[Transcript Indonesia] Islam Dan Ego – Nouman Ali Khan


Robbishrahli sodri, wa yasirli amri wahlul uqdatammilisani yaf qohu qauli. Walhamdulillahi Rabbil alamin, Washolatu wassalamun ala sayidil anbiya wal mursalin wa ala alihi washohbih wa manastannabi sunnatihi ila yaumiddin. Allahumaj’alna minhum wa minalladzi na’amanu wa amilussholihat wa tawashaubil haq wa tawasshaubissabr. Aamiin ya Rabbal’alaamiin. Tsumma ama ba’d, Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Saya sangat tersanjung dan sekaligus tidak enak karena kalian telah lama menunggu saya. Alhamdulillah, jazakumullah khairan, sudah mau menungguku. Jika saya terdengar tidak jelas, bisa jadi karena memang begitu. Hari ini sudah delapan jam berceramah, Alhamdulillah.

Tapi In shaa Allahu ta’ala, saya di sini ingin berbagi beberapa pemikiran tentang sebuah hal yang penting, sesuatu yang jarang dibahas belakangan ini. Tapi hal ini memerlukan perhatian kita. Ini benar-benar memerlukan perhatian kita, in shaa Allah.

Orang-Orang Yang Memakai Topeng Dalam Beragama

Hal yang ingin kusampaikan adalah sebuah budaya yang ada di tengah-tengah pemuda-pemudi Muslim, yang mereka telah melalui suatu perjalanan “spiritual” khususnya di lingkungan budaya barat. Seringkali, remaja muslim, mereka hidup. Katakanlah, dihabiskan dengan berpesta. Ok dan mereka sesekali mendapatkan ilham dalam hidupnya dan mereka kembali kepada agamanya.

Seringkali para remaja laki-laki dan perempuan memiliki perubahan ini dalam hatinya, dalam hidupnya dan pada akhirnya mereka menjadi serius dalam urusan beragama. Tapi kemudian, apa yang terjadi adalah ketika mereka semakin serius dalam beragama, pada akhirnya mereka menjadi sangat “serius” atas agama mereka.

Sangat-sangat bersemangat. Dan mereka menemukan seorang guru, kadang guru tersebut adalah seseorang, kadang guru tersebut adalah sebuah seri ceramah MP3, kadang guru tersebut adalah sebuah website, kadang guru tersebut adalah sebuah blog, kadang guru tersebut adalah sebuah “nama yang tidak diketahui” di internet.

Ya dan pada akhirnya mereka menemukan sebuah sumber yang mereka anggap sebagai sumber yang paling benar dalam mencari ilmu. Dan ketika mereka menemukannya dan mereka sangat bersemangat akan hal itu, lambat laun, apa yang terjadi adalah mereka menjadi sangat kaku, menjadi “keras”.

Dan orang-orang di sekelilingnya, mereka tidak melihat. Mereka sadar bahwa orang-orang di sekitar mereka tidak sama seperti mereka sekarang. Orang-orang itu tidak berguru kepada guru yang sama dengan mereka. Orang-orang itu tidak mengartikan agama seperti apa yang mereka mengerti bagi diri mereka.

Dan lalu apa yang terjadi adalah, pertama, mereka menjadi frustasi karena orang-orang di sekitar mereka itu, khususnya keluarga mereka. Ya, para remaja itu mulai berubah, dan orang pertama yang mereka hadapi dengan sulit adalah keluarga mereka sendiri.

Kenapa kalian tidak mengerti, inilah cara yang terbenar dalam beragama.”

Dan lalu akan banyak konflik. Ini terjadi bahkan dalam sebuah keluarga muslim, dan terlebih jika Anda seorang muslim tapi keluarga Anda adalah non muslim. Dan tentunya di tengah keluarga Anda, mereka muslim juga tapi sekarang Anda mulai menemukan agama dengan cara Anda sendiri.

Ya, sehingga konflik ini terbangun. Tapi ini tidak sebatas dalam keluarga saja. Apa yang terjadi adalah, bahwa Anda memiliki teman-teman yang Anda telah menjadi temannya sejak lama. Tapi teman-teman Anda ini tidak mengalami perjalanan spiritual seperti yang Anda alami.

Atau apabila mereka mengalaminya, tapi dengan cara berbeda, pemahaman mereka sedikit berbeda dengan Anda. Atau, mereka tidak “keras” dalam suatu hal seperti layaknya Anda. Mereka tidak sekeras seperti Anda.

Dan ini menjadi semakin sulit bagi Anda untuk mentolerirnya, sehingga Anda mulai mempertanyakan mereka lebih sering. Dan Anda mempunyai hubungan dengan orang-orang yang tidak melihat suatu hal seperti yang Anda lihat. Dan lalu Anda membuat pernyataan yang memberitahukan mereka bahwa mereka salah dan Andalah yang benar.

Bahwa inilah yang seharusnya mereka lakukan. Bahwa tidak ada cara lain selain ini dalam melakukannya, dan seterusnya. Perilaku ini mulai tumbuh, khususnya di tengah para remaja. Dan banyak alasan yang menyebabkan perilaku seperti ini. Ada begitu banyak alasan yang menyebabkannya.

Para remaja itu sendiri berpikir bahwa mereka tengah melaksanakan apa yang mereka sebut dengan amar bin ma’ruf dan nahi ala munkar.

Mereka berpikir bahwa mereka melarang kejahatan dan menyuruh kepada kebaikan. Mereka mengingatkan saudara dan saudarinya, mereka memberitahukan hadits, mereka memberitahukan ayat Qur’an, mereka melakukan kebaikan, itulah yang memang harusnya dilakukan.

Itu semua yang mereka pikirkan dalam kepala mereka. Apa yang sebenarnya mereka tidak sadar adalah, bahwa ada hal lain yang terjadi. Ada hal lain di samping itu. Anda tahu, ketika Anda belum menjadi seorang yang religius. Bisa jadi Anda adalah orang yang terkenal di kalangan teman Anda. Anda seorang preman, anggota gangster, apapun itu. Ya, Andalah yang terdepan.

Dan ketika Anda kembali kepada agama Anda, Anda tidak lagi mempunyai status itu. Tapi ada sesuatu dalam diri Anda, yang membuat Anda ingin menunjukan kekuasaan Anda atas yang lainnya. Ada keinginan kuat dari dalam diri Anda, “Aku ingin menunjukan kepada orang-orang bahwa aku masih berkuasa dalam beberapa hal.”

Dan dalam hal yang tidak terlihat ini, bahkan orang itu tidak menyadarinya. Seringkali mereka memberitahu orang-orang tentang pandangan religius mereka, yang mana itu akan menunjukan kekuatan/kekuasaan dari diri mereka. Mereka ingin membuat orang di sekitarnya berpikir bahwa orang itu tidak tahu apa-apa tentang agama.

Akulah yang tahu tentang agama, biarkan saya yang memberitahumu apa yang benar.”

Biarkan saya yang mengajarimu ayat-ayatnya, mengajarimu hadits-haditsnya.”

Apakah kamu tidak tahu bahwa itu seharusnya begitu, begini, dan lain-lain.”

Jadi agama itu sendiri yang Anda buat menjadi media untuk menunjukan ego dari diri Anda. Ini hal yang ironis, karena agama diturunkan supaya kita merendah-hatikan diri kita. Agama datang supaya kita menjadi rendah hati.

Dan sekarang kita malah menggunakan agama itu untuk melihatkan kesombongan kita. Menunjukan kesombongan diri kita. Dan ini tidak hanya terjadi di dalam lingkungan para remaja saja. Ini terjadi kepada para orang dewasa juga.

Anda tahu, para iblis dalam kejadian apa para iblis menolak perintah Allah subhanahu wa ta’ala? Iblis menolak untuk bersujud, ya ‘kan?

Tugas apa yang Adam alaihi salam dapatkan dari Allah? Upah apa yang Adam alaihi salam akan dapatkan? Promosi apa yang Adam alaihi salam akan dapatkan? Yang itu semua iblis sanggah dan katakan, “Tidak, tidak, saya yang lebih pantas melakukan itu semua.”

Apakah tugas itu? Apa tujuan Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia? Untuk menyembahNya, ya ‘kan? Dan Adam alaihi salam, di mana ia akan ditempatkan Allah? Di dunia dan apa tanggung jawab Adam? Beribadah kepada Allah.

Ini adalah tugas agama. Dengan kata lain, -saya mencoba menjelaskannya dengan sederhana-. Adam alaihi salam diberikan kemuliaan dalam beribadah, bukan kemuliaan dalam hal duniawi. Dia tidak dijanjikan upah yang tinggi, atau rumah yang besar. Bukan hal-hal itu. Dia hanya diberikan keutamaan untuk beribadah.

Jadi jika Anda pikirkan ini, ini agaknya aneh. Iblis memiliki rasa dengki kepada Adam dikarenakan kesempatan Adam untuk beribadah. Ego Iblis dibuktikan ketika ia berpikir ia lebih pantas untuk beribadah dalam Agama ini dibandingkan Adam alaihi salam.

Saya lebih pantas daripada dia untuk melaksanakan kewajiban agama ini.”

Dan ego ini dibuktikan dengan sendirinya ketika seorang berkata, “Aku yang seharusnya menjadi ketua mesjid ini.”

Aku yang paling pantas menjabat ketua MSA.”

Kenapa sih mereka memilih dia?

Kenapa sih mereka memilih dia untuk tugas ini, kenapa tidak pilih saya?

Ini adalah tugas agama, Anda bahkan tidak mendapatkan upah ketika menjadi ketua MSA (Muslim Student Association). Anda juga tidak akan mendapatkan mobil baru ketika mengetuai sebuah masjid. Tapi Anda lihat orang-orang berkelahi dalam hal apa? Gelar keagamaan.

Siapa yang menjalankan masjidnya, opini siapa yang harus dijalankan. Kenapa? Darimanakah sumber penyakit ini? Ini sudah lama dimulai. Hal ini dimulai oleh iblis, ya ‘kan? Iblis juga berkelahi dalam hal kewajiban beragama. Dan ini adalah penyakit penyakit hati. Dan seseorang harus menyadari hal ini ketika penyakit ini ada dalam diri mereka, ketika perilaku ini datang ke dalam diri Anda.

Terima kasih untuk diriku! Kalau bukan karena aku, orang-orang ini pasti akan tersesat.”

Saya di sini setidaknya untuk menunjukkan bahwa saya pada jalan yang benar.”

Jika itu semua adalah sikap Anda, maka Anda memiliki masalah yang serius. Anda benar-benar memiliki masalah yang serius. Karena sekarang, Anda berpikir bahwa agama ini bergantung pada siapa? Pada diri Anda. Agama tidak membutuhkan diri kita. Kita yang membutuhkan Agama dari Allah ini, tapi Agama tidak membutuhkan diri kita. Begitulah.

Wallahu ghoniyyun hamid.” (QS At Taghaabun ayat 6)

Allah tidak pernah membutuhkan apapun. Ia tidak membutuhkan diri kita. Kita harus merendah-hatikan diri kita. Dan ego ini, saya bicarakan hal ini dalam konteks agama, tapi dalam konteks lain bahkan ini terjadi dalam konteks keluarga.

Jika saya mati, siapa yang akan menjaga keluarga saya?

Siapa yang akan membayar tagihan-tagihan?

Jika bukan saya yang melakukannya, siapa lagi?

Pikiran itu datang ke dalam diri Anda, ya ‘kan? Tapi apakah Anda tahu, waktu kematian kita sudah ditentukan. Biarpun Anda berpikir Anda harus menabung sejumlah uang, atau Anda harus mendapatkan promosi kerja itu, apapun yang Anda harus lakukan itu. Anda dapat saja memikirkan apa yang harus Anda lakukan.

Tapi apa yang dapat saya lakukan jika Allah menghendaki saya mati malam ini? Jika ini sudah takdir, maka pasti akan terjadi. Dan Anda tahu, setelah saya mati. Istri saya/suami saya/anak saya, siapapun itu. Allah pasti akan terus menjaga mereka.

Saya tidak pantas berpikir bahwa sayalah yang harusnya menjaga mereka sejak pertama kali. Bukanlah saya yang menjaga mereka. Allah-lah yang menjaga mereka. Allah-lah yang selama ini menjaga mereka.

Saya akan membohongi diri saya jika saya berpikir bahwa mereka bergantung pada saya. Tidak ada satupun yang bergantung pada saya! Bukan saya yang menjadi sumber kebaikan, Allah-lah sumber segala kebaikan.

Ketika rasa ego adalah masalah dasarnya. Darimana ego ini datang? Hal ini bermula ketika seseorang tidak menerima kebenaran tentang siapa Allah sebenarnya. Ketika Anda tidak menghargai siapa Allah sebenarnya, maka Anda akan menggantinya dengan penghargaan kepada diri Anda sendiri.

Itulah di mana semuanya bermula. Itulah akar masalah sebenarnya. Jadi sekarang, hal pertama yang ingin saya tekankan, In shaa Allahu ta’ala, adalah tentang orang-orang yang memakai topeng dalam beragama, mereka terlihat beragama, mereka berbicara hal-hal agama, mereka memiliki ilmu. Semoga Allah melindungi kita dari hal ini.

Ini adalah hal yang amat serius. Mereka terlihat lebih beragama dibanding pria yang tidak memiliki jenggot itu. Dia terlihat lebih bertakwa ketimbang perempuan yang tidak memakai hijab itu. Mereka terlihat lebih beragama, diluarnya mereka terlihat sangat baik.

Tapi di dalam diri mereka, ada sebuah ego. Dalam dirinya, ada ego untuk memperlihatkan keunggulannya, bahwa Anda lebih bertakwa, Anda lebih pantas, Anda memiliki jabatan lebih tinggi. Dari pada orang lain dan dalam hati Anda, jika Anda melihat rendah pada muslim lainnya, apapun keadaan mereka.

Jika Anda melihat rendah kepada muslim lainnya. Jika Anda melakukannya. Maka Anda memiliki sesuatu penyakit dalam diri Anda yang disebut “Kibr”.

Kibr, kesombongan. Dan Anda tahu, kita belajar dari nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa apabila seseorang memiliki sebuah rasa sebesar biji zarah, yang sama saja artinya sebesar atom, ok, sebuah molekul, tidak terlihat. Sekecil itu rasa congkak dalam hati mereka, maka apakah yang tidak akan terbuka bagi mereka?

Anda tahu ‘kan. Pintu surga tidak akan terbuka bagi mereka. Pintu surga tidak akan terbuka bagi mereka. Jadi apa yang hendak saya katakan adalah, memang ada di dalam masyarakat, muslim yang melakukan hal buruk.

Seperti, seorang pria minum minuman keras, apapun itu, hal yang buruk. Perilaku buruk mereka bisa kita lihat dari luar. Tapi perilaku buruk Anda, bagaimana? Masuk ke dalam hati. Dari luar Anda terlihat baik. Anda terlihat berperilaku baik-baik saja.

Perilaku dia memang akan dihukum, itu pasti. Sudah pasti, tapi apakah Anda tidak berpikir bahwa perilaku Anda ini tidak akan dipertanggungjawabkan? Dan jika Anda ingin membandingkannya, walaupun tidak ada yang dapat memaafkan perilakunya. Jika Anda bandingkan, mana yang lebih bermasalah, yang lebih susah diperbaiki?

Pikirkan itu. Apakah rasa congkak ini lebih sulit untuk diperbaiki? Apakah Anda tahu mengapa ini adalah masalah yang lebih besar, karena bahkan Anda tidak dapat melihatnya. Setidaknya, perilaku dia yang minum-minuman keras itu, Anda dapat melihatnya. Itu adalah hal yang dapat Anda perbaiki. Tapi masalah yang ada di dalam sini, ini sangat sulit diperbaiki.

Karena di dalam sana, satu-satunya yang dapat merasakannya, siapa dia? Diri Anda. Tidak ada yang dapat memberitahumu, jika memang ada rasa itu di dalam hati Anda. Kita tidak dapat menghakimi satu sama lain, kita tidak bisa menghakimi.

Ketika Anda mendengarkan ceramah ini, Anda berpikir, “Saya tahu orang yang sombong itu, yang harusnya mendengarkan ceramah ini.”

Jangan memikirkan orang lain, itu sendirinya menunjukkan sifat sombong diri Anda. Siapa yang seharusnya Anda pikirkan? Diri Anda sendiri. Tujuan awal dari adanya agama bukanlah untuk orang lain. Untuk siapa agama ini dari sejak awal? Diri Anda sendiri.

Kita telah menjadi sangat tidak peka, bahwa tujuan dari Qur’an, tujuan karya besar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, tujuan itu semua adalah untuk seluruh orang lain, “Tunggu sampai saya memberitahu ini pada mereka.”

Tapi sebenarnya siapa yang seharusnya mendengarkan ini dulu? Siapa yang sebenarnya perlu mempelajari hal ini terlebih dahulu? Diri Anda sendiri, Anda harus memikirkannya. Kita menjadi sangat egois dan mementingkan diri kita sendiri, ketika sampai pada masalah agama Allah ini.

Seperti ketika seorang suami mendengar hadits tentang hak-hak seorang istri, maksudnya, hak-hak sang suami. Apa hal pertama yang ia lakukan?

Hey! Tahu ga apa yang aku dengar barusan?

Biar saya kasih tahu kamu.”

Para orang tua, apa ayat pertama yang mereka beritahu kepada anaknya?

Wa bil walidaini ihsanaa.”

Hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”

Bukankah itu mementingkan diri sendiri? Apakah kita ada di sini untuk melayani diri kita, apakah agama ada untuk memenuhi kebutuhan kita? Atau apakah kita ada di sini untuk mengabdi kepada agama Allah? Ya ‘kan. Inilah perubahan sikap. Perubahan yang sangat berbeda.

Masalah Pertama: Ego

Jadi ini adalah masalah pertama, Ego, yang saya ingin membahasnya dengan kalian. Sesuatu yang hanya Anda yang dapat mengukurnya dalam diri Anda sendiri Tidak ada seorangpun yang dapat menilai hal itu untuk Anda.

Dan ketika hal itu (ego) ada dalam diri Anda, tidak peduli seberapa baik diluarnya, apakah itu berarti sedikitpun? Tidak, karena hati Anda tidak dalam keadaan baik dan Allah katakan, pada hari kiamat nanti,

Illa man atAllaha bi qolbin salim.”

Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS Asy Syu’araa ayat 89)

Jadi kita harus memperbaiki hal ini, rasa ego ini dalam diri kita. Sebelum saya pindah ke topik lain, saya akan berikan beberapa tips untuk mendeteksi ego. Hanya beberapa tips dasar. Jika seseorang mengkoreksi diri Anda, dan Anda merasa sangat tersinggung. Sangat tersinggung.

Bagaimana bisa kamu katakan itu pada saya?

Kenapa kamu katakan itu padaku?

Siapa kamu memangnya?

Siapa dia sampai berani mengkoreksiku seperti itu?

Jika itu semua adalah reaksi pertama Anda, maka Anda mempunyai masalah ego. Bahkan apabila orang itu. Saya tidak ingin menggunakan kata-kata kasar.

Ok, dia memang tidak benar, dia tidak seharusnya katakan itu pada diri Anda. Reaksi pertama Anda seharusnya tidak boleh, “Siapa dia sampai berani berkata itu padaku.”

Anda tahu, apa reaksi Anda seharusnya?

Mungkin, melalui komentar yang tidak pantas ini, Allah sedang berusaha memberitahuku sesuatu yang harusnya kuperhatikan.”

Mungkin ada kebenaran di dalamnya.”

Ok, memang ini tidak 100% benar, tapi apa ada sedikit benarnya juga. Apa ada 1% kebenaran di dalamnya, atau 0.5% benar. Seberapa benar itu, aku harus memperhatikannya untuk diriku sendiri.

Aku harus menerimanya dalam diriku. Dibanding Anda pikirkan siapa dia sampai berani mengatakan hal itu pada Anda. Jangan bangun perilaku seperti itu pada diri Anda. Ambilah sisi baik walaupun itu dari nasihat yang buruk.

Walaupun itu dari komentar yang buruk, ambil yang baik dan buang yang jelek. Itu hal yang baik. Jika Anda selalu merasa untuk memotong sebuah pembicaraan. Jika Anda selalu merasa opini Anda harus didengarkan, apapun itu.

Jika Anda merasa sangat tersinggung jika saran Anda tidak diambil pada akhir keputusannya. Anda berikan saran, orang lain juga beri saran mereka. Tapi saran dari Anda tidak dipakai, melainkan saran dari orang lainlah yang digunakan.

Dan Anda berjalan keluar dengan perasaan tersinggung, maka Anda memiliki masalah ego. Khususnya dalam urusan agama, urusan MSA, urusan masjid. Orang-orang berkumpul membahas beberapa surat, “Apa yang harus kita lakukan?

Dan Anda berikan saran Anda, orang lain juga beri saran mereka. Dan pada akhirnya, surat yang dibaca, itu karena Allah atau bukan? Ya ‘kan?

Ketika Anda bekerja untuk MSA, untuk masjid, apapun itu. Harusnya karena Allah semata. Jadi Anda beri saran atas dasar siapa? Karena Allah semata. Anda tidak melakukannya untuk diri Anda. Anda tidak melakukannya untuk melayani diri Anda.

Ayo kita lihat apakah saran dariku bisa dipakai.”

Itu bukanlah tujuan Anda memberikan sarannya. Jika Anda melakukannya karena itu, maka Anda memiliki masalah serius. Jadi harusnya Anda memberikan sarannya karena Allah semata. Jadi sekarang, jika Anda melakukannya untuk Allah, bukankah itu telah dicatat oleh Allah?

Jika Anda melakukannya karena Allah, memberikan saran dengan ikhlas. Saran yang ikhlas, karena Allah semata. Bukankah itu telah dicatat sebagai kebaikan Anda?

Yeah, Anda telah mendapatkan catatan kebaikan atasnya. Apakah orang menerimanya atau tidak, Anda akan tetap mendapatkan catatan kebaikan Anda. Jadi kenyataan bahwa itu apakah diterima atau tidak, itu tidak lagi berarti bagi Anda. Karena Anda telah mendapatkan apa yang Anda inginkan. Anda mengerti?

Tapi jika niat Anda bukan karena Allah semata. Tebak apa yang terjadi? Anda akan merasa tersinggung. Anda akan mengatakan, “Tidak..saya sudah memberikan saran saya.”

Jadi itu akan menjadi hal yang terpenting.

Dan itu tidak dilaksanakan, jadi saya tersinggung.”

Ini cara yang mudah untuk memeriksanya, tidak ada yang dapat memeriksanya untuk diri Anda. Jika Anda merasa buruk, Anda dapat memeriksanya sendiri pada diri Anda. Anda harus memeriksa diri Anda sendiri.

Ini adalah tes yang sulit untuk diukur. Itu sulit untuk diukur. Tapi kita harus memeriksanya. Jadi masalah pertama adalah ego yang tak terlihat. Pada tampak luarnya terlihat beragama, tapi dalam dirinya, sangat egois. Keinginan yang kuat untuk menunjukan kekuasaan di atas orang lain.

Masalah Kedua: Hati Yang Keras

Masalah kedua, sekali lagi, tampak luarnya terlihat beragama, terlihat baik-baik, terlihat berilmu, memiliki kemampuan berbicara yang baik, berpenampilan baik.

Semuanya terlihat, “Orang ini, wah, benar-benar pria yang baik.”

Ya ‘kan., di luarnya terlihat sangat baik. Anda tahu yang terjadi dalam dirinya?

Hal pertama, hatinya merasa sombong, lalu masalah yang kedua hatinya menjadi keras, hatimu tidak lagi tergerak oleh ayat-ayat Allah. Hatimu tidak lagi tergerak ketika mendengar Qur’an. Sudah lama sekali semenjak terakhir kali Anda menangis dalam sholat Anda. Sudah lama sekali semenjak hati Anda merasakan sesuatu.

Anda sering mendengar Qur’an tapi hal yang terlintas di kepala Anda hanyalah, “Oh aku sudah tahu itu.”

Itulah yang terlintas di pikiran Anda.

Aku tidak membutuhkan ini, aku sudah pernah mendengarkan ini.”

Aku sudah tahu apa yang ia akan katakan.”

Hal yang terlintas dalam pikiran Anda ketika Anda sholat adalah, “Qalqalah itu harusnya bisa lebih baik lagi.”

Mad itu kurang panjang.”

Ya ‘kan?

Ghunnah itu, hmm aku ga begitu yakin dengan itu.”

Hanya itulah yang terlintas dalam pikiran Anda ketika shalat. Apakah Anda tahu ciri-ciri apa itu semua? Dia memang memiliki tajwid yang baik, tapi hatinya keras, ya ‘kan.

Anda memiliki tajwid yang baik, tapi hati Anda? Ayat-ayat Allah tidak mampu menggetarkan hati Anda? Tidak dapat menggerakan hati Anda? Hanya lewat selintas saja di hatimu. Dan ilmu Anda tetap bertambah. Dan di dalam kehidupan Anda, Anda terlihat sangat berbakti kepada Agama Anda.

Tapi ketika Anda tengah sendiri. Ketika tidak ada yang melihat Anda. Ada bagian buruk diri Anda yang keluar. Seseorang yang mempunyai kebiasaan tertentu. Yang melakukan hal tertentu. Yang Anda tidak pernah bayangkan bahwa orang ini dapat melakukan hal-hal tersebut.

Ketika Anda melihat penampilan luarnya, melihat tampak umumnya, Anda tidak akan mengira bahwa orang ini menjadi seperti itu dalam kehidupan pribadi mereka. Tapi dalam kehidupan pribadinya, mereka hampir-hampir berubah menjadi orang lain Ketika mereka sendirian, mereka berubah menjadi orang lain.

Seseorang yang bahkan Anda tidak akan mengenalnya. Seperti ada monster di dalam dirinya, yang memiliki masalah yang sangat serius. Tapi di hadapan orang, mereka terlihat seperti orang yang baik. Tidak ada orang yang dapat memperbaikinya karena tidak ada yang dapat melihat penyakit ini. Itu semua ada di dalam diri Anda sendiri. Jadi hal pertama adalah ego, dan hal kedua adalah hati yang menjadi keras.

Ini semua adalah penyakit hati. Penyakit dalam hati, ya ‘kan? Ya ‘kan? Dan satu-satunya yang dapat mendeteksinya, siapa dia? Diri Anda sendiri.

Dan sekarang, in shaa Allah setelah ini saya beritahu beberapa tips untuk menyembuhkan penyakit ini, ok. Itu akan dibahas sampai akhir nanti. Sekarang saya akan selesaikan bahasan kedua ini, in shaa Allahu ta’ala.

Tentang hati yang menjadi keras. Allah ‘Azza wa Jalla katakan. Ayat yang saya bacakan di awal, surat Al-Hadid. Allah berbicara kepada para ahli kitab, lalu Allah berbicara kepada kita.

Dia katakan, “Alam ya’ni lillatheena amanoo.” (QS Al Hadiid ayat 16)

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman.

An takhshaAAa quloobuhum lithikri Allah.”

Untuk tunduk hati mereka. Hati mereka merasa terkuasai, hati mereka seharusnya menjadi mati rasa. Tahukah Anda ketika otot-otot Anda sedang kendur dan terasa lemah. Itulah khusyuk, sebenarnya. Otot-otot Anda merasakan lemah pada saat itu. Anda merasakan sensasi yang luar biasa, perasaan yang terkuasai, ya ‘kan?

Allah katakan, hati mereka harusnya merasa terkuasai dan melunak. Ya, itu karena perasaan takut kepada Allah. karena dengan mengingat Allah. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka harusnya merasakan itu, karena mengingat Allah.

Wamanazala minal haqq.”

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka harusnya merasakan itu, karena kebenaran yang telah turun. Apa itu? Kebenaran apa yang telah turun? Qur’an.

Ini merujuk kepada Al-Qur’an dan lalu Allah memberikan peringatan dalam ayat yang sama, Ia katakan,

Wala yakoonoo kallatheenaootool kitaba min qabl.”

Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya. Orang-orang sebelum mereka.

Fatala AAalayhimul amad.”

Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka.”

Ini berarti, mereka telah berpegang pada kitab setelah sekian lama. Tapi, seperti saat pertama kali mereka berpegang kepada kitabnya, Anda tahu, waktu pertama-tama Anda kembali kepada agama Anda, Anda sangat bersemangat.

Rasa semangat itu hilang pergi, yang tersisa hanyalah tampak luarnya. Jadi apa yang terjadi pada orang-orang tersebut?

Faqasat quloobuhum.”

Hati mereka menjadi keras.

Setelah sekian lama, urusan agama mereka hanya menjadi sebuah rutinitas, suatu hal yang mereka hanya lakukan. Suatu hal yang hanya dianggap ada. Tetap ada hanya karena sudah terbiasa melaksanakannya. Tapi ini sudah tidak lagi menjadi sesuatu yang menggerakkan hati mereka.

Hati mereka telah menjadi keras. Dan ketika hati Anda telah menjadi keras, akan menjadi mudah bagi Anda berbuat zalim. Maka dari itu, bagian selanjutnya dari ayat tersebut.

Wakatheerun minhum fasiqoon.”

Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Ayat ini berakhir dengan “para ahli kitab'”, tapi dari siapa ayat ini dimulai dibahas?

Alam ya’ni lillatheena amanoo.”

Pembahasan ayat ini sebenarnya tentang orang-orang yang mengaku beriman dan bagaimana hati mereka menjadi keras. Dan apabila hal itu yang Anda rasakan dalam diri Anda. Itu yang Anda rasakan. Dan tidak ada yang dapat mendeteksinya pada diri Anda, sekali lagi saya ingatkan, tidak seorangpun yang dapat mendeteksinya pada diri Anda.

Satu-satunya yang dapat mendeteksi penyakit tersebut adalah diri Anda sendiri. Bukan orang lain. Seberapa rendah hati Anda di hadapan Allah, atau dihadapan orang lain. Anda tidak dapat mengukurnya. kecuali oleh diri Anda sendiri.

Jika Anda menemukan diri Anda dalam keadaan berputus asa. Anda merasa hati Anda, pada kenyataannya sudah menjadi keras. Dan Anda telah menyimpan masalah ini, Anda tahu, kadang penampilan luar yang sangat agamis terkesan sangat “menakutkan”.

Akan susah bagi Anda untuk berbicara dengan mereka, Anda takut ketika berada dekat mereka. Karena Anda tahu mereka akan mengeluarkan kata-kata yang menjatuhkan. Ya ‘kan? Anda takut kepada mereka.

Seringkali, para perempuan yang tidak memakai hijab. Mereka pindah jalur dan lewat jalan yang lain untuk menghindari (perempuan yang memakai hijab). Ini dia datang mereka, sang “polisi hijab” Pasti dia akan berkata padaku sesuatu. Yang membuatku mereka tidak enak, Ya ‘kan?

Pada satu sisi ini nampaknya hanya sebuah paranoid, tapi sebenarnya ini benar juga. Ada orang-orang yang sangat menjatuhkan orang lain. Mereka sombong kepada orang lain. Katakan padaku, bukankah kamu juga suka pesta-pestaan beberapa waktu yang lalu?

Dan ketika orang-orang hendak mengingatkanmu, bagaimana perilakumu kepada mereka? Apakah kamu lupa darimana kamu berasal? Sejauh mana Allah telah menunjukkanmu? Ya ‘kan?

Orang-orang melupakan itu, mereka melupakan apa yang mereka biasa lakukan dulu. Dan kemana Allah telah membimbing mereka. Dan beberapa tahun kemudian mereka melihat seseorang yang suka berpesta, dan berkata “Astaghfirullah! Bagaimana mereka bisa seperti itu?

Seperti apa keadaan kalian dahulu? Orang itu harusnya mengingatkan diri Anda sendiri. Anda dulu persis seperti itu. Jadi harusnya Anda ingat kebaikan dan pertolongan Allah pada Anda.

Wakuntum AAala shafa hufratinminaannar.” (QS Ali Imran ayat 103)

Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka.”

Faanqathakum minha.”

Lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.”

Dan dalam ayat itu Allah katakan, “Faallafa bayna quloobikum.”

Dalam ayat yang sama, “Maka Allah mempersatukan hatimu.”

Untuk memiliki rasa kasih sayang dalam hatimu, Anda harus ingat bahwa Anda dulu pernah berada di pinggir neraka itu. Dan Anda diselamatkan, tapi itu bukan karena diri Anda sendiri. Itu bukan karena Anda sangat cerdas dan karena itu Anda berhak diselamatkan.

Pertolongan dari siapa itu semua? Itu adalah pertolongan Allah atasmu. Bagaimana Anda berani melihat seseorang dan berpikir seperti itu? Kesombongan ini merupakan hal yang amat buruk sampai-sampai menghapus segala kebaikan diri Anda. Menghapus kebaikan dalam diri Anda.

Dan seringkali, ketika para remaja muslim kita yang masuk ke dalam debat besar, tentang apapun itu, tentang topik ketuhanan, tentang masalah fikih, atau tentang masalah ketua MSA. Aku tidak peduli tentang apapun masalah itu. Itu tidak lagi penting.

Apakah Anda tahu apa akar masalah sebuah debat seringkali? Itu adalah ego. Ini benar-benar karena ego, hanya karena itu. Orang-orang membicarakan para ulama seperti mereka membicarakan para atlet.

Kamu tahu orang itu ga? Aku tidak suka apa yang dia katakan!

Maaf, apakah kamu tahu seperti apa pengorbanan dia di jalan Allah, walaupun Anda tidak sependapat dengan dia. Kenyataan bahwa orang itu meninggalkan rumahnya, siapapun ulama itu, dan melakukan perjalanan ke belahan dunia lain untuk menimba ilmu. Dan menghabiskan begitu banyak malam untuk beribadah, belajar. Dan Anda hanya akan memberikan komentar padanya, seperti “Aku tidak suka apa yang dia katakan, kayaknya dia sesat!

Bagaimana kamu bisa berani seperti itu!? Apa yang telah kamu lakukan (dibanding dia)? Apa yang membuatmu sampai pada posisi berani untuk berbicara seperti itu? Dan ketika Anda berbeda pendapat dengan muslim lain dan Anda pikir mereka salah, apa perilaku Anda seharusnya kepada mereka? Apakah kamu harus menyimpulkan bahwa mereka akan masuk neraka?

Ataukah harusnya Anda bersikap tulus dalam memperhatikan mereka, dan apabila Anda tulus mengkhawatirkan mereka, Anda tidak akan membicarakan tentang dia kepada orang lain, kepada siapa Anda akan berbicara? Kepada mereka langsung. Anda akan langsung berbicara kepada mereka sendiri. Jika memang ada ketulusan dari diri Anda, Anda akan langsung menunjukan perhatian Anda pada mereka, bukan kepada orang lain.

Tapi ini malahan menunjukan ketidaktulusan. Ini menunjukan rasa ego. Ini menunjukkan bahwa Anda punya pendukung diri Anda sendiri, Anda memihak diri Anda sendiri, dan Anda terus membicarakan tentang orang lain. Itu perilaku yang sangat tidak dewasa. Kesombongan, rasa ego, ini karena itu semua.

Cara Penyembuhan Pertama: Bersihkan Hati Dengan Ingat Allah

Jadi apabila itu adalah keadaan Anda sekarang. Sekarang kita sudah mulai masuk ke dalam pembahasan cara penyembuhannya. Pertama-tama, cara penyembuhannya adalah dengan sebuah harapan. Harapan yang tidak putus.

Allah ‘Azza wa Jalla, dalam ayat berikutnya berkata, dengan sangat indah. SubhanAllah.

Dia berkata, (QS Al Hadiid ayat 17)

I’lamu.”

Ketahuilah olehmu.”

AnnaLlaha yuhyeel-arda baAAda mawtiha.”

Bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.”

Allah membahas tentang hati pada ayat sebelumnya, apa yang Ia bahas pada ayat selanjutnya? Menghidupkan kembali bumi yang telah mati. Allah memberitahu kita, jika Ia dapat menghidupkan kembali bumi yang telah mati. Maka Dia pun juga dapat menghidupkan kembali hatimu yang telah mati.

Hatimu dapat menjadi lembut kembali. Ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin.

Qad bayyanna lakumul-ayati laAAallakum taAAqiloon.”

Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.”

Apakah kamu mengerti maksudku? Akan selalu ada harapan untukmu, hati Anda dapat bersih kembali. Ini hal yang mungkin terjadi. Untuk Allah menghidupkan kembali hati yang telah mati.

Sekarang, cara penyembuhannya. Salah satu caranya, Bagaimana cara untuk memperbaiki dirimu, memperbaiki masalah ego yang Anda miliki? Hal pertama yang dapat membantu Anda untuk membersihkan hati Anda adalah dengan mengingat Allah.

Itulah hal pertama yang harus Anda fokuskan. Seberapa sering Anda mengingat Allah ‘Azza wa Jalla. Dan untuk mengingat Allah subhanahu wa ta’ala tidak dapat hanya dengan mengatakan hal klise seperti, Anda tahu, seperti hafalan dzikir, SubhanAllah walhamdulillah laa ilaa ha illallah Wallahu akbar.

Dan Anda berdzikir, memang ini adalah dzikir yang sangat baik dari sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tapi jika dzikir itu tidak dihayati. Anda tidak menghayati dzikirnya. Jika Anda tidak memikirkan maknanya, maka itu bukanlah dzikir. Itu hanyalah pengulangan kata-kata yang baik, hanya itu.

Apakah Anda tahu arti dari Alhamdulillah? Segala bentuk pujian hanya untuk Allah. Segala puji-pujian untuk Allah. Allah yang seharusnya kita beri rasa terima kasih kita, puji-pujian kita, atas segala hal.

Jadi ketika Anda melalui hari yang sulit, apa yang Anda katakan? Alhamdulillah. Tidak hanya dengan aku berterimakasih kepada Allah, tapi aku juga memujiNya. Apapun yang terjadi, itu sudah pasti baik dan karena itu aku berterimakasih kepada Allah.

Dan tidak hanya dengan berterimakasih kepadaNya, tapi juga memujiNya atas hal ini. Sangatlah baik apa yang telah Allah berikan.

JazakAllahu khairan, Anda sangat baik.

Di samping segala masalah-masalah yang Anda miliki. Anda katakan Alhamdulillah, tapi ketika Anda benar-benar tulus mengatakannya, maka akan terasa lain. Itulah ketika Anda benar-benar mengingat Allah.

Dan Anda tahu, “hamd” kepada Allah, memberikan pujian kepada Allah, apa yang Anda pelajari dari sana? Setiap kali Anda pikir Anda telah melakukan hal yang baik, apa yang harusnya Anda katakan? Alhamdulillah.

Kepada siapa Anda sebenarnya memberikan segala pujian ini? Allah ‘Azza wa Jalla. Dan Anda lakukan itu dari hatimu, bukan hanya dengan, ketika seseorang datang kepadamu dan berkata, “Brother, itu khutbah yang sangat bagus.”

Dan Anda berkata, “Ya, Alhamdulillah, aku tahu itu.”

Maka ketika itulah Alhamdulillah-mu bukan Alhamdulillah yang sebenarnya. Itu lebih ditunjukkan kepadamu dibandingkan kepada yang lain, ya ‘kan.

Anda harus belajar agar Anda tidak merasa nyaman dengan puji-pujian orang. Anda harus merasa tidak nyaman dengan puji-pujian. Anda harus cepat-cepat menujukan segala pujian ini hanya kepada Allah. Dan pada waktu yang sama, tempatkan diri Anda ke bawah.

Anda tidak tahu saya, Anda tidak tahu.”

Saya kira Anda tidak perlu mengatakan itu, Anda tidak tahu saya sebenarnya. Hanya Allah yang tahu.”

Doakan saya saja, itu cukup.”

Aku tidak membutuhkan pujianmu, aku hanya butuh doa.”

Aku tidak membutuhkan ucapan terima kasihmu.”

Ukhti, aku tidak butuh Anda katakan pada saya, “Kamu benar-benar baik.” Tidak, aku tidak butuh itu.”

Itu tidak membantuku, malahan itu menyakitiku. Karena ketika seseorang memberitahu sebaik apa diriku, apa yang dibangun dari itu?

Perasaan ego kita, ya ‘kan? Dan itu adalah masalah yang sangat besar bagi diri Anda. Jadi sebenarnya tidak ada yang sedang melakukan kebaikan dengan memuji seseorang. Dan, satu hal terakhir yang saya tambahkan tentang rendah hati ini.

Ketika seseorang datang dan berbicara hal yang sangat buruk tentangmu, ya ‘kan. Dan mereka merendahkanmu. Itu sebenarnya hal yang baik untuk meredam rasa egomu, jadi sebenarnya mereka sedang memberikanmu pertolongan.

Mereka pikir mereka sedang mengalahkanmu, tapi bisa jadi itu adalah pesan dari Allah, bisa jadi itu adalah karunia dari Allah, karunia berupa sifat rendah hati untukmu. Mungkin itulah sebenarnya yang terjadi.

Itulah yang seringkali dikatakan oleh Ibn Tamiyyah Rahimahullah, “Ketika seseorang menghinaku, aku pikir itu adalah karunia dari Allah yang berupa pelajaran untuk berendah hati.”

SubhanAllah. Ini merupakan perilaku yang sangat berbeda. Lalu, belajarlah untuk melayani orang lain karena Allah semata. Seringkali orang-orang merasa kelelahan. Ini hal terakhir yang saya sampaikan tentang orang-orang yang religius, khususnya mereka yang masih muda.

Mereka banyak melakukan aktivitas, mereka ikut sebuah perkumpulan organisasi, grup, mesjid, atau program apapun itu. Dan mereka sangat bersemangat, mengerahkan seluruh kemampuan mereka, menjalankan program-program itu. Dan pada akhirnya Anda tahu apa yang terjadi?

Mereka kelelahan, mereka sangat kelelahan. Dan ketika mereka mengalami itu maka mereka tidak dapat kembali lagi. Seimbangkanlah kegiatanmu, jangan terburu-buru.

Anda tidak perlu melakukan semuanya dalam satu minggu, Anda tidak perlu melakukan semuanya dalam satu musim. Tidak mengapa, tapi tetap laksanakan ini. Terus lakukan tugasmu, in shaa Allahu ta’ala.

Tapi ketika Anda melakukan segalanya hanya karena Allah semata, dan Anda merasa stress ketika Anda tidak mendapatkan hasilnya. Misalnya, seperti tausiyah ini. Saya diundang ke sini dan saya katakan, “Ok, ok saya akan datang minggu malam, tidak mengapa.”

Kenapa tidak ke sini pada sabtu malam?

Karena tidak akan ada yang datang ke sini.”

Apakah Anda tahu apa reaksi pertama saya? “Terus kenapa?

Aku tidak datang ke sini untuk kamu. Untuk siapa aku datang ke sini? Ada alasan yang lebih besar (Allah). Anda tidak membayarku, siapa yang memberiku upah? (Allah) ya ‘kan?

Jadi, tidak ada bedanya jika ada satu orang yang datang ataupun 100 orang yang datang. Atau tidak satupun yang datang. Bukankah aku sudah mendapatkan pahala jika aku melakukannya dengan niat yang benar?

Aku sudah mendapatkannya. Jika aku melakukannya dengan niat yang benar. Kenapa Anda datang ke sini? Jika Anda datang ke sini karena temanmu datang ke sini atau karena Anda dipaksa ke sini atau karena tumpangan kendaraan Anda tidak beranjak dari sini jadi Anda harus menunggu. Kalau memang begitu, Anda tidak mendapatkan ganjaran apa-apa.

Tapi jika Anda ke sini, dengan niat, “Aku ingin mengingat Allah malam ini. Aku ingin lebih dekat kepada Allah malam ini.”

Bahkan waktu menunggumu sebelum ini dimulai, itu dicatat sebagai kebaikan oleh Allah untukmu. Rubahlah sikapmu, rubah niatmu. Itu akan sangat membantumu dalam hidup. Karena ketika kamu menyebarkan brosur pengajian dan kamu mengundang orang-orang, tapi tidak ada yang datang, lalu kamu berkata, “Arrgh, orang-orang tidak mendengarkanku.”

Harusnya kamu tidak akan frustasi, tahukah kenapa? Kenapa kamu menyebarkan brosur-brosur itu, dan menyebarkan undangan itu? Di mana kamu menaruh harapan kamu saat itu? (kepada Allah).

Tugasmu adalah berusaha dan bagian Allah adalah menentukan hasilnya. Bukanlah kamu yang menentukan hasilnya. Ketika kamu melakukannya, hidupmu akan terasa sangat lebih mudah dan Anda akan lebih merasa puas pada diri Anda.

Kamu tidak akan frustasi dan berkata, “Ah, cuma sedikit yang datang ke sana.”

Harusnya bisa lebih banyak.”

Ya, memang bisa lebih banyak, tapi itu adalah ketentuan Allah.

Sudahkah aku melakukan bagianku, sudahkah aku berusaha maksimal?

Itulah pertanyaannya dan juga, “Apakah usahaku benar-benar hanya untuk Allah semata?

Itulah yang harusnya ditanyakan kepada diri kita. hal ini saya bahas, karena sebuah niat bukanlah sesuatu yang Anda buat sekali saja. Ada saat ketika Anda membuat niat untuk mengabdi kepada Agama yang diturunkan Allah ini, bahwa Anda akan menjadi muslim yang lebih baik. Itulah yang Anda niatkan.

Tapi niat itu lama kelamaan bisa menjadi “berkarat”. Jadi Anda harus tetap memperbarui niat Anda itu. Anda harus selalu memperbaikinya. Dan apakah Anda tahu, semua orang kira niat Anda itu sangat kuat, karena mereka hanya melihat apa? Tampak luarnya.

Apa yang mereka tidak lihat? Dan karena mereka hanya lihat luarnya, mereka katakan pada Anda, “Kamu hebat juga ya.”

Dan Anda mulai mempercayainya juga. Jadi Anda hanya membuat masalah Anda lebih buruk bagi diri Anda sendiri.

Cara Penyembuhan Kedua: Cari Teman Yang Baik

Cara penyembuhan pertama adalah, dengan mengingat Allah. Cara yang kedua adalah dengan mencari teman yang lebih baik. Carilah teman yang lebih baik dari diri Anda sendiri. Cara yang ketiga, cara yang penting, adalah dengan belajar membungkam mulut Anda.

Belajarlah untuk menahan diri Anda berbicara. Jika Anda melihat suatu hal yang amat buruk, carilah jalan yang sangat baik untuk memberikan nasihat pada muslim itu. Pikirkanlah.

Apakah kata-kata yang akan sampaikan akan membuatnya semakin keras melawan agamanya? Atau apakah seharusnya aku mencari cara yang lebih lembut untuk mengembalikan mereka, dengan tidak menyampingkan prinsip-prinsip Islam tentunya.

Tapi apakah aku dapat membuatnya lebih dekat kepada agama ini? Mungkin dengan mengganti teman-teman mereka, mengganti suasana yang lebih tepat, dan memberikan nasihat padanya.

Hal pertama yang Anda lakukan bukanlah mengubah perilakunya, apa yang seharusnya Anda ubah duluan? Hati mereka.

Ketika hati mereka telah berubah menjadi baik, apa yang otomatis menjadi lebih baik juga? Seringkali, apa yang kita ubah dari seseorang? Kita ingin mengubah perilakunya. Anda tidak dapat mengubah perilaku seseorang. Anda hanya dapat mengingatkan mereka dan berharap bahwa Allah akan meluruskan hati mereka, ya ‘kan?

Tugas Anda adalah untuk mengingatkan, “Fadzakkir.”

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat orang-orang melakukan perbuatan syirik, perbuatan kafir. Dan Allah katakan padanya berulang-ulang; “Fadzakkir innafa atidzzikra.” (QS Al A’laa ayat 9)

Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat.”

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan da’wah kepada orang-orang jahat yang sama, selama 10 tahun, dan Allah tetap mengingatkannya, “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat.”

Ketika Anda mengingatkan seseorang dan ia tidak mengacuhkannya, apa yang kamu katakan?

Aku sudah mengingatkannya! Tapi dia tidak mau dengar!

Orang itu tidak akan dapat manfaat dari peringatan ini!

Lihatlah sirah pelajaran dari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, seberapa sering ia (shallallahu ‘alaihi wa sallam) terus mengingatkan orang-orang? Dan Allah tetap mengingatkannya kembali. Anda mungkin saja tidak melihat manfaat/hasilnya. Anda mungkin saja tidak melihat manfaat/hasilnya. Tapi apakah manfaat itu akan tetap ada? Ya.

Dan siapakah orang pertama yang akan mendapatkan manfaat dari sebuah peringatan yang tulus? Mereka yang memberikan peringatan itu sendiri. Siapa yang mendapatkan manfaatnya pertama kali? Diri Anda sendiri.

Karena Anda menyadari bahwa peringatan itu memang keluar dari mulut Anda. Tapi hasilnya akan datang dari siapa? Dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Dan apabila perkataanmu tidak membuahkan manfaat apapun, maka mungkin ada suatu hal yang salah dengan siapa? Reaksi pertama Anda janganlah, “Ada yang salah dengan dia! Dia tidak mau mendengarkanku!

Itu tidak seharusnya menjadi reaksi pertama Anda. Apakah kamu tahu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ini adalah pernyataan terakhir dari saya. Ketika ia (shallallahu ‘alaihi wa sallam) memberikan da’wah kepada orang-orang. Dan orang-orang itu tidak mendengarkannya.

Apa yang dipikirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,

Mungkin aku tidak melaksanakan tugasku dengan baik.”

Mungkin aku dapat mengatakannya dengan cara yang lebih baik.”

Dan Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkannya, tidak, tidak. Kamu telah melaksanakan tugasmu dengan baik. Kamu telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Tetaplah memperingati mereka, mengingatkan mereka. Jangan khawatir akan hasilnya, tetap lakukanlah apa yang seharusnya kamu lakukan. Lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan.

Dan berhubungan dengan ini, ayat terakhir yang dapat kupikirkan, aku harus memberitahukan ini karena ini penting, in shaa Allahu ta’ala. Dua ayat, satu dari Asy Syuura, surat nomor 42. Dan ayat lainnya, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan nasihat, dalam surat Ali Imran. Dua ayat itu, dalam suratu Asy Syuura,

(QS Asy Syuura ayat 14) “Wa la tafarraqu illa min ba`di ma ja’ahuml-`ilm baghyan baynahum.”

Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan.”

Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan. Jadi sekarang siapa yang saling berbeda pendapat? Orang-orang berilmu. Berilmu dalam apa?

Dalam apa? Sains, fisika, kimia, biologi, dalam bidang apa mereka berilmu? Dalam masalah agama. Berilmu atas kitab ini. Berilmu dalam hal sunnah. Dan apa yang mereka lakukan setelah mendapat ilmu itu? Saling berbeda pendapat.

Kenapa Allah memberikan alasan kepada ..

Dari sebuah keinginan untuk menguasai satu sama lain. Mereka memiliki keinginan ini, untuk merasa berkuasa. Dan apa alat mereka supaya mereka dapat merasa berkuasa? Ilmu dalam beragama. Mereka menjadikannya alat untuk menaikkan rasa ego mereka, SubhanAllah.

Betapa buruk perilaku itu dan dalam ayat itu, Allah ‘Azza wa Jalla di akhirnya berkata,

Walawlakalimatun sabaqat min rabbika ila ajalin musamma laqudiyabaynahum.”

Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya.”

Yang berarti, bukankah Allah telah memutuskan kapan mereka akan dihukum,

Pastilah mereka telah dibinasakan.”

Mereka akan dihukum saat itu juga, ini merupakan dosa yang amat buruk. Ini adalah dosa yang amat buruk yang mereka kerjakan. Menggunakan ilmu mereka sebagai alat melawan, untuk berdebat satu sama lain, bukan berdasarkan alasan yang tulus, tapi hanya karena ego.

Sangat buruk, semoga Allah melindungi kita dari perilaku tersebut. Khususnya bagi para remaja kita, budaya remaja di kota ini. Mereka sedang main bola, seseorang menangkis tembakan kakinya, apa yang terjadi?

Pada saat permainan selanjutnya, kamu akan berpikir untuk membalas untuk mempertahankan harga dirimu. Karena mereka menjatuhkan kamu, ya ‘kan?

Ada budaya seperti itu, “Berani banget kamu melawan aku.”

Ini bukan lagi hanya sebuah pertandingan olahraga, tapi juga ujian kesabaran egomu, ya ‘kan? Ketika seseorang menyalipmu di jalan, apa yang terjadi?

Kamu, dengan mobil honda civic-mu itu, menyalip aku yang mengendarai BMW M5?

Tidak bisa, tidak, aku akan buktikan kepadamu.”

Aku akan membuktikan kekuatanku padamu secepatnya.”

Aku akan mengalahkanmu dan menunjukkan kepadamu bagaimana ini seharusnya.”

Apa yang ditunjukkan dari kata-kata itu? Ego. Secara terus menerus, di dalam budaya kita. Kita diracuni sebuah pesan yang berisikan ego.

Ini semua tentangmu.” Para penulis lagu..para penyanyi..

Perhiasanku..topiku..sepatuku..kaos kakiku.” Apapun itu.

Semuanya tentang “diriku”.

Kamu ga bisa menyentuhku, kamu ga boleh melihatku.”

Aku akan melakukan hal itu padamu, lalu itu.”

Tentang apa semua ini? Apa pesan dari itu semua? Ego. Mengagungkan diri sendiri, tentang itulah semuanya. Itu semua benar-benar hanya tentang itu (ego). Dan agama ini, hanya diperuntukkan bagi mereka yang merendahkan dirinya pada Allah, ya ‘kan?

Jadi itu adalah pesan yang amat-amat penting dari ayat ini dan ayat terakhir, dari surat Ali-Imran. Dan khususnya bagi mereka yang berada pada posisi pemimpin. Mereka yang orang-orang banyak mencontohnya. Mereka yang berpikir mempunyai ilmu lebih tinggi daripada yang lainnya. Allah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

(QS Ali Imran ayat 159) “Fa-bima rahmatinm mina Allahi linta lahum wa-law kunta fazzan ghalizal-qalbi lainfaddu min hawlika.”

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu (shallallahu ‘alaihi wa sallam) berlaku lemah lembut terhadap mereka.”

Maksudnya, kepada para sahabat.

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.”

Walaw kunta faththan ghaleethaalqalb.”

Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar.”

Sekiranya kamu kaku terhadap mereka, berlaku sombong kepada mereka, bahkan hatimu bisa jadi menjadi keras ketika kamu berbicara dengan mereka.

Lainfaddu min hawlik.”

Tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”

Mereka, siapakah mereka? Para sahabat, mereka akan menjauhkan diri darimu, “Siapa “mu”? Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Apakah kamu bisa membayangkannya, para sahabat, jika mereka pergi dari sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Allah tidak mengatakan, “Sekiranya kamu tidak mengatakan yang sebenarnya, mereka akan pergi.”

Sekiranya kamu berhenti mengajari mereka Qur’an, mereka akan pergi.”

Sekiranya kamu tidak menyebarkan wahyu Allah, mereka akan pergi.”

Apakah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat membuat mereka pergi? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengajarkan Qur’an, tetap menyebarkan kebenaran, seluruhnya masih tetap sama.

Hal apa satu-satunya dalam ayat itu yang dapat membuat mereka (sahabat) pergi dari sisi Rasul? Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlaku keras kepada mereka, berlaku kasar. Itu saja sudah cukup untuk membuat para sahabat pergi menjauhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. SubhanAllah.

Betapa baiknya pelajaran yang Allah berikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika itu adalah pelajaran bagi seorang pemimpin yang amat hebat, tidakkah kamu berpikir bahwa itu juga diajarkan kepada kita?

Itu pelajaran yang amat pantas buat kita, jika kamu berada pada posisi pemimpin. Dan saya akan menanyakan kepada Anda, tapi jangan angkat tanganmu. Ini hanya sebuah retoris. Jika saya menanyakan kepada Anda, berapa banyak orang yang berada pada posisi seorang pemimpin. Anda tahu apa?

Kamu semua seharusnya mengangkat tanganmu. Kamu semua adalah seorang pemimpin. Kamu semua ada dalam posisi untuk memberikan nasihat kepada sesamamu dan itu baik. Tapi bagaimana caramu memberikan nasihat itu. Khususnya apabila mereka adalah seorang muslim. Bukannya membuat ia lebih enggan mendekat kepada agama, belajarlah menjadi lebih bertoleransi. tapi juga jangan membenarkan perilaku yang salah, itu bukan yang saya maksudkan.

Jika kamu melihat perilaku yang dilarang, beritahukanlah kepada mereka, “Hei, ini dilanggar agama, aku sangat menghawatirkanmu.”

Dan pasti ada cara yang baik untuk mengatakan itu pada mereka, ya ‘kan?

Hei kamu, kamu tahu ‘kan kamu bakal masuk neraka karena melakukan itu?!

Itu cara lain (yang salah) dalam memberikan nasihat.

Wah, kamu harusnya malu karena telah melakukan itu.”

Itu juga cara lain (yang salah) dalam memberikan nasihat.

Hei, aku benar-benar mengkhawatirkanmu, aku serius. Kamu tahu ini salah ’kan? Dan aku menyayangimu. Kenapa kamu melakukannya?

Kamu butuh bantuanku? Tapi berhentilah.”

Ayo bicarakan hal itu.”

(yarhamukAllah)

Ayo bicarakan hal itu.”

Sebuah ketulusan, itu akan nampak. Cara Anda berbicara dengan orang lain, itu akan nampak apakah Anda tulus, atau Anda hanya ingin mengomentari mereka, hanya ingin menjatuhkan mereka.

Ada perbedaan di sana, ada perbedaan pada cara kita berbicara. Mereka berendah hati dalam berperilaku kepada sesama orang beriman. Itulah sikap yang ada dalam al-Qur’an. Tapi pada akhirnya, bagaimana kamu tahu apakah kamu tulus?

Dalam ayat itu, pada ayat yang sama.

Fa’fuAAanhum wastaghfir lahum washawirhum feel-amr.”

Setelah mereka berlaku salah dan kamu berlaku lembut kepada mereka, jika mereka bersalah.

Nomor satu, maafkanlah mereka.

Fa’fuAAanhum.”

Lalu, mintalah kepada Allah untuk memaafkan mereka. Ketika kamu memohon kepada Allah untuk mengampuni mereka, ini bukan seperti, seorang temanmu melakukan sesuatu yang buruk, dan kamu berkata, “Hei, ngomong-ngomong semoga Allah mengampunimu.”

Itu bukanlah “Wastaghfir lahum.”

Kapan waktu yang baik untuk memohon kepada Allah supaya mengampuni mereka? Ketika Anda memohon kepada Allah supaya mengampuni dirimu sendiri. Ketika Anda berseorang diri. Karena doa yang dibuat ketika sendirian. Itulah yang tulus, itulah ketulusan.

Di depan orang-orang Anda berkata, “Ngomong-ngomong, kayaknya kamu udah kacau banget deh, semoga Allah mengampunimu.”

Aku akan mendoakanmu.”

Tetapi sebaliknya, ayat itu berkata, itu sendirinya menunjukkan apa? Kesombongan, ego. Berdoalah untuk mereka ketika secara personal.

Wastaghfirlahum.”

Dan untuk membuat mereka berpikir bahwa Anda kira mereka adalah orang yang baik.

Washawirhum fee al-amr.”

Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.”

Tanyakanlah kepadanya tentang pendapat mereka, perlakukan mereka dengan baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membutuhkan. Ia memutuskan sesuatu berdasarkan ayat yang diturunkan.

Allah menyuruhnya untuk bermusyawarah ketika hendak memutuskan suatu perkara. Kenapa? Karena dengan itu, mereka akan merasa diikutsertakan, memiliki andil. Inilah karakter seorang pemimpin, ya ‘kan?

Ia membuat orang-orang dibawahnya merasa memiliki andil dalam suatu hal.

Washawirhum fee al-amr.”

Fa-idzaA azamta fatawakkal AAala Allah.”

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.”

Karena keputusanmu bukanlah kunci kesuksesan. Hanya Allah-lah kunci segala kesuksesan.

InnAllaha yuhibbul mutawaqqilin.”

Allahumaj’alna minal mutawaqqilin.”

Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Semoga Allah tidak membiarkan hati kita menjadi keras. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang tulus dalam mengingat Allah. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita orang-orang di sekitar kita yang lebih baik daripada kita. Yang terus mengingatkan kita terhadap ego kita.

Semoga Allah memberikan kemampuan kepada kita untuk terus menasihati orang-orang di sekitar kita kepada orang-orang yang ber “Laa ilaha ilallah” yang meyakini kalimat indah ini dan mereka adalah orang-orang yang kita sayangi, dan sangat dekat dengan diri kita. Bahkan lebih dekat daripada sebuah ikatan darah.

“Laa ilaha ilallah” membuat kita bersama lebih erat bahkan lebih dari ikatan darah. Dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kita orang yang saling mengasihi, menyayangi, dan menjaga kesatuan, kepada sesama muslim dan menunjukan ketulusan itu dari hati yang paling dalam.

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menghidayahi nasihat-nasihat itu kepada orang yang membutuhkannya. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan kita orang-orang yang dapat menerima nasihat-nasihat dan mengambil sisi yang baik darinya. Dan tidak menjadikan nasihat itu sebagai sesuatu yang menguatkan rasa ego kita.

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memelihara kita untuk selalu berendah diri dihadapan-Nya. Dan memaafkan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan di masa lampau. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala, setelah ini, terus memelihara hati kita untuk selalu disucikan.

Dan pada akhirnya, saya memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla, untuk meridhoi pertemuan kita, termasuk pertemuan kita sekarang ini dan menerima segala bentuk ibadah yang kita lakukan untuk-Nya.

Walaupun bersamaan dengannya juga ada kekurangan-kekurangan, segala ketidaksempurnaan amal kita, dalam shalat kita, wudhu kita, doa kita. Segala kekurangan padanya, dan menyampingkannya. Semoga Allah menerima segala hal yang kita lakukan. Semoga Allah tidak melihat kekurangan padanya dan menerima amal kita.

Rabbana taqabbal minna innaka anta sami’ul alim, wa tub alaina yaa maulana, innaka anta tawwaburrahiim.

Wa sholallahu ta’ala ala khairi kholqihi Muhammadin wa ala alihi wa ashabihi ajmaiin. Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Jazakumullah khairan untuk makanannya.

Sesi Tanya Jawab

Aku harap kalian tidak ada yang bertanya. Tidak satupun, itu baik. Tidak ada dari pihak perempuan, ya ‘kan?

Biasanya itu berarti ada pertanyaan, itu tidak baik, silahkan.

Oke. Itu sangat benar. Anda harus tetap mencari cara yang terbaik, carilah jalan yang terbaik untuk menasihati, jadilah pribadi yang terbaik lalu bertawakal-lah kepada Allah, ya ‘kan?

Inilah apa yang kita pelajari dari warisan para nabi-nabi. Mereka menjadi pribadi yang paling baik. Lalu mereka bertawakal kepada Allah. Ada dua tipe.

Yang pertama, “Aku akan berusaha, dan hasilnya juga bergantung kepada usahaku.”

Tipe yang lain, “Aku tidak akan berusaha dan hasilnya tergantung Allah.”

Itulah dua tipenya dan dua-dua nya tidak benar. Apa perilaku yang paling benar?

Aku akan berusaha semampuku dengan kemampuan terbaikku dan tetap meyakini bahwa hasilnya bergantung kepada Allah.”

Itulah perilaku yang seimbang.

Tidak ada pertanyaan dari pihak perempuan ya? Itu baik sekali. Ada pertanyaan? Benarkah? Silahkan lanjutkan.

Saya pikir itu yang baru saya jawab, tapi ok. Jika seseorang datang kepadamu dan berkata bahwa mereka lebih berilmu. Saya tidak berpikir bahwa mereka perlu dinasihati olehmu.

Jika mereka berkata seperti itu, lebih baik mereka dinasihati oleh orang yang lebih tua atau orang yang sebanding dengannya. Karena jika dia berkata seperti itu padamu dan kamu berkata, “Aku kira kamu tidak bisa berkata seperti itu padaku.”

Itu hanya akan membuat mereka membangun perlawanan lagi. Kadang, akan lebih baik jika ada pihak ketiga untuk lebih menenangkan dan lebih berhati-hati menyelesaikan masalahnya.

Dan kadang, ada hal yang dapat dipelajari dari para muslim yang lebih tua. Ada sebuah cerita, ada seorang laki-laki yang saya kenal di sebuah mesjid. Kebanyakan teman baik saya adalah para orang tua. Mereka yang berumur 70 tahunan, 80 tahunan.

Ada seorang pria yang sudah tua. Kita biasanya bertemu di mesjid itu setiap hari. Dan suatu hari ada sebuah pertikaian di mesjid itu. Pertikaian yang lumayan besar, pernahkan Anda melihatnya? Itu lumayan besar.

Jadi, ada dua pria yang sedang bertengkar itu. Mereka bertikai satu sama lain. Seorang dari mereka mengatai yang lainnya dengan kata “bodoh”.

Dan si pria tua ini, dia mengenal kedua orang yang bertengkar itu. Dan ia tidak mau berbicara lagi dengan keduanya. Dia biasanya sangat ramah. Selalu memberi salam kepada keduanya. Menanyakan kabar mereka dan pergi setelah itu biasanya ia ngobrol panjang, sangat bersahabat dan setelah itu pergi. Dan ia mempunyai karakter yang amat baik.

Sampai-sampai kedua orang yang bertengkar itu merasakan pria tua itu tidak mau berbicara dengan mereka lagi. Jadi pada suatu hari, seorang dari mereka datang kepada orang tua itu dan berkata, “Anda sudah tidak berbicara kepadaku seperti biasanya.”

Apakah kamu marah padaku? Karena aku tidak marah kepadamu sama sekali.”

Tapi kamu tidak berbicara kepadaku seperti biasanya.”

Ya, memang tidak!

Kenapa kamu tidak mau berbicara lagi?

Dia jawab, “Ya, aku lihat kamu marah kepada pria itu kemarin dan itu menakutkanku jika suatu hari kamu marah juga kepadaku. Aku tidak mau kamu marah kepadaku. Jadi aku cuma mau main aman.”

Dengan cara yang amat lembut tapi si pria itu jadi merasa amat tidak enak. Sampai-sampai dia datang minta maaf ke pria yang satunya dan mereka berbaikan. Itulah pelajaran yang dapat diambil dari para orang tua. Mereka tahu cara untuk menyelesaikan sesuatu.

Kadang ini adalah masalah bagaimana perilaku kita kepada orang lain. Anda bisa saja menunjukan kepada seseorang bahwa mereka telah menyakiti perasaan Anda tanpa mengatakannya.

Anda dapat menunjukkannya dengan perilaku tertentu. Mungkin orang-orang akan menggunakan kata-kata yang menyakiti pada Anda. Saranku, Anda dapat menjaga jarak dari mereka. Tapi tetap dengan sikap yang menghormati.

Kita tidak memutuskan hubungan dalam Islam. Kita tidak melakukannya. Kita tidak menutup diri kita dari orang lain. Tapi akan lebih baik untuk menjaga jarak dengan orang yang menggunakan kata-kata kasar kepadamu.

Itu adalah hal yang baik untuk dilakukan dan jika memang masih ada kebaikan dalam mereka, pasti mereka akan merasakan perbedaan dari diri Anda. Dan mereka akan datang pada Anda dan berkata, “Apa yang terjadi? Kenapa kamu tidak mau berbicara denganku?

Tapi jika memang tidak ada lagi kebaikan pada diri mereka, apa yang terjadi?

Mereka akan berkata, “Ah, ini baik untukku! Aku juga memang tidak mau berbicara denganmu lagi!

Jadi mungkin memang itu yang terbaik bagi kalian berdua. Ya, jadi untuk menjaga jarak dengan mereka, itu adalah saran terbaik dariku. In shaa Allahu ta’ala.

Itu seperti saran yang “tidak terdengar” dalam masalah seperti itu..WaLlahu ta’ala.

Itu saja? Kita sudah selesai? Saya kira ini cukup.

SubhanakAllahumma wa bihamdik Ashadu ala ilaa ha illa anta astagfiruka wa atubu ilaih. Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s