Hari ini saya berpikir keras dan lama tentang cara menyampaikan khutbah ini sebagai respons atas tragedi yang telah terjadi di Belgia, yang saya yakin anda semua sudah mengetahuinya. Dan pikiran pertama yang muncul di otak saya adalah reaksi spontan kita sangat problematis. Reaksi spontan kita dalam kasus ini adalah untuk merasionalisasikan bahwa bukan Islam dan muslim yang menjadi masalah, bahwa ini adalah hasil dari perilaku ekstrim, bahwa ini tidak ada hubungannya dengan agama kita. Dan kita harus memahami dan mengingatkan diri kita bahwa agama kita adalah bebas dan tak bersalah dari mendukung berbagai tindak kekerasan yang tak berperikemanusiaan.
Judul Asli: Brussels Bombings & Quranic Education
Video Asli: https://youtu.be/del_4z5d-BY
Kejahatan semacam ini adalah tindakan yang paling jauh dari apa yang dikatakan Islam. Dan saya tak ingin memperuntukkan khutbah ini terhadap topik tersebut. Meskipun hanya sebagai pengingat saya hanya akan berkata satu hal sebagai pengingat saya akan mengungkapkan saat qur’an pertama kali dibeberkan, saat qur’an pertama kali turun. Saat qur’an bicara tentang satunya Tuhan, menyuruh manusia untuk menyembah Tuhan yang satu dan untuk waspada bahwa ada sesuatu yang disebut syurga dan neraka yang akan tiba, dan ada hari pembalasan yang akan tiba. Dan bahwa bangsa-bangsa sebelumnya yang mengabaikan para rasul sudah dihancurkan. Jadi orang Quraisy yang merupakan pendengar awal Nabi shallallahu alaihi wasallam, mereka sebaiknya menganggap hal ini serius karena hukuman yang sama bisa saja datang kepada mereka.
Ketika pembicaraan itu terjadi, para muslim dalam kenyataannya dengan berlalunya waktu mulai disiksa dan dianiaya. Namun di tengah semua itu, fokus dari qur’an tetaplah satu hal yang berbeda dan pada hal inilah kita telah lengah. Allah ‘azza wa jalla di dalam qur’an mengeluh salah satunya tentang,
“Fa dzaalikalladzii yadu’ul-yatiim(a).” (QS Al Maa’uun ayat 2)
Atau
“Waylul lil-muthaffifiin(a).” (QS Al Mutaffifiin ayat 1)
Allah mengkritisi orang-orang kaya Quraisy. Para non-muslim yang biasa mendorong para yatim, yang biasa mengusir orang yang tidak punya nilai finansial di masyarakat. Allah tidak mengatakan mereka menyingkirkan yatim muslim. Para yatim, qur’an bicara atas nama para yatim, apakah dia musyrik, berasal dari keluarga musyrik tak ada hubungannya dengan Islam. Tapi Allah merasa tersinggung jika para yatim tidak dijaga.
Ketika Allah bicara tentang kecurangan di pasar, di pasar Arab sebelum Islam, Dia berkata neraka yang paling buruk semestinya adalah untuk mereka yang mencurangi pelanggan bisnisnya. Mereka mencurangi pelanggannya untuk sedikit keuntungan. “Al Muthaffif” adalah seorang yang mencari sedikit penghasilan. Mereka berhutang 1 pound tapi mengembalikan 0.9 pound, mereka mengambil sedikit lebih banyak untuk dirinya sendiri, atau mencurangi anda sedikit, sedikit lebih banyak…
Anda tahu bagaimana perusahaan-perusahaan saat ini, mereka meminta biaya dari pelayanan yang disangsikan lalu mereka menambahkan ongkos ini itu, padahal sebenarnya tidak ada apapun kecuali istilah ini yang disebut “tathfiif”. Dan Allah berkata neraka yang terburuk diperuntukkan bagi orang-orang ini, bukan untuk mereka yang meminta ongkos semacam ini dari para muslim. Tapi mereka yang meminta ongkos dari yang lainnya, para musyrikun, penyembah berhala yang meminta ongkos dari penyembah berhala lainnya.
Qur’an Diperuntukkan Bagi Seluruh Manusia
Satu-satunya poin yang ingin saya sampaikan pada dua menit ini adalah saat qur’an disangkutkan secara duniawi, bukan duniawi lainnya, tapi secara duniawi dilecehkan. Qur’an sebaiknya tidak sampai kepada manusia manapun, meski dalam urusan uang, kesehatan, atau kesejahteraan. Bagaimana mungkin Islam yang sama membenarkan pembunuhan manusia lain. Agama yang sama ini memperhatikan bukan hanya kesejahteraan muslim, bukan hanya kehidupan manusia setelah mati, agama ini peduli kepada kesejahteraan manusia di dunia ini dan setelahnya.
Beberapa orang menganggap bahwa Allah hanya memedulikan bagaimana memberi syurga dan menyelamatkan mereka dari api neraka, tanpa memedulikan kesejahteraan manusia dalam kehidupan ini. Ini bukan konsep qur’an…bukan. Atau jika ada sesuatu yang baik di kehidupan ini, itu hanya untuk muslim. Tidak.
“Huwalladzii khalaqa lakum maa fil-ardhi jamii’an.” (QS Al Baqarah ayat 29)
Dia menciptakan bagi semua manusia, Dia mengalamatkannya bagi semua manusia. Bagaimana kita mengetahuinya dalam surat Al Baqarah?
“Badala min an yukhatiba nabi ya ayyuhalladziina aamanu qal ya ayyuhannaas.” (Allah berpindah dari ya ayyuhalladziina aamanuu menjadi ya ayyuhannass -red)
“Yaa ayyuhan-naas(u)….” (Ada 24 ayat mengandung kalimat ini)
Di dalam surat madaniyah, saat surah diturunkan di Madinah, hadirinnya adalah komunitas muslim. Jadi Allah akan berkata,
“Yaa ayyuhalladziina aamanuu.” (Ada 88 ayat mengandung kalimat ini)
Yang beriman, kamu yang beriman…
Tapi Dia akan melakukan pengecualian meskipun dalam surat madaniyyah untuk menyatakan sesuatu yang diperuntukkan bagi seluruh manusia. Jadi Dia berkata,
“Yaa ayyuhan-naasu’buduu rabbakum.” (QS Al Baqarah ayat 21)
“Alladzii ja’ala lakumul-ardha firaasyan was-samaa’a binaa’an.” (QS Al Baqarah ayat 22)
“Khalaqa lakum maa fil-ardhi jamii’an.” (QS Al Baqarah ayat 29)
Dia menciptakan untuk kamu semuanya apa saja yang ada di muka bumi, untuk kamu sekalian, untuk semua manusia saling berbagi. Jadi konsep ini bahwa Islam sepertinya mengharapkan kemalangan bagi non-muslim dalam bentuk apapun adalah hal yang asing dalam qur’an itu sendiri. Saya tidak mengatakan hal ini kepada non-muslim, saya mengingatkan saudara dan saudari muslim saya tentang realita ini.
Melangkah Mundur Untuk Mengidentifikasi Masalah
Tapi bukan ini topik khutbah saya hari ini. Topik khutbah saya hari ini adalah kita butuh mundur satu langkah jika dalam kondisi darurat. Saat rumah anda terbakar, yang bisa anda pikirkan adalah memadamkan api dan keluar dari rumah, itu saja… Tapi jika anda sudah keluar dari kondisi darurat itu, jika bulan berikutnya, berikutnya, dan berikutnya lagi ada kebakaran. Dan anda punya tabung pemadam api, lalu melakukan hal yang sama terus menerus, maka sepertinya anda dan saya belum mengidentifikasi masalah yang lebih besar, mungkin ada sesuatu yang belum diperbaiki, karena kita terus menerus menghadapi kebakaran yang sama yang selalu terulang kembali, dan ngomong-ngomong rumah ini hanya bisa bertahan semampunya.
Inilah kondisi yang kita hadapi saat ini. Orang-orang tak bersalah sudah terbunuh untuk alasan yang tidak jelas. Keluarga mereka sudah terbunuh untuk alasan yang tidak jelas. Anak-anak menjadi yatim untuk alasan yang tidak jelas. Dan suami atau isteri sudah kehilangan pasangannya. Untuk alasan yang sama sekali tidak benar. Kita telah menghadapi hal yang sama beberapa waktu lalu di Paris, beberapa waktu sebelumnya pada penyerangan dan insiden yang lain. Dan sekarang kita menghadapi hal yang sama lagi, ini berlangsung secara periodic. Waktu demi waktu kekejaman yang tak berperasaan yang ditujukan kepada muslim dengan satu atau lain cara. Dan kembali kita hanya menarik pemadam apinya.
Kita perlu selangkah mundur, mungkin ada sesuatu yang lebih besar perlu kita atasi. Hal pertama yang ingin saya jelaskan dalam beberapa menit ini, saya tidak menyatakan memiliki pemecahan untuk seluruh masalah kita. Masalah dunia ini jauh lebih besar dari pada yang bisa dipecahkan oleh satu khutbah. Jadi ada sesuatu yang ingin saya bicarakan, tapi akan ada ribuan hal lain yang tidak saya bicarakan dalam khutbah ini.
Jadi dengan rendah hati saya meminta anda semua untuk merenungkan apa yang telah disampaikan. Alih-alih menulis daftar hal-hal yang belum dibicarakan seperti kebanyakan pola pikir muslim saat ini. Saya tahu anda membicarakan ini, tapi anda tidak membicarakan itu, itu, dan itu… Jadi kita suka berpikir tentang yang tidak dibicarakan daripada yang sudah dibicarakan. Ok, saya sudah memberitahukan bahwa saya tidak bisa membicarakan semuanya. Tapi apapun hal yang ingin saya kemukakan kepada kita semua, mari kita renungkan sebentar.
Perkataan Yang Baik Adalah Laksana Pohon Yang Baik
Sementara berpikir tentang hal yang akan dibicarakan dalam khutbah ini, ayat ini muncul di benak saya… Dan ketika saya baca dan artikan ayat ini kepada anda, anda mungkin belum melihat apa hubungannya.
“A lam tarakayfa dharaballaahu matsalan kalimatan thayyibatan.” (QS Ibrahim ayat 24)
Tidakkah kamu lihat bagaimana Allah memberi perumpamaan dari sebuah perkataan yang indah, sebuah perkataan yang baik dan suci.
“Kasyajaratin thayyibathin.” (QS Ibrahim ayat 24)
Sebuah perkataan yang baik dan suci adalah laksana sebuah pohon yang baik dan suci.
Sebuah pohon yang suci, “Ashluhaa tsaabitun wa far’uhaa fis-samaa’i.” (QS Ibrahim ayat 24)
Pohon yang akarnya menghunjam dalam dan selalu bertumbuh dengan cepat, dan akar itu semakin dalam dan akarnya menjadi “tsabit(un)”.
“Tsabit(un)” sebenarnya berarti sesuatu yang bertahan hingga bergenerasi. Jadi “tsabbatan jaraa” juga digunakan saat belalang akan bertelur untuk mengembangkan generasi berikutnya. Jadi ide dari kata “tsabit(un)” dalam bahasa Arab adalah sesuatu yang mengakar dan bertahan generasi demi generasi. Jadi pohon ini, yang mana Allah mengatakan; kata yang baik laksana pohon yang baik dan pohon itu memiliki akar yang bertahan generasi demi generasi.
“Wa far’uhaa fis-samaa’i.” (QS Ibrahim ayat 24)
Dan cabang bagian atas serta ranting di atasnya memanjang ke langit, mengarah ke atas. Dan inilah bagian pertama dari perumpamaan ini.
Lalu Dia berkata, “Tu’tii ukulahaa kulla hiinin bi’idzni rabbihaa.” (QS Ibrahim ayat 25)
Pohon itu menghasilkan buah setiap jam, di setiap cabangnya secara terus menerus menghasilkan buah. Padahal pohon sebenarnya hanya berbuah satu musim saja. Jadi ada musim anda memanen buah, lalu anda harus menunggunya berbuah lagi. Tapi pohon ini aneh, dia berbuah setiap waktu. Dan kapanpun orang datang, pagi hari, malam, musim panas, musim dingin, dalam kondisi dingin atau panas, tak masalah, pohon ini akan tetap memberi buah. Ini adalah pohon yang berbeda. Ini bukan pohon yang biasa, ini adalah pohon yang selalu hijau dan selalu berbuah,
“Bi’idzni rabbihaa.” (QS Ibrahim ayat 25)
Dengan izin khusus dari Tuhannya pohon ini secara ajaib menghasilkan buah.
Seluruh gambaran tentang pohon yang berbuah sepanjang waktu dibandingkan dengan satu hal: sebuah perkataan yang baik. Hanya itu, pikirkan sebuah perkataan yang baik seperti pohon ini.
Lalu Allah berkata, “Wa yadhribullaahul-amtsaala lin-naas(i).” (QS An Nuur ayat 35 dan Ibrahim ayat 25)
Allah memberi perumpamaan bagi kebaikan manusia. Allah sendiri tidak butuh contoh. Anda tahu seorang profesor di universitas memberi contoh kepada mahasiswa yang kesulitan memahami kalkulus, atau mereka kesulitan memahami kimia lanjut, atau mereka kesulitan memahami akuntansi yang rumit. Jadi apa yang dilakukan sang profesor? Dia memberi contoh. Dan contoh itu bertujuan untuk menyederhanakan mata kuliah sehingga mahasiswa bisa berkata, “Oh, sekarang saya paham… terima kasih untuk contohnya, itu sangat membantu.”
Dengan kata lain guru yang baik selalu memberikan contoh yang baik. Guru itu sendiri tidak butuh contoh, siswanyalah yang butuh contoh. Jadi Allah berkata, “Aku beri kamu contoh ini agar bisa membandingkan perkataan yang baik dengan pohon yang baik yang selalu menghasilkan buah, yang sangat stabil karena akarnya yang dalam, tumbuh menjulang ke langit, dia memiliki ketiga kualitas ini.”
Tapi pahamilah bahwa contoh ini diberikan sehingga anda bisa memikirkan sesuatu, bahwa Allah tidak butuh contoh, Dia bisa melihat dibalik contoh itu. Lalu ditambahkan-Nya satu hal lagi, Dia memberikan contoh ini bagi semua manusia, “lin-naas(i),” saya suka ini.
“Ya’ni laa lilladziina aamanuu, lin-naas…” (yakni bukan untuk orang-orang beriman, untuk manusia -red)
Untuk semua manusia contoh ini diberikan. Dan ini juga berarti bahwa perkataan yang baik seperti pohon yang baik. Sebuah pohon yang tidak memberikan buah dan berkata, “Apa? Si muslim akan mengambil buah? Akan kubuat buahnya asam.“
Tidak, tidak… Pohon akan memberi manfaat kepada siapapun manusianya. Jadi Allah mengatakan manfaat dari sebuah perkataan yang bagus tidak mendiskriminasikan antar manusia, tapi akan memberi manfaat bagi semua orang, semuanya bisa datang dan mendengarkan.
“La’allahum yatadzakkaruun(a).” (QS Al Qashash ayat 43 dan 46)
Sehingga mereka boleh berusaha mengingatnya. Ini penting. Saat Allah mengatakan semoga mereka berusaha mengingatnya, ini menunjukkan bahwa realita dan kebijaksanaan yang diajarkan dalam contoh ini mudah dilupakan.
Jadi Allah memberikan contoh yang mudah diingat, karena akan ada masanya anda melupakannya, dan anda harus berusaha mengingatnya lagi.
“La’allahum yatadzakkaruun(a).” (QS Al Qashash ayat 43 dan 46)
“Lau qal yadzkuruun.” (jika Allah berkata yadzkuruun -red)
Mereka akan ingat. “Dzikir” dalam bahasa Arab berarti mengingat. “Tadzakkur” dari “tafa’ul” sebenarnya memiliki “masyaqqah” di dalamnya, sebuah usaha untuk mengingat. Mengapa anda harus berusaha mengingat sesuatu? Karena sesuatu itu mudah terlupakan. Itulah idenya. Jadi kebenaran dari pernyataan ini adalah sesuatu yang mudah diabaikan, makanya saya putuskan untuk menekankannya, untuk membahasnya dalam khutbah ini, dan semoga dalam waktu yang sempit ini, kita bisa menghubungkan dengan realita di awal tadi.
Perhatikan, ada dua hal yang bisa kita rubah. Saya tidak bisa bersaing dengan media masa, kita tidak bisa. Mereka punya sumber daya, aset, kemampuan mencapai pemirsa, dan ada orang-orang di dalam media masa tersebut, yang memiliki agenda yang jelas untuk menanamkan kebencian dan ketakutan terhadap muslim. Menyebarkan ketakutan dan semua taktik akan digunakan untuk mencapainya. Ada pemain politik yang paham bahwa kampanye politik mereka hanya akan menghasilkan dukungan jika mereka mengatakan lebih banyak kebencian terhadap muslim.
Jadi ini sebenarnya bukan karena mereka benci muslim, tapi karena ini baik untuk status mereka, baik untuk nilai polling mereka, baik untuk kampanye mereka. Jadi ini murni bisnis, sebenarnya dalam pertemuan pribadi mereka bahkan mengatakan pada anda, dan saya sudah membuat pembukaan tentang ini. Dalam pertemuan politik, dalam pertemuan pribadi, mereka akan duduk dan mengatakan pada anda,
“Ini bukan masalah pribadi, hanya ini bagus untuk kampanye. Kami tahu hal ini tidak benar, tapi kami harus hati-hati karena suara yang harus kami peroleh orang-orang itu punya emosi ke arah ini, kami harus memastikan mengakomodasi emosi ini dan kami bangkitkan emosi itu, agar mereka memberi suaranya tapi ini tak berarti bahwa kami akan seperti itu nantinya.“
Hal ini sesungguhnya dibicarakan secara terbuka dalam banyak pertemuan politik. Ini bukan rahasia, bahwa emosi orang dimanipulasi untuk retorika seperti itu. Dan tak ada yang bisa kita lakukan, mereka akan tetap melakukan permainan yang akan mereka mainkan.
Saya bisa saja memberi khutbah yang mengeluhkan soal politisi. Saya bisa memberi khutbah yang mengeluhkan tentang media masa, mengeluhkan pemerintah, mengeluhkan tentang apa yang dilakukan orang ini atau orang itu. Tapi pada akhirnya saya akan menghabiskan waktu untuk terus menerus mengeluh… Ada hal-hal yang berada di luar kontrol kita dan ada hal-hal yang berada dalam kontrol kita.
Anda bisa bilang ini gurun, tak ada yang tumbuh di sini, kita tak punya makanan. Dan salah satu dari kita alih-alih mengeluhkan tak adanya makanan dan orang yang kelaparan, dia mengambil sebutir benih dan menanamnya di tanah dan memutuskan untuk menanam pohon. Memang tak ada yang tumbuh dalam sehari. Semua yang lain berkata, “Apa yang kau lakukan?”
Ini masalah besar. Dan dia tetap menyirami tanamannya, memastikan tak ada gulma yang tumbuh, dan semua yang lain berada dalam kondisi panik. Tapi dia memahami sesuatu, “Aku mungkin tak bisa merubah gurun ini menjadi kebun dalam semalam, tapi aku harus melangkah mundur dan berpikir untuk jangka panjang.“
Ide untuk menanam pohon yang bisa berbuah adalah ide untuk merubah keadaan yang tak bisa dilakukan dalam semalam, adalah ide untuk melakukan perubahan yang membutuhkan beberapa generasi. Ide untuk menanam pohon -saya sudah pernah melihat pohon berumur 100 tahun-, pohon yang akan memberi makan para cicit dari cicit dari cicit dan telah memberi makan kakek dari kakek dari kakeknya, akan memberi makan seluruh generasi. Dia tumbuh, matang, keindahannya bertambah sejalan dengan umurnya. Dan semua hal ini dibandingkan dengan apa? Sebuah perkataan yang baik, hanya perkataan yang baik. Jangan remehkan kekuatan benih yang tumbuh menjadi sebatang pohon. Jangan remehkan kekuatan perkataan yang baik, yang akan meluas, tumbuh, lalu memberi manfaat yang tak terbayangkan. Saya tak bisa membayangkan dibaliknya…
Sebelum saya lanjutkan menjelaskan poin saya, saya masih belum memberi poin saya… Sebelumnya saya ingin menyinggung suatu realita yang ingin saya pastikan masuk ke dalam khutbah ini. Dan ini adalah realita di zaman nabi kita shallallahu alaihi wasallam, ada kesamaan dengan kondisi saat ini, menurut saya tidaklah dewasa untuk membandingkan masa nabi dengan zaman kita, segamblang itu… bahwa zaman mereka sama seperti zaman kita.
Saya tak setuju dengan itu, ada banyak perbedaan yang harus kita cermati. Tapi ada beberapa persamaan, di antaranya, nabi kita shallallahu alaihi wasallam adalah minoritas kecil saat beliau mulai mengajarkan Islam. Dan apa yang beliau katakan tentang satu Tuhan, hidup sesudah mati dan wahyu, malaikat yang datang dan bicara dengan beliau, dan semuanya. Ini terdengar gila bagi kebanyakan orang-orang itu. Sebagian besar orang yang mendengar mengira beliau gila. Sebagian besar orang merasa sedih karenanya, mereka sebenarnya tidak jahat, hanya tak biasa mendengar hal seperti itu. Jadi mereka tak menghiraukannya, tidak mau memikirkannya bahkan sampai hal itu berkembang. Orang-orang yang menguasai media saat itu, mereka yang mengontrol apa yang harus didengar dan dipikirkan orang-orang, mereka yang paling berpengaruh secara finansial dan politik adalah mereka yang menentang nabi shallallahu alaihi wasallam.
Nabi shallallahu alaihi wasallam berada dalam posisi hampir bangkrut, hampir tidak didanai oleh isteri beliau, hampir tidak didanai oleh sejumlah pengikut, bahkan sebagian besar mereka adalah budak, para pemuda, atau orang yang tidak punya kekayaan, tidak punya nilai politik. Inilah mayoritas muslim yang menjadi pengikut. Dan mereka yang sangat kukuh menentang Islam adalah yang beberapa orang yang sangat berkuasa dalam masyarakat itu. Jadi dalam hal itu ada perumpamaan, bahwa kita dibandingkan dengan mereka yang bicara menentang Islam. Hampir tidak terlihat pada masa kita, bahkan tidak bisa dibandingkan.
Meskipun begitu satu-satunya yang dimiliki Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah perkataan yang baik. Satu-satunya yang dimiliki beliau adalah perkataan-perkataan ini, yang selalu diberikan Allah, perkataan baik dari wahyu yang selalu diturunkan Allah. Dan entah bagaimana Allah menguatkan perkataan-perkataan itu sehingga akan menanamkan benih di dalam hati orang-orang, dan buah yang bisa didukungnya dan memberi manfaat hingga jika anda mengatakan pada para sahabat itu, maka seperlima dari populasi dunia akan memegang perkataan-perkataan tersebut sangat tinggi. Seperlima dari planet ini akan memuja buku ini dan menganggapnya perkataan Tuhan. Padahal hanya ada kurang dari selusin pengikut nabi shallallahu alaihi wasallam, akan sulit dibayangkan. Tapi mereka percaya sesuatu, mereka percaya perkataan yang baik membawa dan menggemakan efeknya di masyarakat yang paling tidak mungkin. Itulah masyarakat yang paling tidak mungkin dipengaruhi.
Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kita meremehkan kekuatan dari penyebaran perkataan Allah.
Penyebaran pendidikan qur’an itu sendiri. Padahal perkataan itu sudah membuktikan dirinya sendiri. Saya tidak membicarakan sesuatu yang terjadi secara ghaib, sesuatu yang harus dipercayai, yang belum pernah kita alami atau lihat di dunia. Dunia sudah melihat petanya berubah karena perkataan Allah, itu sudah terjadi dalam sejarah kita. Ini bukanlah sesuatu yang tidak terjadi atau dongeng. Dan tak ada alasan ini hanya melibatkan segelintir orang. Hanya segelintir orang yang sungguh percaya akan kekuatan perkataan ini. Bisa anda bayangkan berapa banyak kita saat ini? Sepertinya ada sesuatu yang hilang dalam keimanan kita terhadap apa yang mampu dilakukan oleh buku ini. Karena ini adalah buku yang sama, yang belum berubah. Pesannya sama, Tuhannya sama, mungkin manusia yang sudah berubah. Mungkin hati kita yang telah berubah, mungkin inilah satu-satunya bumbu yang kurang saat ini.
Empat Kelompok Yang Terkait Dengan Islamofobia
Dua kelompok ekstrim yang minoritas
Sekarang saya akan menyampaikan poin yang ingin saya berikan dalam khutbah ini dan apa yang bisa kita pengaruhi. Sudah saya katakan bahwa kita tak bisa merubah media masa dalam semalam. Kita tak bisa mempengaruhi politisi dalam semalam, kita tak bisa melakukan itu. Populasi kita kecil, khususnya di Amerika Serikat. Apa yang bisa kita pengaruhi? Saya ingin kita berpikir tentang setidaknya 2 atau 4 kelompok. Ketika insiden yang menakutkan ini terjadi, saya ingin anda memikirkannya dalam 4 kelompok.
Satu kelompok membenci Islam, mereka punya agenda politik, bisnis, atau agenda apapun. Dan mereka menghasilkan uang dari menyebarkan kebencian terhadap Islam, mereka suka insiden ini karena mereka memperoleh makan darinya. Bisnis mereka berkembang dari situ, mereka menjual ketakutan dan menyebarkannya. Dan merekalah yang memperoleh keuntungan dari industri Islamofobia. Islamofobia pada kenyataannya adalah sebuah industri, mereka menjual buku, seminar, tiket untuk acaranya, dan sebagainya… Ini industri mereka, dan jika insiden ini berakhir, bisnis mereka akan hancur. Itu adalah salah satu dari 4 kelompok tadi. Dan tak ada gunanya bicara pada kelompok ini. Karena kelompok ini tidak benar-benar menentang siapa anda, mereka tidak membenci muslim, mereka hanya cinta uang, dan mereka cinta politik, itulah yang memotivasi mereka.
Pada sisi ekstrim yang lain ada sekelompok muslim, atau setidaknya mereka mengaku sebagai muslim. Mereka melakukan hal yang mengerikan ini atas nama Islam. Mereka memutilasi pesan Islam kepada sebagian besar populasi manusia. Mereka menyebut hal ini sebagai “jihad fisabilillah” dan mengutip ayat qur’an saat membuat video mereka dan sebagainya. Inilah sisi ekstrim yang lain.
Kedua ekstrim ini, percaya atau tidak, butuh satu sama lain. Mereka bergantung satu sama lainnya. Para ekstrimis ini bisa mengutip ekstrimis yang satunya, “Inilah sebabnya kami eksis.”
Dan ekstrimis sisi ini bisa mengutip yang sebelumnya, “Itulah sebabnya kami eksis.”
Keduanya adalah kelompok kriminal sangat kecil, anti mainstream di dalam masyarakat. Mereka tidak melambangkan kelompok mayoritas apapun, mereka keduanya adalah sisi ekstrim.
Dua kelompok mayoritas
Sekarang siapa yang berada di tengah? Saya ingin anda berpikir tentang yang di tengah sebagai populasi terbesar non-muslim yang tak tahu lebih jauh. Mereka bukan orang jahat, durjana, atau sangat membenci Islam, mereka hanya tak tahu apa yang terjadi. Mereka adalah korban, sungguh, korban propaganda.. dan kadang mereka korban penyerangan-penyerangan ini. Pikirkan mereka yang di Belgia, betapa sedihnya mereka saat ini… Betapa takutnya mereka sekarang, betapa marah mereka menilai kita saat ini. Itulah kelompok mayoritas.
Dan pada sisi yang lain adalah mayoritas muslim. Populasi terbesar muslim yang juga kebingungan. Yang juga bertanya, “Apa yang harus kami lakukan menghadapi ini?”
Ke mana kami akan melangkah dengan hal ini? Dan korban sesungguhnya dari ekstrimisme ini adalah mereka yang berada di tengah. Kedua kelompok ini adalah populasi terbesar dari non-muslim dan muslim.
Hari ini, dengan beberapa menit yang saya miliki kita bahas populasi muslim. Mungkin pada saat yang berbeda tentang populasi non-muslim. Tapi hari ini, cukuplah sesuatu tentang para muslim. Dengan waktu yang saya miliki saya kira kita butuh 5 menit, tidak lebih. Di dalam populasi tersebut, setelah beberapa generasi – saya tidak bicara tentang besok atau hari sesudahnya, saya ingin anda berpikir untuk jangka panjang, seperti yang diinginkan ayat -.
Dalam jangka panjang salah satu dari 2 hal bisa terjadi, salah satu dari 2 hal bisa terjadi pada generasi kita berikutnya. Generasi penerus kita akan mendengar pesan tentang Islam melalui ekstrimis yang nyaring ini dari sisi mereka, atau dari ekstrimis yang satunya, dari sisi mereka, yang membuat Islam terlihat begitu buruk. Mereka membuatnya terlihat penuh dengan kekerasan, sangat tidak beradab, sangat tidak rasional, sangat barbar, sehingga banyak dari populasi generasi muslim berikutnya akan berkata, “Saya tidak yakin mau menjadi seorang muslim. Saya tak yakin jika ini adalah ide yang bagus. Jika saya ingin hidup dalam dunia modern dan bertahan, maka saya kira saya tak percaya dengan nilai ini.”
Mereka tidak memiliki pendidikan agama yang kuat, mereka sama dengan yang lain, memperoleh informasi tentang agama mereka dari pemberitaan. Atau memperolehnya dari acara seperti ini, kadang mereka bertanya kepada orang tuanya yang juga tidak punya latar belakang agama yang luas. Itu bukan salah mereka juga, mereka akan mulai mengembangkan pertanyaan tentang Islam, muslim… Generasi muslim akan mulai mengajukan pertanyaan tentang Islam. Mereka akan bertanya kepada orang tuanya, dan orang tuanya takkan bisa menjawabnya. Dan orang tuanya akan menjawab, “Ayo kita tanya seorang syekh, ayo kita tanya seorang imam.”
Dan anaknya akan berkata, “Saya takut dengan orang itu, dia seperti orang yang diberitakan, saya tak mau bicara dengannya.”
Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, ini sudah mulai terjadi. Apa yang akan kita lakukan dengan berlalunya waktu adalah kita akan mengasingkan seluruh generasi dari agamanya sendiri, sebagai konsekuensi dari situasi ini.
Dan pada sisi yang lain… ini adalah salah satu masalah yang akan muncul dalam beberapa generasi berikutnya. Masalah lain yang akan muncul beberapa generasi berikutnya adalah akan ada para pemuda – dengarkan dengan baik – yang diberi Allah cinta terhadap Islam dalam hatinya. Ada cinta terhadap Islam dalam hatinya, tak masalah apakah itu di Salt lake, atau di Sydney, Australia, atau mereka tinggal di Ithaca atau di Lahore. Tak masalah apakah mereka telah berpesta seluruh hidupnya, ataukah mereka tak tahu apa-apa tentang Islam. Suatu hari mereka akan bangun dan berkata, “Saya ingin menjadi muslim yang lebih baik.”
Dan mereka akan mulai sholat, dan para pemudinya akan mulai berpakaian dengan baik, dan para pemudanya akan mulai belajar bagaimana membaca qur’an, dan mereka akan ingin mempelajari agamanya.
Anak-anak muda ini bukan karena orang tuanya atau lainnya, tapi karena sesuatu yang dimasukkan Allah ke dalam hatinya, maka mereka akan ingin mempelajari agamanya. Dan saat mereka ingin mempelajari agamanya mereka akan menggunakan internet. Dan saat online mereka akan suara yang paling nyaring akan datang dari kedua ekstrimis ini. Dan ekstrimis yang satu akan berkata kepada mereka bahwa Islam yang sesungguhnya adalah yang kami ikuti. Jika kalian benar-benar mencintai Islam, jika kalian benar-benar ingin taubat dan minta ampun untuk dosa dari kehidupan hura-huramu maka kalian harus berjihad bersama kami. Maka para pemuda yang tulus ini, pemuda-pemuda yang mencintai Islam ini, mereka akan menjadi korban dari propaganda itu. Apakah kita akan memiliki pemuda yang tak mau tahu tentang agama dan malu karenanya, atau mereka akan menjadi sangat ekstrim. Mereka akan tertarik kepada salah satunya. Dan masalah ini akan terus berkembang.
Perkataan Yang Baik Sebagai Penyelamat Generasi Muslim Masa Depan
Hanya ada satu solusi, satu-satunya solusinya adalah, “Kalimatan thayyibatan, kasyajaratin thayyibathin, ashluhaa tsaabitun wa far’uhaa fis-samaa’i.” (QS Ibrahim ayat 24)
Sebuah perkataan yang baik laksana sebuah pohon yang baik. Jika pendidikan yang memicu pola pikir yang tepat dari qur’an, perkataan yang baik dari Allah, jika itu benar-benar menyebar di tengah generasi. Kita mudahkan orang-orang untuk mempelajari apa sesungguhnya makna qur’an, kita mudahkan bagi orang-orang untuk berpikir tentang apa yang dikatakan qur’an. Jika kita bisa membuat hal itu mudah bagi generasi demi generasi, maka kedua ekstrim ini, apa yang ingin mereka katakan adalah “kalimatan khabiitsah,” perkataaan yang buruk.
Dan perkataan yang buruk itu takkan bisa mempengaruhi mereka yang memperoleh manfaat dari perkataan yang baik. Dan perkataan yang baik ini akan bertahan dan mampu menyelamatkan generasi mendatang.
Para ahli politik mengatakan bahwa pendidikan agamalah yang membuat masalah sehingga menghasilkan ekstrimis. Saya katakan pada anda, pendidikan agama yang tepat, pendidikan qur’ani yang tepat adalah satu-satunya solusi untuk ekstrimisme. Inilah satu-satunya solusi. Jika kita tidak menyediakan pendidikan ini ke seluruh dunia, ke seluruh kampung ada atau tidak ada internet, di setiap universitas, di setiap lingkungan. Jika kita tidak memberikan pendidikan yang memicu pemikiran terhadap buku Allah, sirah nabi shallallahu alaihi wasallam, maka kita akan menghadapi masalah besar di kehidupan ini dan berikutnya. Itulah realita dari apa yang sedang terjadi. Semoga Allah ‘azza wa jalla menjadikan kita orang-orang yang mampu berpegang pada perkataan yang baik dan mampu mewariskan perkataan yang baik itu kepada generasi berikutnya.
Saya tinggalkan anda dengan perkataan harapan dari Allah,
“Yutsabbitullaahulladziina aamanuu bil-qawlits-tsabiti fil-hayaatid-dunyaa wa fil-aakhirat(i).” (QS Ibrahim ayat 27)
Pikirkan kalimat ini, Allah akan memberikan keteguhan… Allah akan memberi keteguhan kepada mereka yang beriman dengan perkataan yang teguh di dunia ini dan setelahnya. Itu adalah janji Allah, itulah yang dikatakan-Nya selanjutnya. Ini adalah janji Allah, jadi,
“Wa yudhillullaahuzh-zhaalimiin(a), wa yaf’alullaahu maa yasyaa’u.” (QS Ibrahim ayat 27)
Dan Allah akan menyesatkan mereka yang berbuat salah, dan Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Allah memberi kita kebebasan, “Kamu bisa ke sini atau ke sana, tapi jika kamu menginginkan keteguhan dan stabilitas untuk kembali kepada umat ini,
“alqaulutsabit, yu’thikumutsabat.””
“Kalimat yang teguh itu akan mengembalikan stabilitas umat ini.“
Semoga Allah ‘azza wa jalla mengembalikan umat ini kepada stabilitasnya, dengan kestabilan dan kemauannya untuk memegang teguh kalimat Allah.
Barakallahu li wa lakum filqur’anilhakiim wa nafa’ni wa iyyakum bi dzikril hakiim.
Alhamdulillahi wa kafa wassalatu wassalaamu ‘ala ‘ibadihilladziinasthafa khususan ‘ala afdhalihim wa khaataman nabiyyin muhammadinil amiin, wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’iin. Yaqulullahu ‘azza wa jalla fi kitabihil kariim ba’da an aqula a’udzubillahi minasysyaitanirrajiim. Innallaha wa malaikatahu yushalluuna ‘alannabii ya ayyuhalladziina aamanu shallu ‘alaihi wa sallimu tasliimaa. Allahumma shalli ‘ala muhammadin wa ‘ala ali muhammad, kama shallaita ‘ala ibraahiim wa ‘ala ali ibraahiim, fil ‘alamiina innaka hamiidun majiid, Allahumma baarik ‘ala muhammadin wa ‘ala ali muhammadin kamaa barakta ‘ala ibraahiim wa ‘ala ali ibrahiim wa fil ‘alamiin, innaka ‘ala hamiidun majiid. ‘Ibadallah, rahimakumullah, ittaqullah. Innallaha ya’muruu bil ‘adli walihsaan wa itaaidzilqurba wa yanha ‘anil fahsyaai wal munkar wa la dzikrullahi akbar wallahu ya’lamuuma tashna’uun, aqimisshalaah innasshalaata kaanat ‘alalmu’miniina kitaaban mauquuta.