia menyebutkan kapal, unta, dan kendaraan yang belum mereka kenal pada jaman itu.
“Wa min-haa ya’kuluun(a).” (QS Yaa Siin ayat 72)
Dan darinya mereka makan. Mereka bahkan mengkonsumsinya, tanda lain dari hari kiamat, sesuatu yang kamu masukkan ke dalam mulut. Lalu,
“Wa lahum fiihaa manaafi’u wa masyaarib(u).” (QS Yaa Siin ayat 73)
Dari semua ternak ini mereka memperoleh semua manfaat, mengendarainya, mengambil kulitnya, menggunakan tulangnya untuk suatu hal, semua benda.
“Wa masyaarib(u).” (QS Yaa Siin ayat 73)
Dan semua minuman darinya.
“A fa laa yasykuruun(a).” (QS Yaa Siin ayat 73)
Mengapa mereka tak bersyukur?
Apakah kemudian mereka tak bersyukur? Ingat terakhir Allah bicara tentang syukur, Dia bicara tentang buah-buahan. Dan kali ini Dia bicara tentang minuman. Terakhir tentang buah yang bisa kamu makan, sekarang melengkapi diet dengan minuman yang bisa kita minum. Maka topik syukur menjadi lengkap.
Berhala Dan Yang Menyembahnya
“Wattakhadzuu min duunillaahi aalihatan la’allahum yunsharuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 74)
Mereka menyembah Tuhan selain Allah agar mereka bisa ditolongnya? Ini bentuk kritikan yang berbeda, seakan Allah berkata, “Mengapa kamu tidak melihat kenyataan yang ada tepat dihadapanmu?”
Dan kita membahasnya kembali pada bagian keenam ini. Sekarang Dia akan membicarakan kejahatan mereka. Dan kejahatan ini mirip kejahatan yang dilakukan bangsa terdahulu di bagian dua tentang sejarah. Di mana orang-orang menunggu “Syafa’ah” atau mediasi dari Tuhan-Tuhan yang lain. Jadi Dia berkata, “Mereka telah mengambil Tuhan selain Allah?”
“La’allahum yunsharuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 74)
Agar mereka bisa ditolong? Tidakkah mereka diberitahu,
“Ittaquu maa bayna aydiikum wa maa khalfakum.” (QS Yaa Siin ayat 45)
Waspadalah, cegahlah dirimu dengan menggunakan pikiranmu dengan benar. Waspadalah dari apa yang di depan dan di belakangmu, bukan dari Tuhan-Tuhan palsu. Mengapa kamu mencari pertolongan dan perlindungan dari Tuhan-Tuhan palsu?
“Laa yastathii’uuna nashrahum.” (QS Yaa Siin ayat 75)
Tuhan-tuhan ini takkan bisa menolong mereka. Mereka tak mampu menolong mereka.
“Wa hum lahum jundun muhdharuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 75)
Dan bagi mereka Tuhan-tuhan itu hanya pasukan seperti mereka yang dibuat untuk mempersembahkan diri mereka. Dengan kata lain Allah sangat ingin melihat di hari kiamat. Semua musyrikuun, yakni yang menyembah berhala dan Tuhan palsu berdiri di sana dan berhalanya juga berdiri di sana. Mereka saling bertatapan, “Kamu di sini?”
“Kamu harusnya di bagian VIP untuk memanggilku. Kenapa kamu di sini?”
“Aku cuma berhalamu, kita semua akan dibakar. Dan aku akan dijadikan bahan bakar penyulut api yang akan membakarmu. Karena Allah berkata, “Waquuduhan-naasu wal-hijaarat(u).” (QS Al Baqarah ayat 24 dan At Tahriim ayat 6)”
Bahan bakarnya adalah manusia dan batu, batu adalah bahan pembuat berhala. Jadi berhalanya sendiri berdiri di sana dan berpikir ini tidak baik.
“Wa hum lahum jundun muhdharuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 75)
“Fa laa yahzunka qawluhum.” (QS Yaa Siin ayat 76)
Apa yang dikatakannya seharusnya tak membuatmu sedih. Kepada siapa Dia berkata? Pernyataan mereka seharusnya tidak membuatmu sedih, ini hiburan Allah kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Di bagian mana Allah juga memberi hiburan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam? Bagian pertama.
“Innaka laminal-mursaliin(a).” (QS Al Baqarah ayat 252 dan QS Yaa Siin ayat 3)
“‘Alaa shiraatin mustaqiim(in).” (QS Yaa Siin ayat 4)
Sekali lagi.
Lalu di bagian kedua, “Rabbunaa ya’lamu innaa ilaykum lamursaluun(a).” (QS Yaa Siin ayat 16)
Pada bagian dua ada sejarah, Tuhan kami tahu bahwa kami memperoleh hiburan dari-Nya, kami tak butuh nasehat darimu. Sekarang Allah memberi kejelasan, “Kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang apa yang mereka katakan.”
“Innaa na’lamu maa yusirruuna wa maa yu’linuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 76)
Kami tahu apa yang mereka dipublikasikan atau… Kami tahu yang mereka rahasiakan dan Kami tahu yang mereka publikasikan. Ini juga tinjauan, karena kebenaran dibuat jelas di dalam hati mereka, iya atau tidak?
“Laqad haqqal-qawlu ‘alaa aktsarihim.” (QS Yaa Siin ayat 7)
Allah berkata, Aku tahu rahasia mereka, dan Aku tahu dusta yang mereka umumkan.
“Wa maa yu’linuun(a).” (Ada enam ayat mengandung kalimat ini termasuk QS Yaa Siin ayat 76)
Keangkuhan Dan Alasan Untuk Menolak Kebenaran
“A wa lam yaral-insaanu.” (QS Yaa Siin ayat 77)
Sebelum saya ke sana, mengapa mereka menolak pesan itu? Mengapa mereka menyembunyikan kebenaran? Karena keangkuhan bukan? Jadi Allah akan menyerang keangkuhan itu. Karena ini masalah sebenarnya, tidakkah manusia melihat?
“Annaa khalaqnaahu min nuthfatin.” (QS Yaa Siin ayat 77)
Kami menciptakan mereka dari setetes cairan kotor, lalu tiba-tiba dia selalu membuat alasan secara terbuka, dia pikir siapa dirinya? Bukankah surat ini dimulai dengan mengatakan kepada Quraisy, “Memangnya kamu pikir siapa dirimu?”
Sekarang Allah berkata kepada manusia, “Memangnya kamu pikir siapa kamu? Kamu hanya setetes cairan kotor. Kamu yang tiba-tiba saja sudah besar sekarang, sudah bisa membuat alasan?”
Desi (orang Asia Selatan -red) tahu persis kalimat ini yang digunakan saat anaknya mengamuk.
“Sekarang kamu sudah besar, masyaallah…”
Pernah dengar itu? Allah menggunakan itu terhadap Quraisy.
“O, kamu sudah besar sekarang, mau bikin alasan kepada Allah?”
“Baguus!”
Dan konsep ini, “Fa idzaa huwa khashiimun.” (QS An Nahl ayat 4 dan Yaa Siin ayat 77)
Tiba-tiba dia membuat alasan, ini bukan pertama kalinya kita belajar tentang alasan. Allah berkata,
“Ma yandzuruuna illaa syayhatan waahidatan ta’ khudzuhum wa hum yakhishshimuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 49)
Melainkan sebuah ledakan saja yang akan mereka lihat saat sedang mengemukakan alasan-alasan mereka.
Allah berkata, “Kamu kira ada tempat bagi alasan? Kamu kira kamu bisa menjadi sangat memuakkan begini?”
Alasan seperti apa yang dibuatnya?
Allah berkata, “Wa dharaba lanaa matsalan.” (QS Yaa Siin ayat 78)
Dia memberi berbagai contoh bagi kita. Dia (Quraisy) mulai membuat skenario teoritis buat Kami, yang sudah dibuatnya di dalam surat.
“A nuth’imu mal law yasyaa’ullaahu ath’amahuu.” (QS Yaa Siin ayat 47)
Haruskah kita memberi makan mereka yang bisa diberi makan oleh Allah sendiri? Jika Allah mau, Dia bisa memberinya makan sendiri. Dia berteori terhadap Allah bukan? Allah berkata dia mulai membuat teori dan contoh terhadap-Ku, dan Dia lupakan ciptaannya sendiri.
“Qaala man yuhyil-‘izhaama wa hiya ramiim(un).” (QS Yaa Siin ayat 78)
Dia dengan lancang bertanya, “Siapa… yang akan memberi kehidupan kepada tulang belulang? Yang sudah berbentuk debu?”
“Ramiim.”
“Rimmah” dalam bahasa Arab berarti debu, atsara.
“Rimmatu hiyasstsaraa.”
Lelaki itu berkata, “Tulang melapuk ini akan dihidupkan lagi? Siapa yang akan melakukannya?”
Mempertanyakan kekuatan Allah… Kesombongan tertinggi. Kamu lupa kamu terbuat dari apa? Lebih menyedihkan dari debu.
“Qul yuhyiihalladzii ansya’ahaa awwala marrat(in).” (QS Yaa Siin ayat 79)
Katakan pada mereka, yang pertama kali menghidupkan akan menghidupkan kembali. Yang pertama memelihara. Apakah ini konsep baru (Allah menghidupkan yang mati) atau pernah muncul sebelumnya? Kembali kita mendekati tinjauan tersebut.
“Wa huwa bikulli khalqin ‘aliim(un).” (QS Yaa Siin ayat 79)
Dan Dia mengetahui semua penciptaan, dan Dia selalu mengetahui tentang semua penciptaan. Dalam satu pernyataan itu, Allah mengetahui semua penciptaan, adalah tinjauan terhadap seluruh bagian ketiga dimana semua ayat yang diciptakan Allah berada.
Dia mengungkapkan semuanya kembali, apa yang telah dibuat manusia dengan tangan mereka sendiri, apa yang tak bisa mereka buat dengan tangan mereka sendiri, apa yang mereka makan dengan mulut mereka, hewan-hewan yang melayani mereka.
Jalan Menuju Surga Itu Alami
“Alladzii ja’ala lakum minasy-syajaril-akhdhari naaran.” (QS Yaa Siin ayat 80)
Yang ini luar biasa. Yang membuat api dari pohon yang hijau untukmu.
“Fa idzaa antum min-hu tuuqiduun(a).” (QS Yaa Siin ayat 80)
Kamu menyulut api itu sendiri darinya. Apakah ini pertama kalinya kita belajar tentang pohon di surat ini? Biasakah Anda mengingat di mana disebutkan pohon dalam surat ini? Pohon palem. Pohon palem yang merupakan peringatan akan surga. Dan pohon ini digunakan untuk menyulut api yang seharusnya menjadi peringatan atas… neraka. Bukankah itu luar biasa hebat?
Dua kali Dia menyebutkan pohon, pertama membuat kita berpikir tentang surga, kedua tentang neraka. Tapi yang dikatakannya tentang neraka itu luar biasa. Dia berkata, Dia memberi kemampuan bagi pohon hijau.. pohon hijau sempurna untuk berubah menjadi api, tapi tidak bisa berubah menjadi api dengan sendirinya. Buah muncul dengan sendirinya, keindahannya muncul dengan sendirinya, tapi api tidak.
“Fa idzaa antum min-hu tuuqiduun(a).” (QS Yaa Siin ayat 80)
Kamu harus menyulutnya sendiri, kamu harus mengambil pohon hijau sempurna ini lalu mengubahnya menjadi api.
Apa yang dikatakan Allah? Dia berkata jalan menuju surga itu alami, tapi kamu berbuat diluar batas menghancurkan alam yang diciptakan Allah bagimu, lalu menyulutkan api itu sendiri. Allah tidak menempatkanmu di api neraka, kamu menyulutnya sendiri.
“Fa idzaa antum min-hu tuuqiduun(a).” (QS Yaa Siin ayat 80)
Betapa hebatnya ayat ini. Betapa sempurna gambaran ini, kita takkan melihat pohon dengan cara yang sama lagi.
Dibalik Sesuatu Yang Nyata Terdapat Kiasan Terhadap Yang Ghaib
Di antara kedua ayat itu, apa yang dibiarkan menggantung di awal sekarang ditutup sempurna. Lalu Dia berkata,
“A wa laysalladzii khalaqas-samaawaati wal-ardha.” (QS Yaa Siin ayat 81)
Bukankah yang menciptakan langit dan bumi.
“Biqaadirin.” (QS Yaa Siin ayat 81)
Seutuhnya mampu.
“‘Alaa an yakhluqa mitslahum.” (QS Yaa Siin ayat 81)
Bahwa Dia bisa menciptakan yang mirip itu?
“Balaa.” (QS Yaa Siin ayat 81)
Tentu saja.
“Wa huwal-khallaaqul-‘aliim(u).” (QS Yaa Siin ayat 81)
Dialah yang menciptakan terus menerus dan mengetahui semuanya. Sesuatu mengenai ayat ini, yang menciptakan langit dan bumi. Ada berapa langit? Tujuh. Berapa yang sudah Anda kunjungi? Satu. Anda sudah pernah mengunjungi satu langit? Hehe. Jika naik pesawat kita sudah mengunjungi sebagian kecil dari satu langit. Bisakah kita melihat ketujuh langit? Tidak. Tahukah kita batas satu dengan yang lainnya? Tidak. Ini semua dunia tak terlihat.
Yang menciptakan yang ghaib dan yang nyata. Sebagian besar langit tidak terlihat dan bumi dapat dilihat. Yang menciptakan dunia yang ghaib dan nyata adalah sama. Setiap Dia menciptakan sesuatu yang nyata, Dia membuat kita berpikir tentang yang ghaib.
“Khalaqas-samaawaati wal-ardha.” (Ada 23 ayat mengandung kalimat ini termasuk QS Yaa Siin ayat 81)
Bukankah Dia mampu untuk menciptakanmu kembali? Hanya karena kita sangat terobsesi dengan dunia nyata, lalu mempertanyakan kekuatannya pada dunia ghaib?
“Balaa.” (QS Yaa Siin ayat 81)
Tentu Dia mampu, Dialah yang menciptakan terus menerus, Dia memiliki semua pengetahuan.
Menghidupkan Kembali Sangat Mudah Bagi Allah
“Innamaa amruhuu idzaa araada syay’an.” (QS Yaa Siin ayat 82)
Semua keputusannya, jika Dia ingin melakukan sesuatu,
“An yaquula lahuu kun.” (QS Yaa Siin ayat 82)
Dikatakan-Nya jadilah, terwujudlah.
“Fa yakuun(u).” (QS Yaa Siin ayat 82)
Dan terjadilah ia.
Tentang apakah ayat ini? Sebelumnya Allah berkata, tidaklah sulit untuk membinasakanmu, hanya satu ledakan dan kalian musnah. Sekarang Dia berkata, lebih mudah lagi untuk menciptakanmu kembali. Yang harus dilakukan-Nya adalah mengucapkan satu kata, “Kun” dan kamu akan dihidupkan kembali, “Fa yakuun(u)”.
Kamu pikir Aku tak bisa menciptakanmu kembali? Sama mudahnya dengan mengucapkan kata, cuma begitu.
Ngomong-ngomong, kalimat Allah bisa menghidupkan, “Kun” membawa kehidupan dalam ayat ini bukan? Ini luar biasa karena Qur’an yang juga kalimat Allah, membawa kehidupan bagi hati yang mati. Jadi ini dua dimensi yang berbeda dari kalimat Allah yang ditekankan dalam ayat ini. Sekarang Anda telah paham tentang itu. Kekuatan yang menghidupkan dan kekuatan yang memasangkan yang ghaib dan nyata.
Setiap kali Anda bertemu “memasangkan”, Allah menciptakan segalanya berpasangan… Lalu Dia mundur sejenak dan berkata, satu-satunya yang tak berpasangan adalah Dia. Dia terlalu sempurna untuk itu.
Jadi surat ini menyimpulkan,
“Fa sub-haanalladzii biyadihii malakuutu kulli syay’in.” (QS Yaa Siin ayat 83)
Kemudian betapa sempurnanya yang ditangan-Nya sendiri berada kerajaan dan kepemilikan atas segalanya. Dia pemilik segalanya. Ngomong-ngomong bahkan kepemilikan adalah tinjauan ulang. Karena kamu memiliki ternak.
“Fa hum lahaa maalikuun(a).” (QS Yaa Siin ayat 71)
Mereka pemilik ternak. Allah berkata, sesungguhnya kamu tak punya apa-apa. Dia pemilik segala sesuatu lalu ditambahkan-Nya.
“Wa ilayhi turja’uun(a).” (QS Yaa Siin ayat 83)
Dan kepada-Nya saja kamu semua akan kembali. Jika kamu semua akan kembali, ini juga sebuah tinjauan. Karena… ingat lelaki yang terbunuh? Apa yang dikatakannya?
Katanya, “Fatharanii wa ilayhi turja’uun(a).” (QS Yaa Siin ayat 22)
Dia yang menciptakanku, dan kamu semua juga akan kembali pada-Nya. Tapi saat dia mengatakan itu mereka membunuhnya. Sekarang Allah yang mengatakannya.
“Aku akan mengatakannya sendiri, kamu semua akan kembali kepada-Ku. Mari kita lihat apa yang bisa kamu lakukan. Kamu bisa membunuh yang beriman kepada-Ku, tapi akan Aku sampaikan sendiri padamu.”