Hal yang kedua yang harus kita perhatikan dan butuh waktu lama untuk mengatasinya adalah mengenai berbohong. Tentang kebohongan. Anak-anak mulai belajar berbohong dan mereka akan meyakinkan diri mereka, bahwa mereka sedang tidak berbohong.
Mereka akan berkata, “Aku gak bilang gitu ma, aku gak pernah bilang gitu. Sumpah….”
“Kamu bohong. Kamu kan ngomong sendiri ke mama.”
“Nggak ma, aku nggak bilang gitu.”
“Mama merekam semuanya. Nih ada videonya…”
“Aku gak bilang gitu ma, sumpah, aku gak bilang…”
Apakah mereka mau menonton videonya sampai selesai? Tidak. Mereka tetap akan meyakinkan diri mereka bahwa mereka tidak berbohong. Kalian tahu mengapa, ini terjadi ?
Ini terjadi karena ketika mereka pertama kali berbohong dan mereka mengakuinya.
Hohohoho… Ka annahu yaumul qiyaamati… (Seolah olah hari kiamat datang. Kalian marah besar, red.)
“Kamu berani bohong di rumah ini?”
Sekarang, awalnya memang kalian akan bilang, “Coba jelaskan, apa yang sebenarnya kamu katakan.”
Dan ketika mereka mengatakan yang sebenarnya, kalian malah memarahinya. Oleh karenanya, di kesempatan berikutnya, mereka akan berpikir,
“Saya gak akan mengulanginya lagi. Sekali saya ngaku kalau saya bohong, saya tahu apa yang akan terjadi. Saya gak akan melakukannya lagi. Saya gak akan mengakui kesalahan saya lagi, karena merasa bersalah di rumah ini gak ada gunanya.”
Kalian harus menghentikan ini terlebih dahulu. Kalian tidak boleh menghukum. Kalian tidak boleh memberikan hukuman tambahan untuk sesuatu yang telah terjadi dan itu sudah membuat kalian marah.
Jadi sang Ibu marah karena anaknya berbohong atau karena sang anak melakukan sesuatu yang buruk. Kemudian sang Ibu marah karena si anak berbohong. Kemudian sang Ibu marah karena sang anak tidak mengatakan yang sebenarnya walaupun diberikan kesempatan oleh sang Ibu.
“Sekali lagi nak, Ibu akan bertanya sekali lagi.”
Meskipun sang Ibu akan menanyaimu 6 kali lagi tetapi sang Ibu tetap akan mengatakan sekali lagi. “Sebaiknya kamu ngaku. Ini terakhir kalinya Ibu bertanya dan Ibu gak akan bertanya lagi kepadamu. Apakah kamu melakukannya?”
“Tidak.”
“Ok, Ibu akan tanya satu kali lagi. Sebelum Ibu laporkan ke Ayahmu. Sekali lagi…“
“Aku nggak melakukannya, ma. Aku nggak melakukannya.“
Lalu kamu pergi tidur, kamu menangis dan ketika kamu bangun. Mereka masih berkata, “Aku nggak melakukannya.”
Mereka akan terus mempertahankannya. Dan kamu bertanya, bagaimana saya mengatasi ini? Dan kamu berkata, “Mama tahu kamu melakukannya. Mama tahu KAMU yang melakukannya.”
Kalian jadi semakin marah. Kalian marah dan dia akan semakin defensif. Dan kalian akan semakin marah dan dia jadi semakin defensif. Dan pada akhirnya, kamu menyerah dan suamimu datang dan kau berkata, “Aku gak tahu lagi harus ngapain ‘pa. Dia udah berani bohong.“
“Kamu berbohong nak?”
“Tidak.“
Dan siklus ini akan terulang lagi. Bagaimana kita bisa mengatasi hal ini? Kita harus menghadapi situasi ini. dan kadang-kadang kalian hanya harus mempercayai mereka walaupun kalian tahu mereka berbohong.
“Papa percaya sama kamu. Kamu gak mungkin bohongin papa. Kemarin kamu udah janji kalo kamu gak akan bohong lagi, jadi sekarang Papa akan mempercayaimu.”
Dan walaupun anak yang lain akan protes.
“Papa percaya sama dia.”
“Kamu aman. Kamu gak akan kenapa-kenapa.”
Dan biarkan dia berbohong tiga sampai empat kali. Lihat saja apa yang akan terjadi. Anak-anak itu pada hakikatnya tidak jahat. Anak-anak itu pada dasarnya baik. Sifat asli mereka adalah kebaikan. Jadi, ketika mereka melakukan sesuatu yang buruk dan kamu tidak menghukum mereka karena keburukan itu, maka mereka memiliki kesempatan untuk bertanya kepada hati nurani.
Jika kalian menghukum mereka untuk itu, hati nurani mereka tidak akan terusik karena mereka telah dihukum untuk kesalahan yang mereka lakukan. Ketika mereka dihukum, mereka tidak merasa bersalah karena mereka melakukan suatu kesalahan dan mereka membayar kesalahan tersebut dengan hukuman.
Selesai sudah. Mereka tidak diberi kesempatan untuk bertanya pada hati nurani. Namun, jika kamu sesekali tidak menghukum mereka. Maksud saya kalian harus cari kesempatan yang bagus. Kalian tidak harus menghukum mereka setiap saat. Cari kesempatan yang tepat dan katakan, “Ok, aku mempercayaimu. Kamu tidak melakukannya.”
Saya yakin dia pasti salah. Dia pasti salah ingat. Ketika kamu menamparnya dia pasti sedang tertidur dan berimajinasi. Kalaupun ada bekas dimukanya, aku tidak tahu. Memang kelihatan berwarna merah. Aku gak tahu apa itu. Itu tidak terlihat seperti tamparan tanganmu, malah lebih mirip kaki.
“Ok, kamu aman sekarang.“
Kalian tahu apa yang terjadi setelah beberapa waktu?
“Mama aku ingin memberitahumu sesuatu. Aku yang melakukannya huhuhuhuhu.”
Dan kamu datang dan menenangkannya.
“Ok, tidak apa-apa. Aku tetap mempercayaimu.“
Apa yang telah kalian lakukan adalah kalian telah menghilangkan sifat defensif dari anak tersebut.
Namun, diperlukan mindset jangka panjang untuk bisa melakukan hal ini. Kamu mungkin akan gagal di kesempatan pertama. Sangat sulit untuk memaaafkan hal tersebut, terutama jika kamu mempunyai anak selain dia. Mereka akan berusaha menyalahkan yang lain. Ini sulit. Kamu harus berbicara secara pribadi kepada anak yang lain dan menjelaskan bahwa kalian juga mempercayai mereka.
“Nak, papa tahu. Papa gak marah sama kamu. Papa tahu dia salah. Namun, bukan berarti kamu boleh senang kalo dia dihukum.”
Itu adalah sisi lainnya, ada anak yang baru bisa bahagia ketika anak lain dihukum. Mereka biasa melakukan itu.
“Aba, dia menjewer telingaku kemarin.”
Ketika itu saya baru kembali dari Skotlandia dengan keluarga. Anak saya yang kecil datang kepada saya dan berkata, “Abi tahu, dia menjewer telingaku suatu hari.”
“Oh ya? Abi gak tahu.”
“Yang kemarin ketika kita jalan-jalan….” (Penonton tertawa)
“Lalu, Abi harus ngapain?“
“Abi harus menghukumnya.”
“Apa itu akan membuatmu senang?”
“aha….” (Penonton kembali tertawa)
Kadang-kadang anak-anak melakukannya supaya anak yang lain mendapatkan hukuman.
Mereka melakukannya. Kalian juga tidak ingin menciptakan anak seperti ini. Kalau itu permintaan anak kecil, yang masih berusia dua tahun. Ok. Kalian ingin menghiburnya. Kamu memanggil anak yang besar dan kemudian kamu menepuk tanganmu sendiri beberapa kali. Dan kamu bilang kepada si anak besar untuk pura-pura berkata, “Ow” dan dia berkata, “Ow ow sakit yah… “
Lalu berkata, “Apa kamu senang sekarang, Walid?”
“Ya hahahah…..”
Itu keren. Namun, kalau dengan anak yang lebih tua, ketika mereka bahagia jika anak lain dihukum, ini adalah masalah. Mereka berhak dihukum kalau merasa seperti itu. Mengapa kamu senang? Memangnya kamu dapat apa kalau mereka dihukum? Ini adalah hal yang harus kita perhatikan dari anak-anak kita.
Jadi, sudah ada dua hal sekarang: EMOSI dan BERBOHONG. Berbohong adalah proses yang panjang. Kamu tidak bisa langsung menghilangkan sifat bohong dari seseorang. Apalagi ketika karena tidak lagi melihat itu sebuah kebohongan. Mereka hanya melihatnya sebagai bentuk perlindungan diri.
Dan anak-anak, ketika mereka sering berbohong. Kalian tahu apa yang terjadi? Mereka akan mulai mempercayainya. Mereka bisa berakting jauh lebih baik dari aktor manapun yang pernah kalian lihat. Mereka percaya. Mereka mulai memainkan peran. Mereka akan menjiwai peran itu. Dan kalian akan sangat terheran-heran dan tidak tahu harus dari mana untuk mulai mengatasinya.
Pertama, mulailah untuk tidak melawannya, mulailah dengan melucuti, mulai dengan menghilangkan rasa takutnya.
Dibuat oleh: Darul Arqam Studio
Subtitle oleh: Tim NAK Indonesia
Subscribe di channel kami untuk video-video bermanfaat lainnya.
YouTube, Instagram: nakindonesia
Twitter: @nakid
Facebook: Nouman Ali Khan Indonesia
Tumblr: nakindonesia.tumblr.com
Terima kasih atas perhatiannya… ^^
Reblogged this on Eda Sutjipto and commented:
Saya punya 3 orang putri. Dan kompetisi antara mereka sudah menjadi santapan sehari-hari. Untuk beberapa hal saya bisa mnemetik hal positif dari kompetisi ini. Tpapi terkadang bisa berakhir dengan kericuhan . Saya harus adil. Meski saya tahu yang satu tidak jujur ternyata memang tidak bisa dengan serta merta saya tegur dan menimbulkan kepuasan bagi yang lain.
Saya belajar dari artikel NAK ini..
Semoga bermanfaat pula bagi yang sempat membacanya.
LikeLike