[Laqad haqqal qawlu ‘alaa aktsarihim fahum laa yu’minuuna] (QS. Yaa Siin ayat 7).
Kebenaran telah terwujud nyata, maksudnya adalah kebenaran itu telah jelas. Firman Allah (subhanahu wa ta’ala) telah terbukti kebenarannya bagi sebagian besar dari mereka.
Namun mereka tetap tidak akan beriman, [Fahum laa yu’minuuna]. Allah (subhanahu wa ta’ala) mengatakan sesuatu yang luar biasa di sini. Allah (subhanahu wa ta’ala) mengatakan, sebagian besar dari mereka sudah sadar bahwa perkataan yang kau sampaikan adalah sesuatu yang benar, tapi mereka tetap tidak mau percaya.
Di ayat sebelumnya sudah diceritakan bahwa mereka tidak tahu apa-apa. Sedangkan di ayat ini disebutkan bahwa mereka tahu, mereka paham, tapi mereka tetap tidak mau percaya. Tapi kemudian muncul pertanyaan, kalau memang mereka pada akhirnya tidak akan percaya. Lalu untuk apa aku melakukan semua ini?
Kenapa Engkau (Allah subhanahu wa ta’ala) memerintahkan aku (nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam, red.) untuk memberi peringatan kepada orang-orang kalau akhirnya mereka tidak akan percaya?
Mari kita runut ulang dari awal. Bagaimana kebenaran itu bisa menjadi jelas bagi mereka? Ada kombinasi yang tak bisa mereka elakkan. Perkataan sempurna dari firman Allah (subhanahu wa ta’ala) dan karakter yang sempurna dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.
Bukankah seperti itu yang namanya petunjuk, ya’kan? Pembawa pesan dan isi pesannya itu sendiri? Ketika keduanya adalah yang terbaik, pembawa pesan terbaik dan pesan terbaik yang pernah ada dan mereka bersatu.
Bahkan orang kafir, orang yang mendustakan itu pun jauh dilubuk hati mereka tahu bahwa mereka tidak bisa melawan ini. Bahwa memang benar ini adalah firman Allah (subhanahu wa ta’ala).
Dan Allah (subhanahu wa ta’ala)…. Saya tidak mungkin tahu itu, kalian juga tidak bisa tahu, bahkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam sendiripun tidak tahu itu.
Tapi Allah (subhanahu wa ta’ala) melihat jauh ke dalam hati mereka dan melakukan analisa dan kemudian menurunkan ayat. Bahwa kebenaran itu telah nyata, jauh dilubuk hati mereka, mereka tahu bahwa itu adalah benar.
Setidaknya itu yang terjadi pada sebagian besar dari mereka, mereka sudah tahu. Tapi mereka tetap tidak mau percaya. Sekarang, bukankah ini menarik? Bahwa Quran itu sudah cukup sebagai bukti bagi Rasulullah sallallahu alaihi wasallam?
Bukankah Quran sudah menjelaskan tentang Rasulullah (sallallahu alaihi wasallam) di awal surat? Allah (subhanahu wa ta’ala) berkata, sebenarnya itu bukan hanya validasi untukmu, tapi juga untuk mereka.
Jangan khawatir, kau tidak perlu berpikir bahwa itu kurang meyakinkan atau mereka tidak mampu memahaminya. Mereka paham, Aku (Allah subhanahu wa ta’ala) katakan padamu, mereka paham. Mereka hanya tidak ingin kau melihatnya. Sekarang, ada pertanyaan lain yang juga menjadi keindahan dari surah ini, sekaligus juga menakutkan.
Allah (subhanahu wa ta’ala) berkata, mereka tidak akan beriman, [Fahum laa yu’minuuna]. Kata “Yu’minuuna” adalah kata kerja. Ketika kata kerja digunakan, itu artinya bersifat sementara. Artinya, sekarang mereka mungkin tidak percaya. Tapi seiring waktu, sesuatu mungkin terjadi dan mereka akan beriman.
Apa maksudnya ini? Ini maksudnya adalah sebagai indikasi di dalam Quran, atau sebagai sebuah prinsip yang sudah disebutkan di beberapa tempat di dalam Quran. Tolong perhatikan ini baik-baik, orang kafir yang keras kepala itu, yang menolak kebenaran bahkan setelah mereka tahu kebenaran itu sendiri.
Akan tiba waktunya ketika mereka akan beriman, kau tahu kapan? Ketika mereka sudah melihat hukuman (Kiamat, red.). Ketika mereka melihat azab yang menantinya, mereka akan memutuskan, [Innaa mu’minuuna] (QS. Ad-Dukhan ayat 12).
Misalnya Allah (subhanahu wa ta’ala) berfirman dalam surah Ad-Dukhan, [Rabbanaa iksyif ‘annaa al’adzaaba innaa mu’minuuna] (QS. Ad-Dukhan ayat 12).
Ya Rabb, tolong cabut azab ini dari kami, kami beriman sekarang, kami siap untuk beriman sekarang.
[Absharnaa wasami’naa fa-arji’naa na’mal shaalihan] (QS. As-Sajdah ayat 12).
Kami sudah melihatnya sekarang, kami siap mendengarnya sekarang. Kami telah melihat, sekarang kami siap mendengar.
Di sini Allah (subhanahu wa ta’ala) berfirman, sekarang mereka tidak percaya, hampir menunjukkan fakta bahwa ketika mereka sudah melihat azab, apa yang akan terjadi? Mereka akan beriman.
Tapi Allah (subhanahu wa ta’ala) juga berfirman di ayat lain, [Annaa lahumudz dzikraa] (QS Ad-Dukhan ayat 13).
Untuk apa lagi? Aku (Allah subhanahu wa ta’ala) sudah memintamu untuk beriman kepada yang ghaib. Kalau percaya hanya pada apa yang kau lihat, bahkan hewan pun bisa melakukannya. Seekor kucing bisa saja melihat api dan berkata, “Meow…”.
Itu bukan sebuah prestasi. Itu bukan disebut percaya, untuk alasan tersebut. Jadi sekarang, di ayat ini, Allah (subhanahu wa ta’ala) berfirman mereka tidak akan beriman. Tapi kemudian bagian yang paling penting di ayat ini, mohon kalian bertahan hingga akhir nanti.
Saya sudah menanyakan kalian sebuah pertanyaan yang sangat sulit. Kalau memang mereka tidak akan percaya, lalu untuk apa melakukan semua ini? Kenapa Engkau memerintahkan aku untuk melakukan pekerjaan yang tidak mungkin ini?
Ada satu kata di ayat ini, satu kata yang menjawab pertanyaan ini. Allah berfirman, [Laqad haqqal qawlu ‘alaa aktsarihim] (QS. Yaa Siin ayat 7).
Kebenaran itu telah jelas bagi SEBAGIAN BESAR dari mereka. Namun demikian mereka tetap tidak beriman. Jika sebagian besar dari mereka tidak akan beriman. Lalu siapa yang akan beriman? Ialah sebagian kecil dari mereka, ya’kan?
Ada sebagian kelompok kecil di antara mereka, yang akan percaya. Dan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam diberitahu bahwa kau harus memberi peringatan kepada seluruhnya. Karena kau tidak akan tahu, siapa dari mereka yang akan beriman.
Tapi akan Aku beritahu bahwa sebagian besar dari mereka tidak akan beriman. Memang bukan tanpa alasan jalan ini tidak disebut jalan sulit. Terimalah kenyataan bahwa memang hanya sebagian kecil dari mereka yang akan beriman. Dan bahkan Aku tidak akan beritahu siapa saja sekelompok kecil itu.
Kalau saja Engkau beritahu siapa saja orang-orang itu, pekerjaanku akan semakin mudah. Aku hanya akan mendatangi mereka, tidak perlu menghabiskan waktu untuk orang lain. Tidak!! Aku tetap tidak akan memberitahumu. Hanya info bahwa sebagian besar dari mereka tidak akan beriman.
Surah Yaa Siin Ayat 8
Ngomong-ngomong, kita akan melihat kenapa mereka tidak beriman dari betapa keras kepalanya mereka. Ayat berikutnya akan memberitahu kita, [Innaa ja’alnaa fii a’naaqihim aghlaalan] (QS. Yaa Siin ayat 8).
Sungguh, telah kami pasangkan untuk mereka tali kekang dari besi di leher mereka.
Mereka dipakaikan tali kekang dari besi yang tebal seperti ini. Dan ada rantai di belakangnya. Kapan orang dipakaikan barang ini? Hmm… bukan saat mereka mau dihukum. Penjara, ini adalah kondisi di penjara.
Mereka dirantai satu sama lainnya, dari yang satu ke yang berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya. Tiap orang dari mereka dipasangkan tali kekang, [Fahiya ilal adzqaani] (QS. Yaa Siin ayat 8), yang tali kekang itu sampai ke dagu mereka.
Ada tali kekang seperti ini, sampai ke dagu. dan mereka berjalan seperti ini, [Fahum muqmahuuna] (QS. Yaa Siin ayat 8), sehingga leher mereka tertengadah ke atas.
Ini adalah bayangan dari sebuah penjara, saya ingin kalian mengingat ini. Ini adalah gambaran dari? Penjara.
Apa hubungannya dengan ayat ini? Allah (subhanahu wa ta’ala) memberitahumu, bahwa kalau kau pergi ke kaum Quraisy. Jika kau pergi menghadap Abu Jahal saat ini kau akan melihat tali kekang itu di lehernya dan berkata, “Tolong lepaskan ini.”
Tidak, tidak, tidak. Ini adalah tali kekang yang terlihat atau tidak terlihat? Ini adalah tali kekang yang tidak terlihat. Tapi saya ingin kalian memahami gambaran dari penjara ini terlebih dahulu. Orang-orang dirantai, yang berarti mereka di penjara.
Dan jika mereka di penjara itu artinya mereka terputus dari dunia luar, ya’kan? Ketika kau di penjara, kau tidak tahu ada kejadian di mana? Di dunia luar.
Yang mana artinya kau tidak tahu, tidak mengerti, dan tidak peduli apa yang sudah diturunkan. “Ghoofiluun, kenapa kau “Ghoofil?” Karena kau ada di dalam penjara.
Dan ketika kau dipakaikan tali kekang seperti ini. Kau sulit untuk melihat sekelilingmu, yang artinya apa yang terjadi di sekitarmu? Kau bahkan semakin tidak peduli, semakin tidak tahu.
Dan bahkan kalaupun kau harus berkata bahwa di dalam penjara, ketika seseorang masuk penjara. Kita pasti bertanya, apa sebabnya mereka sampai ke sana? Kenapa kita bisa di penjara? Untuk bisa ke penjara, kau harus dinyatakan bersalah atas suatu kejahatan, ya’kan?
Tapi di ayat sebelumnya sudah menyebutkan kesalahan mereka. Kebenaran telah menjadi nyata untuk mereka. Kata-kata itu sudah tertanam di diri mereka. Dan mereka masih tidak mau beriman. Itulah kejahatan yang mereka lakukan.
Dan ketika sudah tahu apa kejahatannya, maka mereka berhak di penjara. Tapi kita tidak hanya cukup sebatas di penjara. Hukuman kita haruslah setimpal atas kejahatan yang kita lakukan. Apakah kalian pernah mendengar istilah ini sebelumnya?
Hukuman itu harus setimpal dengan kejahatannya. Sejauh ini, hukuman untuk mereka yang kita tahu adalah mereka dipakaikan tali kekang di mana? Di lehernya.
Apakah Allah (subhanahu wa ta’ala) menyebutkan bahwa Allah (subhanahu wa ta’ala) tahu apa yang ada di dalam hati mereka? Bahwa mereka sudah tahu tentang kebenaran itu? Ya (Allah subhanahu wa ta’ala tahu).
Jadi kebenaran itu sudah ada di hati mereka, tapi mereka terlalu sombong untuk mengatakannya. Sehingga kata-kata itu tertahan di leher mereka. Tidak pernah dikatakan. Mereka menahannya. Itu sebabnya mereka disebut orang kafir.
Kafir itu artinya seseorang yang menyembunyikan kebenaran. Kata kafir juga digunakan untuk petani yang menanam bibit di tanah. Karena dia menyembunyikan bibitnya.
Jadi, kenyataan bahwa mereka tidak mengatakannya itulah akhirnya digunakan sebagai perumpaan bahwa leher mereka terkunci. Kejahatan yang mereka lakukan itu ada di sini (tenggorokan, red.). Mereka bisa saja mengatakannya, jadi harga diri mereka menahannya.
Tapi kemudian saya juga ingin kalian memikirkan tentang, ketika kalian mendongakkan kepala seperti ini, tapi kalian tidak dipasangi tali kekang. Disebut apa itu? Itulah kesombongan.
Gambaran yang digunakan bahwa ada tali kekang di leher mereka adalah sebuah gambaran penghinaan. Tapi Allah (subhanahu wa ta’ala) membandingkan gambaran tersebut dengan kebanggaan yang dimiliki oleh orang-orang ini. Karena kesombongan mereka dan keras kepalanya mereka, dan kebanggaan mereka untuk tidak mau mendengar pesan yang dibawa ini.
Mereka pikir mereka dapat berbangga. Allah (subhanahu wa ta’ala) menyebut kebanggaan mereka itu adalah bagaikan penjara. Allah (subhanahu wa ta’ala) menyebutnya penjara. Allah (subhanahu wa ta’ala) berkata bahwa mereka terpenjara. Dan mereka bahkan tidak menyadarinya. Mereka diperbudak oleh rasa bangga di dalam dirinya. Ini adalah sebuah gambaran yang sangat luar biasa.
Dan hal terakhir yang ingin saya katakan tentang ayat ini adalah ketika kalian punya tali kekang seperti ini, di leher kalian. Apakah kalian bisa melihat diri kalian? Jangankan untuk bisa melihat apa yang terjadi di luar sana, di sekitarmu. Kau bahkan tidak bisa melihat siapa? Dirimu sendiri.
[Fa-ansaahum anfusahum ulaa-ika humul faasiquuna] (QS. Al-Hasyr ayat 19).
Allah (subhanahu wa ta’ala) menjadikan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka bahkan tidak bisa melihat diri mereka sendiri.
[Idzaa akhraja yadahu lam yakad yaraahaa] (QS. An-Nuur ayat 40).
Kata Quran, kalau saja kami ambil tangan mereka, mereka tidak akan bisa melihat tangan mereka sendiri. Seperti itulah gambaran betapa buruknya kondisi mereka. Mereka sangat keras kepala, tapi sifat keras kepala mereka itu…
Ketika saya membaca ayat ini, saya berkata, “Okay, mungkin Allah (subhanahu wa ta’ala) akan mengganti subjeknya sekarang, karena ini sudah cukup sebagai penghinaan.”
Surah Yaa Siin Ayat 9
Tapi ternyata ada ayat lain lagi, [Waja’alnaa min bayni aydiihim saddan] (QS. Yaa Siin ayat 9).
Dan tepat di depan mereka, kami letakkan dinding.
[Wamin khalfihim saddan] (QS. Yaa Siin ayat 9).
Dan di belakang merekapun kami letakkan dinding.
[Fa-aghsyaynaahum] (QS. Yaa Siin ayat 9).
Dan kami tutupi mereka, sehingga mereka tidak bisa melihat. Bayangkan, kalian di penjara, kalian dirantai bersama orang lain. Ada dinding di depanmu, dan ada dinding di belakangmu.
Kenapa tidak disebutkan dinding di sisi kanan dan kiri? Karena kalau kau dirantai, ke arah mana kau bisa melangkah? (lurus, red.) Dan kau tidak akan bisa melihat kiri kanan, karena kau dikekang. Jadi kau hanya bisa melihat depan atau belakang.
Kau hanya bisa ditarik ke belakang atau di dorong ke depan, hanya itu. Gambaran ini semakin disempurnakan lagi. Mereka hanya bisa berjalan ke arah ini. Lalu apa yang Allah (subhanahu wa ta’ala) katakan?
Ada dinding di depan mereka, dan ada dinding di belakang mereka. Untuk apa gunanya ada dinding? Agar kau tidak bisa kabur.
Untuk apa gunanya ada dinding? Agar kau tidak bisa melihat apa yang ada di baliknya, ya’kan? Itu yang akan menjadikanmu tidak sadar. Tapi sekarang ada tiga blok. Dinding di depan, dinding di belakang, dan dinding di atas.
Ini sangat-sangat penting. Ketika saya bilang sangat penting dua kali, itu artinya benar-benar sangat penting. Kalau saya hanya bilang sangat penting saja, itu maksudnya hanya agar kalian tidak tertidur. Tapi kalau saya bilang, sangat-sangat penting, maka itu artinya benar-benar penting.
Ada tiga penghalang, penghalang pertama di mana? Di depannya. Saya ingin kalian paham apa maksudnya. Kau tahu apa yang ada di hadapan kita?
Semua hal. Ketika saya bangun, rumah saya ada di hadapan saya. Ketika saya berjalan melewati tangga, anak-anak sudah menunggu di bawah. Ketika saya keluar, ada langit yang ada di hadapan saya. Ketika saya mau berkendara, ada mobil yang ada di hadapan saya. Teman-teman saya ada di hadapan saya, Quran ada di hadapan saya.
Semua jenis kehidupan, semua ciptaan Allah (subhanahu wa ta’ala) selalu ada di mana? Tepat di hadapan kita dan ciptaan itu, kehidupan itu, langit, bumi, pohon, anak, istri, itu semua adalah pengingat kepada Allah (subhanahu wa ta’ala). Semuanya. Tapi mereka terhalang untuk melihat semua ini. Jadi mereka memang melihat semua hal ini, tapi tidak satupun dari itu yang membuat mereka ingat kepada Allah (subhanahu wa ta’ala).
Semua itu tidak cukup untuk membuat mereka semua berpikir. Mereka semua tertahan dari jalan kebenaran itu. Dengan kata lain, dinding yang pertama tadi, adalah dinding ciptaan. Saya, kalian paham apa maksudnya. Semua ciptaan Allah (subhanahu wa ta’ala), semua ada di hadapan kita, semuanya selalu ada.
Kau mungkin tidak selalu membaca Quran. Kau mungkin tidak selalu melakukan ibadah. Kau mungkin tidak selalu melakukan sesuatu, tapi kau tahu apa? Setiap kali kau bangun, apa yang ada di hadapanmu?
Ciptaan Allah (subhanahu wa ta’ala). Sesuatu yang harusnya jadi cermin bagi kita. Dari apa yang kita lihat, dan selalu tersedia. Itulah penghalang yang pertama.
Penghalang yang kedua, ada di mana? Di belakang mereka. Apa yang ada di belakang mereka? Sejarah mereka, sejarah hidup saya, sejarah hidup kelompok saya, sejarah dari bangsa lain. Semuanya ada di mana? Mereka tidak mampu melihat dari dunia yang ada di sekitar mereka.
Karena ada penghalang di hadapan mereka dan merekapun juga tidak peduli untuk bercermin dari pendahulu mereka. Sehingga mereka juga terhalang di mana? Di belakang mereka.
Sekarang sudah ada dua penghalang sejauh ini. Pertama, ada dunia yang ada di sekitarmu. Dan kedua adalah sejarah masa lalumu. Tapi bahkan itupun ternyata tidak cukup. Kau juga terhalang dari arah lain juga, di mana?
[Fa-aghsyaynaahum], dari atas mereka. Sekarang, kalau kau menutup mereka dari atas, berarti pasti ada sesuatu dari atas yang akan menunjukkanmu kepada kebenaran.
Kalau kau memperhatikan dunia sekitarmu, mungkin itu akan menunjukkanmu kebenaran. Kalau kau memperhatikan sejarah masa lalumu, mungkin itu juga akan menunjukkanmu pada kebenaran. Dan mungkin ada sesuatu dari atas yang mungkin akan menunjukkanmu kepada kebenaran.
Apa itu? Wahyu dari Allah (subhanahu wa ta’ala). Dan sekarang itupun terhalang di hati mereka. Quran akan mendeskripsikan, tidak peduli dari manapun kau mempelajari Quran. Selalu ada tiga jalan untuk kau menemukan kebenaran.
Kau bisa memperhatikan sekitarmu. Kau bisa memperhatikan sejarahmu. Atau kau bisa memperhatikan wahyu Allah (subhanahu wa ta’ala). Itu adalah tiga hal yang selalu tetap di dalam Quran. Ketika kau benar-benar memperhatikan dirimu, kau sadar bahwa kau sendiri adalah bagian dari dunia sekitarmu.
[Sanuriihim aayaatinaa fiil aafaaqi wafii anfusihim hattaa yatabayyana lahum annahul haqqu] (QS. Fushshilat ayat 53).
Dunia yang ada di sekitarmu adalah jalan pertama menuju kebenaran. Semua manusia bisa merasakannya. Sejarah, mereka yang peduli dengan masa lalunya akan sampai kepada kebenaran. Dan tentu saja bukti yang paling kuat untuk kebenaran adalah yang datang dari? Langit.
Orang-orang ini benar-benar tersesat. Jadi, jangankan untuk mendengarkan wahyu. Sebelumnya sudah dikatakan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bahwa orang-orang ini tidak akan mendengarkanmu. Meskipun itu adalah Quran yang berasal dari langit. Tapi itu bukan kejahatan pertama mereka.
Mereka bahkan tidak mampu melihat sekitar mereka. Mereka bahkan tidak peduli dengan peninggalan terdahulu. Orang-orang Arab ini, mereka biasa melewati reruntuhan dari suatu bangsa. Tapi mereka tidak pernah memikirkannya dua kali. Apa yang terjadi di sini? Bagaimana mereka bisa hancur seperti ini? Mereka tidak pernah memikirkannya. Tidak pernah terlintas di kepala mereka.
[Fahum laa yubshiruuna] (QS. Yaa Siin ayat 9).
Sehingga mereka tidak bisa melihat.
Sungguh sebuah gambaran yang luar biasa. Gambaran yang luar biasa. Dan di bagian akhir dari semua ini, dikatakan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Bahwa beliau sallallahu alaihi wasallam hanya akan bisa menyentuh golongan mayoritas atau minoritas? Apa yang dikatakan kepada beliau?
Dan sekarang dikatakan kepada beliau, bahwa sebagian besar dari mereka itu sangat buruk. Mereka itu sangat tidak bisa diharapkan.
Surah Yaa Siin Ayat 10
[Wasawaaun ‘alayhim a-andzartahum am lam tundzirhum laa yu’minuuna] (QS. Yaa Siin ayat 10).
Itu akan sama saja, tidak berarti. Apakah kau mengingatkan mereka atau tidak. Mereka memang tidak akan beriman. Ya Allah, Engkau baru saja memerintahkanku untuk memperingatkan mereka. Tapi sekarang Engkau bilang itu semua percuma saja baik mereka itu diingatkan atau tidak?
Ya, sebagian besar dari orang-orang ini mereka tidak akan terpengaruh. Jadi misalnya saja Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berbicara dengan orang sebanyak ini. Sebagian besar dari mereka terpasang tali kekang di leher mereka. Sebagian besar dari mereka tidak akan mendengarkan apapun.
Tapi beliau (sallallahu alaihi wasallam) tetap harus menyampaikannya. Kenapa begitu? Kenapa kalau memang sebagian besar dari mereka memang tidak akan beriman, tidak hanya Quran. Quran yang keluar dari mulut Rasulullah sallallahu alaihi wasallam itu tidak cukup bagi mereka.
Sekeras apa kepala mereka sampai-sampai Quran yang datangnya dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam sekalipun tidak cukup bagi mereka. Itu adalah suatu kondisi yang sangat tidak bisa diharapkan.
Surah Yaa Siin Ayat 11
Dan ketika itu terjadi, ketika mereka sudah berada di kondisi seperti ini. Dikatakan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, [Innamaa tundziru mani ittaba’adz dzikra] (QS. Yaa Siin ayat 11).
Kau hanya bisa memberi peringatan kepada orang yang mau mengikuti peringatan. Sebelum saya kasih tahu kalian tentang ayat ini, ada satu hal lain dari yang tadi saya sebutkan, ada berapa jalan menuju kebenaran?
Tiga. Apa saja tiga hal itu? Ini mudah, ini sangat mudah, ayolah. Sekarang yang tadi saya bilang menjadi sangat-sangat penting. Ciptaan Allah (subhanahu wa ta’ala), sejarah, dan wahyu, ya’kan?
Ketiga hal tersebut adalah tentang bagaimana kau menggunakan pikiranmu. Agar bisa menemukan kebenaran. Ketika kau menemukan kebenaran, kau akan bisa menerima peringatan. Ada 1,2,3 dan apa yang ke-4? Peringatan. Kalau kau memberikan peringatan, tapi kau belum menemukan kebenaran. Apalah artinya itu semua?
Kadang-kadang anak kita tidak tahu apa-apa tentang Islam. (kita menyuruhnya sholat), dan dia akan bertanya, “Kenapa aku harus sholat bu?” (penonton tertawa)
Allah (subhanahu wa ta’ala) akan sangat marah, tapi sebelum itu aku akan lebih marah dari Dia. Kita suka memberikan peringatan, tapi kadang kita tidak menjelaskan tentang kebenarannya terlebih dahulu. Kau tahu apa yang akan terjadi kalau kau melakukannya? Orang-orang akan lari. Peringatan hanya akan bermanfaat bagi mereka yang telah menemukan kebenaran terlebih dahulu.
Ada berapa banyak jalan menuju kebenaran? Ciptaan Allah (subhanahu wa ta’ala), sejarah, dan wahyu, ya’kan? Setelah itu baru memberi peringatan. Kita lihat kapan peringatan itu datang?
Sekarang, Allah (subhanahu wa ta’ala) berkata ketika tiga jalan itu tertutup, tidak peduli seberapa banyak kau ingatkan mereka. Mereka tidak akan beriman, itu tidak akan berpengaruh.
Apakah ini tidak akan mengubah cara kita mengkomunikasikan Islam kepada orang lain? Bukankah ini seharusnya menjadikan kita mengubah, bahwa seharusnya yang perlu kita kuatkan adalah cara berpikir yang benar. Bukan hanya memberikan peringatan?
Dan kalaupun kau mengingatkan seseorang, darimana kau akan memulainya? Cara berpikir yang benar. Buat mereka belajar dari sejarah. Buat mereka bercermin dari wahyu Allah (subhanahu wa ta’ala). Buat mereka berpikir tentang dunia yang ada di sekitar mereka. Setelah itu baru beri mereka peringatan.
Saya berani berpendapat bahwa sebagian besar umat Islam saat ini, tidak punya ijazah formal atau pendidikan yang cukup tentang Islam, termasuk saya. Kita memang tidak memilikinya, inilah kenyataan di dunia yang kita tinggali saat ini dan itu bukan kesalahan kita. Jadi kalau kita tidak punya dasar yang kokoh dan tiba-tiba kau datang dan memberi ceramah satu jam tentang neraka akan timbul suatu masalah. Karena mereka tidak punya pondasi yang kokoh.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tidak memulai dakwahnya dengan peringatan. Beliau tidak memulainya seperti itu. Peringatan ini muncul kemudian dalam jejak dakwahnya. Jadi sekarang, mari kita bicara tentang ayat ini.
Kau hanya akan bisa memberi peringatan kepada orang yang mengikuti peringatan, [Mani ittaba’adz dzikra].
Kau tahu, ketika kau menggunakan kata “Man”, (yang artinya) seseorang. Allah (subhanahu wa ta’ala) memberitahu kita bahwa mungkin hanya satu atau dua orang saja yang menerima. Dan kata “Man” berarti orang itu tidak diketahui. Kalau kata yang digunakan adalah “Alladzii”, misalnya jadi [Tundzirulladzit taba’adz dzikra].
Maka orang itu adalah orang yang diketahui. Tapi kata “Man” menjadikan orang tersebut tidak kita kenali. Dengan kata lain, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berbicara dengan pendengar dalam jumlah besar. Dan mungkin ada seseorang di pojok sana, dan di pojok sana. Beliau bahkan tidak tahu siapa mereka, tapi mereka mengikuti apa yang beliau katakan dan mereka memikirkannya.
Sekarang, ada perbedaan antara mengikuti peringatan dan mengikuti perintah. Ketika kau mengikuti perintah, misalnya perintah sholat. Kau bisa melihatku sholat. Kau bisa mengatakan, “Orang ini melaksanakan perintah Allah (subhanahu wa ta’ala).” Ya’kan?
Tapi jika ada seseorang yang duduk di sana, dan mengikuti apa yang kau katakan. Apa kau bisa membaca apa yang ada dipikirannya? Saya tidak bisa membaca pikirannya. Sebagian dari kalian melakukan ini (mengangguk-angguk, red.) hanya agar tidak mengantuk. Atau kau merasa grogi karena merasa aku melihatmu. Karena kau punya paranoid, kau tahu. Ini sering terjadi, misalnya saya berbicara dengan orang ini. Dan dia tampak ketakutan karena aku sedang melihatnya.
Itu terjadi, tapi saya tidak tahu apa yang ada di kepala kalian. Mungkin kau berpikir, “Ya Allah, …”
[“Oh my God did i leave the stove open?” or “He dealt at the car”, you know. or some people think what the game come on?] [menyebutkan contoh pikiran dalam kepala orang] *Kami kurang yakin dengan apa yang ustadz Nouman katakan pada bagian ini, tampaknya ustadz Nouman sedang menjelaskan contoh pikiran yang terdapat di kepala orang-orang.
Ada banyak hal yang terjadi di kepala kalian dan saya tidak tahu apapun. Dan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam juga tidak tahu apa yang ada dipikiran para pendengarnya. Dan memang beliau dijadikan demikian.
Allah (subhanahu wa ta’ala) hanya berkata, tugasmu hanyalah memberi peringatan kepada seseorang yang di dalam kepalanya memikirkan sesuatu, [Mani ittaba’adz dzikra] (QS. Yaa Siin ayat 11).
Coba lihat betapa sempurnanya pemilihan kata oleh Allah (subhanahu wa ta’ala), [Wakhasyiyar rahmaana] (QS. Yaa Siin ayat 11). Dan dia takut kepada Ar-Rahman.
[Bil ghaybi] (QS. Yaa Siin ayat 11). Yang berada di alam gaib.
Dia takut kepada Ar-Rahman yang berada di alam gaib. Tentu saja Ar-Rahman itu ada di alam gaib. Tapi apa maksudnya penegasan ada di alam gaib ini? Sebenarnya, itu maksudnya adalah dia tidak menunjukkan rasa takutnya kepada Allah (subhanahu wa ta’ala). Kepada Ar-Rahman secara terbuka.
Kapan dia menunjukkannya? Secara pribadi. Yang berarti kau tetap tidak tahu siapa mereka, dan kalaupun mereka takut kepada Allah (subhanahu wa ta’ala). Mereka melakukannya ketika sendiri. Rasulullah (sallallahu alaihi wasallam) tidak akan tahu sedikitpun seandainya ada salah seorang dari pendengar itu yang menjadi muslim. Sama sekali tidak tahu.
Beliau (sallallahu alaihi wasallam) hanya perlu percaya kepada Allah (subhanahu wa ta’ala). Dan sekarang, coba pikirkan dampak psikologis dari hal ini. Beliau (sallallahu alaihi wasallam) berbicara kepada sebagian besar kelompok yang terang-terangan melawannya. Dan ada sesuatu dengan izinNya, Allah beritahu beliau, seseorang dari mereka benar-benar mendengarmu dan mereka telah menerima. Meskipun semua orang yang ada di sana menentangmu.
Jadi kau hanya perlu fokus pada satu orang itu, [Fabasysyirhu bimaghfiratin wa-ajrin kariimin] (QS. Yaa Siin ayat 11).
Berilah selamat kepadanya, dan ampunan yang menantinya. Dan berilah selamat kepada mereka atas balasan mulia.
Kau tahu, ini sangat luar biasa bahwa Allah ‘azza wa jalla di ayat ini. Apa yang Dia katakan, hal pertama yang Dia berikan adalah pengampunan. Kau tahu kenapa? Karena bayangkan jika kau menjadi salah satu dari orang tersebut dan kau sedang mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berbicara sebelum ini, apakah kau hidup dalam kebaikan atau penuh dosa? Kau hidup dalam penuh dosa sebelum ini.
Jadi, ketika kau telah menemukan kebenaran, muncul rasa bersalah di dalam dirimu. Kau merasa seperti, “Ya ampun, banyak sekali kesalahan dalam hidupku.”
“Aku menghancurkan seluruh hidupku.”
“Apa yang telah aku lakukan?”
Ini bahkan juga terjadi pada orang muslim. Umat muslim sekarang ini, ketika seseorang mengirimkan mereka sebuah video di YouTube. Dan ketika mereka menontonnya, mereka merasa “Ya Allah, aku sangat kacau, aku harus berubah.”
“Apa yang telah aku lakukan?”
Dan perasaan bersalah ini akan terus menghantui kita, ya’kan? Dan ketika itu terjadi, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam diperintahkan untuk berkata, “Kepada mereka yang mendengarkan pesan ini, aku ucapkan selamat kepadamu, kau telah mendapatkan pengampunan.”
Dia diampuni. Itulah hal pertama yang paling dibutuhkan orang semacam ini. Yang lalu biarlah berlalu, mari kita menyongsong masa depan. Tapi kemudian, ada masalah lain muncul. Kalau memang saya menuju ke masa depan, coba lihat apa yang terjadi dengan Rasulullah (sallallahu alaihi wasallam).
Semua orang menjadikannya lelucon. Semua orang memanggilnya pembohong. Semua orang memanggilnya gila. Semua orang marah kepadanya. Jika aku mengikuti beliau, apa yang akan terjadi kepadaku? Hal yang sama juga akan terjadi kepadaku. Mereka juga akan menghinaku.
Jadi aku pasti akan kehilangan semua rasa hormat yang selama ini aku miliki, ya’kan? Sebagaimana dulu Rasulullah (sallallahu alaihi wasallam) juga adalah seseorang yang sangat dihormati, hingga beliau mengaku menjadi Nabi. Dan sekarang, tidak ada seorangpun yang menghormatinya.
Jadi, jika aku mengikutinya, kalau kaum ini saja tidak mau mengampuni beliau (sallallahu alaihi wasallam) yang merupakan orang yang paling baik di kota itu, bagaimana mungkin mereka akan mengampuniku?
Inilah kejeniusan Quran, berilah selamat kepada mereka atas pengampunan, yang tadi sudah saya jelaskan. Dan berilah selamat kepada mereka, atas balasan yang mulia. Balasan yang penuh kehormatan.
[Ajrin kariimin] (QS. Yaa Siin ayat 11).
Kenapa? Karena sekarang berarti kau tidak perlu lagi mencari rasa hormat dari orang lain. Sekarang kau hanya perlu mencari penghormatan dari Allah (subhanahu wa ta’ala). Caramu mencari rasa hormat dan harga diri telah berubah. Kau tidak peduli lagi dengan apa yang dikatakan orang.
Kau adalah dirimu sendiri, laki-laki maupun perempuan. Satu-satunya hal yang kau inginkan adalah dari Allah (subhanahu wa ta’ala). Konsep akan membuat kita terbebas dari tekanan. Hanya satu pernyataan ini saja, kau tahu apa dampaknya?
Bahwa kau harus punya harapan, dan kau tidak perlu lagi takut kepada manusia. Itulah maknanya, [Maghfiratin wa-ajrin kariimin]. Sungguh indah. Itulah yang dibutuhkan orang ini. Tidak ada yang lain.
[Fabasysyirhu bimaghfiratin wa-ajrin kariimin] (QS. Yaa Siin ayat 11).
Surah Yaa Siin Ayat 12
Kita hampir selesai, satu ayat lagi, [Innaa nahnu nuhyiil mawtaa] (QS. Yaa Siin ayat 12).
Sungguh, kamilah yang telah menghidupkan yang mati.
Ya Allah, apa hubungannya hal ini dengan sebelumnya? Dari tadi yang dibicarakan, tidak ada satupun percakapan tentang kehidupan setelah kematian. Sejauh ini, percakapan yang ada adalah seputar peringatan bagi orang yang tidak pernah mendengar.
Bagaimana Quran begitu sempurna, tapi tetap tidak diacuhkan. Sangat sedikit sekali yang mendengar, mungkin hanya satu orang. Apakah hal-hal ini ada di percakapan tadi? Dan tiba-tiba komentar penutupnya adalah, “Kamilah yang menghidupkan yang mati.”
Kenapa? Salah satu komentar yang jelas sudah diberikan tentang ini adalah bahwa tentu saja peringatan yang dimaksud sebelumnya adalah tentang kehidupan setelah mati.
Jadi, mari selesaikan bagian ini dengan pesannya itu sendiri. Bahwa Allah (subhanahu wa ta’ala)-lah yang menghidupkan dan mematikan, apapun itu. Tapi mari kita telaah lebih jauh lagi. Saya sudah katakan bahwa orang Quraisy, mereka sudah diingatkan. Mereka sebelumnya tidak pernah mendapatkan peringatan apapun. Mereka jadi tidak acuh sama sekali.
[Maa undzira aabaauhum fahum ghaafiluuna] (QS. Yaa Siin ayat 6).
Itu sudah dibahas sebelumnya. Sebagian pendapat lain menyatakan bahwa itu maksudnya adalah bahwa hati mereka telah mati, ya’kan? Dan tidak peduli seberapa banyak Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menyirami hati mereka.
Itu tidak akan membuat perbedaan. Setiap hari beliau berbicara dengan mereka dan tetap tidak membawa hasil. Tapi Allah (subhanahu wa ta’ala) memberitahunya, “Akulah yang menghidupkan yang mati.”
Jadi, jangan menyerah. Itu bukan urusanmu untuk menghidupkan mereka kembali. Untuk membuat mereka beriman. Itu adalah urusanKu. Tugasmu adalah memberi peringatan. Kau tidak tahu siapa yang hatinya telah mati bertahun-tahun dan suatu hari Allah menghidupkan hati mereka kembali.
Kau tidak tahu kapan Umar (radiallahu anhu) akan menjadi muslim. Kau tidak tahu kapan Hamzah (radiallahu anhu) akan menjadi muslim. Kau tidak tahu kapan Abu Sufyan (radiallahu anhu) akan menjadi muslim.
Itu memang tidak terjadi tiba-tiba. Kau tidak tahu kapan Khalid Ibn Walid (radiallahu anhu) akan menjadi muslim. Itu mungkin butuh bertahun-tahun. Itu mungkin butuh peperangan. Dia telah membunuh orang-orang Islam sebelum dia sendiri masuk Islam.
Maksud saya adalah ini sungguhan, itu bukan urusanmu. Kami, Kamilah yang akan menghidupkan yang mati. Jadi pesannya adalah bahwa apa yang ingin disampaikan oleh Rasulullah (sallallahu alaihi wasallam) dan siapapun yang mengikuti jejaknya, da’i, apa yang harus mereka ingat? Saya, dan bahkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam mereka tidak bisa mengubah orang lain.
Orang tidak bisa merubah orang lain. Orang tidak bisa menghidupkan orang lain. Siapa yang bisa? Allah (subhanahu wa ta’ala) yang bisa. Dan tidak ada satu videopun yang akan bisa mengubah hidupmu. Itu Allah (subhanahu wa ta’ala) yang melakukannya.
Tidak ada satu ceramahpun yang akan bisa mengubahmu. Itu Allah (subhanahu wa ta’ala) yang melakukannya. Guru saya biasa menyampaikan konsep ini kepada saya seperti ini, [Kun faya kuun], beliau biasa berkata seperti ini.
Seorang khatib, atau da’i, atau ‘alim sedang memberikan ceramah. Kata-kata mengalir dari mulutnya dan kata-kata itu didengarkan oleh pesertanya. Setiap orang yang hadir pasti akan mendapatkan pesan yang sama. Tapi salah seorang dari mereka, Allah (subhanahu wa ta’ala) berkata, “Kun”.
Dan sejak itu kehidupannya berubah, benar-benar berubah. Hanya dari satu kalimat. Hanya dari delapan jam “yap-yap-yap.” (berbicara, red.) Dan itu bukan karena si penceramah tadi, hanya karena Allah. Kamilah yang menghidupkan yang mati dan bagi mereka yang tidak mendengarkan, jangan khawatir. Mereka tidak akan lolos begitu saja, [Wanaktubu maa qaddamuu waaatsaarahum] (QS. Yaa Siin ayat 12).
Kami selalu mencatat setiap investasi yang mereka lakukan. Apapun yang kau lakukan adalah investasi untuk masa depan. Setiap kali kau berbuat jahat, dia akan kembali di masa depan, [Waaatsaarahum]. Dan dari apa yang mereka tinggalkan.
Jejak-jejak yang telah mereka lakukan, kau tahu apa yang dibicarakan ayat ini? Ayat ini adalah tentang bagaimana setiap hari kita membuat sejarah. Orang-orang Quraisy itu sedang membuat sejarah, dan mereka tidak menyadarinya. Mereka meninggalkan sesuatu yang generasi penerusnya dan Allah (subhanahu wa ta’ala) mencatat semuanya.
Dan setiap hari mereka hidup untuk membangun sesuatu yang akan ditinggalkan dan menjadi pelajaran bagi generasi mendatang. Sehingga Allah (subhanahu wa ta’ala) mengakhiri topik ini dan berkata, [Wa kulla syay-in ahshaynaahu fii imaamin mubiinin] (QS Yaa Siin ayat 12).
Dan apapun yang mereka lakukan, dikatakan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kau tidak akan bisa lari begitu saja. Kau tahu, umat muslim sering merasa frustasi karena berpikir, “Kau tahu apa yang mereka lakukan? Apa kau tahu video yang baru saja mereka buat? Kampanye yang baru saja mereka buat? Penyerangan yang baru saja mereka lakukan? Kau tahu ini, itu?”
Ya, [Wa kulla syay-in ahshaynaahu fii imaamin mubiinin] (QS Yaa Siin ayat 12)
Kami mencatat semuanya dan semua catatan itu akan kami satukan dalam catatan yang sempurna. “Ihshaa” artinya adalah menghitung sebagaimana orang dahulu menggunakan alat bantu hitung dengan botol dan kelereng (semacam sempoa, red.). Sehingga kita tidak akan lupa perhitungannya.
Kalau kita menghitung seperti ini (dengan menunjuk, red.), kita bisa lupa dengan hitungan kita. Tapi kalau kau hitungan dengan kelereng untuk tiap orang, ini akan menjadi perhitungan yang sempurna.
Inilah yang disebut dengan “Ihshaa”, Dia berkata, “Kami punya catatan yang sempurna.” Dari semua hal dalam sebuah buku yang terbuka. Dan akan ditunjukkan kepada mereka, “Imaamin mubiinin”. Kata “Imaam” berasal dari kata “Amaam” yang berarti di depan. Jadi akan ada sebuah buku yang akan diletakkan di depanmu di hari kiamat nanti. Dan setiap perbuatan kita akan tercatat dengan sempurna.
Jadi kita tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan bisa lari. Dari awal surah, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam diyakinkan oleh Allah (subhanahu wa ta’ala) (tentang kerasulannya, red.). Kalian masih ingat itu?
Dan di akhir bagian pertama surah ini, dari berapa banyak bagian? Enam bagian, alhamdulillah. Di bagian pertama yang juga bagian yang paling panjang ini sudah kita bahas. Alhamdulillah. Dan di akhir bagian pertama ini, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam diberikan ketenangan dengan pernyataan bahwa kejahatan yang telah mereka lakukan tidak akan dilupakan. Mereka tercatat dengan sempurna.
Barakallahu lii wa lakum. Mari kita istirahat dahulu sejenak, mungkin sekitar 12 menit sudah cukup.
Follow NAK Indonesia:
https://nakindonesia.wordpress.com
http://nakindonesia.tumblr.com
https://twitter.com/NoumanAliKhanID
https://instagram.com/nakindonesia
https://www.facebook.com/NoumanAliKhanIndonesia
https://www.youtube.com/NAKIndonesia
[…] https://nakindonesia.wordpress.com/2015/11/22/the-truth-has-come […]
LikeLike
Jazakumullah bagi siapa pun yang menulis artikel ini,
Website yang bermanfaat,
Sayang iklan di kolom ads sangat tidak pantas dipasang di website bermanfaat seperti ini karena ada unsur gambar-gambar melenceng,
Semoga admin bisa menghapus kolom iklan tersebut.
Terima kasih.
LikeLike
Sayangnya kami untuk saat ini belum bisa menghapus iklan tersebut. Kalau tak salah harus upgrade akun wordpress baru dapat menghilangkan fitur iklan.
Karena itu kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.
LikeLike