Assalamu’alaikum warohmatullah wabarokatuh. Alhamdulillahirobbil ‘aalamiin, wassholaatu wassalaamu ‘alaa, sayyidil anbiyaai wal mursaliin, wa’alaa aalihii wa shahbihii ajma’iin. Tsumma ‘amma ba’du. Audzubillahi minasyaitan nirrajim.
Bismillahirrahmaanirrahiim. Yaa siin. Wal quraanil hakiim. Innaka laminal mursaliin. ‘alaa shiraathil mustaqiim (QS. Yaa Siin: 1-4). Rabbishrahlii shadrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatan min lisaani, yafqahu qauli. Amiin yaa rabbal ‘aalamiin.
Pembukaan: Perkenalan Metode Kajian Ustadz Nouman Ali Khan
Jadi hari ini saya ingin memulai dengan mengucapkan terima kasih kepada kalian semua. Karena berkenan hadir pagi-pagi sekali karena saya tahu ini sudah hampir waktu subuh pada hari Sabtu bagi sebagian besar kalian.
Jadi saya mengerti ini cukup sulit untuk berkorban di waktu ini, dan saya sangat mengapresiasi waktu yang telah kalian luangkan. Semoga saja kebersamaan kita ini berlalu dengan cepat dan saya harap kita semua tidak kebosanan, in sya Allah.
Saya sendiri sangat senang bisa berada di sini, dan bisa mengajarkan sedikit pelajaran dari surah yang sangat luar biasa ini. Saya sebenarnya sudah menyiapkan materi ini sebelumnya tapi kemudian saya pikir perlu untuk menyusun ulang materi ini. Dan baru saja saya selesaikan jam 10.30 tadi pagi, saya bahkan hampir tidak tidur.
Jadi… ya tapi begitulah bukti betapa senangnya saya dalam mengajarkan surah Yaa Siin ini. Saya ingin melakukan apapun yang saya bisa untuk mengungkap pelajaran dibaliknya. Meskipun usaha terbaik saya sekalipun sebenarnya tidak akan bisa menandingi hikmah yang ada dalam satu ayat Al Quran.
Sekarang, saya akan mulai hari ini in syaa Allah dengan memberikan kalian sebuah perkenalan pada bagaimana pendekatan yang akan digunakan pada program ini. Bukan hanya tentang jadwal materi, istirahat dan semacamnya tapi juga tentang apa yang akan kita lakukan dan bagaimana pendekatan kita dalam mempelajari surah ini.
Jadi, saat ini ketika saya mempelajari sebuah surah, secara mendalam. Ketika saya mempelajari secara mendalam, saya dan juga bersama beberapa asisten dan teman riset saya. Kami berusaha mengambil ilmu dari berbagai tafsir yang ada, kami membandingkan berbagai mufassir dan apa pendapat mereka. Kami juga melihat dari berbagai sumber dari tata bahasa, kamus, dan sebagainya.
Dan kemudian mengumpulkan semua tumpukan catatan-catatan itu di setiap ayat. Jadi ada berbagai macam informasi yang ada pada setiap ayat, entah itu dari imam Ibnu Katsir, imam Qurthubi – rahimahullah -. Apa yang Ibnu ‘Asyur katakan, apa yang Ar-Razi katakan, bagaimana maknanya menurut lidah orang Arab, dan sebagainya, dan sebagainya. Jadi ketika kau mempelajari satu ayat, ada sekitar 20 lembar catatan untuk ayat tersebut. Okay?! Lalu kamu harus mempelajarinya dan mengerti apa yang dimaksudnya. Tapi bukan itu yang akan kita lakukan di sini.
Itu sebenarnya adalah tugas saya. Tugas saya sebagai seorang murid adalah untuk melakukan hal tersebut. Tapi tugas saya sebagai guru sangat berbeda. Saya tidak berada di sini untuk mengatakan kepada kalian, “Buku ini berkata begini dan buku itu berkata begitu, dan buku lainnya berkata begitu.” Saya berdiri di sini bukan untuk mengurusi masalah itu lagi, oke?
Tugas saya adalah untuk mempelajari hal tersebut. Memproses informasi yang ada di dalamnya, dan berpikir tentang bagaimana caranya mengambil informasi terbaik dari apa yang telah saya pahami. Dan mencoba menyampaikannya kepada seseorang yang berumur dibawah 20 tahun, misalnya adik perempuan saya. Yang mana dia sama sekali tidak mempunyai dasar bahasa Arab, yang tidak punya latar belakang pendidikan Islami. Dan saya ingin menyampaikan semua hal tadi yang dibicarakan oleh para ulama besar terdahulu.
Petuah-petuah luar biasa ini, saya harus berupaya bagaimana caranya yang bahkan jika hal tersebut disampaikan kepada seorang non muslim yang menjadi penonton, mereka dapat mengerti, mereka dapat memahaminya. Itu pekerjaan yang cukup sulit. Bagaimana kita mentransfer hal-hal yang akademis, dan menjadikannya sesuatu yang mudah dimengerti.
Dan kau tahu, saya tidak ingin nanti ada yang berkata, karena nanti saya tidak akan banyak mengutip pendapat para mufassir. Sebagian dari kalian ma syaa Allah memiliki latar belakang pendidikan Islami. Jadi ketika kalian mendengarkan saya bercerita dan saya tidak menyebutkan tafsir siapa pun. Atau menyebutkan kepada kalian apa pendapat para sahabat.
Atau bagaimana sanad dari suatu hadits tersebut, kalian mungkin berpikir itu datang secara tiba-tiba. Sebenarnya itu datang dari sumber yang jelas, hanya saja karena sekarang hasil studinya sudah dirangkum. Dan tentu saja kuliah ini dapat didukung dengan data-data dari catatan tersebut, bagi siapa yang ingin melakukannya. Karena studinya sendiri telah dilakukan, jadi bagi siapa saja yang ingin melakukan “angkat beban” ulang atas materi ini. Dan ingin melihat langsung sumber bahasa Arabnya, selamat datang saya ucapkan kepada anda in syaa Allah ta’alaa.
Sayang sebagian besar dari kita tidak seperti itu, jadi seperti itulah pendekatan yang akan digunakan di program ini. Saya akan berupaya untuk menyederhanakan segala sesuatunya, dan membuatnya semudah mungkin untuk dimengerti, dengan izin Allah.
Yang kedua adalah, hanya memberikan gambaran umum kepada kalian. Surah yang akan kita pelajari hari ini, surah Yaa Siin, terdiri dari enam bagian. Dia terbagi dalam enam bagian. Yang berarti kita setidaknya akan melakukan enam sesi. Dalam setiap sesi kita akan coba menyempurnakan satu bagian. Meskipun nanti akan ada lagi sesi-sesi lain setelahnya. Jadi ketika kita sudah menyelesaikan keenam bagian. Maka kita akan kembali lagi dan menemukan kembali hubungan-hubungan yang hilang.
Jadi nanti kita mungkin akan ada satu atau dua sesi tambahan setelah kita menyelesaikan keenam sesi dari surah yang indah ini. Jadi mari kita mulai saja sekarang, karena ada banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan. Ada 83 ayat. Itu adalah pekerjaan yang cukup berat.
QS Yaa Siin Ayat Ke-1: “Yaa Siin”
Jadi mari kita mulai in syaa Allahu ta’ala. Surah Yaa Siin. Bismillahirrahmaanirrahiim. Yaa Siin.
Surah ini diturunkan di kota Mekah sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Dan di surah ini Allah mulai dengan huruf “Ya” dan “Sin”. Yang mana ini merupakan satu-satunya huruf ini pernah muncul.
Kalian pasti sudah pernah mendengar “Alif Laam Miim” sebelumnya atau “Kaf Haa Yaa ‘Aiin Shaad” dan sebagainya. Jadi ada banyak surah dalam Al Quran yang diawali dengan huruf ini. Kesamaan yang mereka miliki semuanya atau setidaknya sebagian besar dari mereka.
Adalah mereka mengawali dengan huruf-huruf ini, lalu mereka akan mengatakan sesuatu tentang Al Quran. Sebagai contoh ada huruf “Alif Laam Miim” dan kemudian Allah mengatakan sesuatu tentang Al Quran. Seperti “Dzaalikal kitaabu laa rayba fiihi” atau “Tilka aayaatul kitaabil mubiin” atau semacamnya.
Entah bagaimana, huruf-huruf ini, adalah pengantar dari Al Quran. Seolah-olah kesamaan yang dimiliki huruf-huruf ini adalah sebagian besar dari mereka adalah pengantar dari Al Quran. Ada satu pengecualian dari hal ini, yaitu “ghulibatir ruum” (QS. Ar-Ruum: 2).
“Alif Laam Miim. Ghulibatir ruum” Orang Romawi telah dikalahkan. Dan dalam pikiran saya meskipun itu adalah pengecualian, tapi pada intinya dia juga sedang membicarakan Quran. Kau tahu kenapa? Karena itu pun sebenarnya sedang menceritakan mukjizat Allah.
Ketika orang Romawi dikalahkan, dan kemudian orang Persia menjajah mereka. Allah kemudian berkata dalam 10 tahun mereka kembali menang. Dalam 10 tahun mereka kembali akan berkuasa, meskipun saat itu mereka benar-benar hancur lebur.
Dan itu adalah prediksi yang disampaikan oleh Al Quran, dia memberikan tantangan kepada seluruh manusia. Coba perhatikan apakah ini terjadi atau tidak. Dia mempertaruhkan seluruh validitasnya, karena seperti yang kita tahu. Allah berkata di dalam Al Quran, orang Romawi yang dikalahkan oleh orang Persia akan merebutnya kembali.
Dalam jangka waktu 10 tahun dan orang yang menyampaikan ini adalah seorang lelaki di tengah gurun pasir Arab. Dan kalau ternyata itu tidak terjadi, maka seluruh pesan dari Al Quran akan dapat dipertanyakan. Semuanya jadi perlu dipertanyakan. Jadi ini semacam mempertaruhkan seluruh kredibilitas dari Islam hanya dalam satu pernyataan.
Kau tahu, hanya dari sebuah klaim. Dan sebenarnya itu adalah esensi dari Quran itu sendiri. Kenapa tidak coba kau buat sesuatu yang semisal dengan Quran ini? Kenapa tidak kau tunjukkan kalau memang itu bukan dari Allah? Dia memang menantang kita semua untuk mempertanyakan kredibilitasnya sepanjang waktu.
Jadi di poin itu sebenarnya sama saja esensinya dengan huruf-huruf yang lain tadi. Satu hal lagi tentang huruf muqattha’ati karena saya tidak ingin terlalu banyak menghabiskan waktu di topik ini. Saya yakin sebagian besar dari kalian pasti pernah mendengar bahwa surah Yaa Siin adalah jantungnya Al Quran. Kalian pasti sudah pernah mendengar tentang ini ‘kan?
Saya yakin sebagian besar dari kalian hadir di sini karena hal tersebut karena kau adalah orang Pakistan dan kalian sudah mendengar hal ini seumur hidup kalian. Sebenarnya itu bukan hadits yang shahih, meskipun memang kedengarannya sangat indah. Kita tidak akan menolaknya karena memang dia adalah bagian dari tradisi kita.
Tapi sejujurnya secara keshahihannya itu masih perlu dipertanyakan bahwa surah ini adalah jantungnya Al Quran, tapi faktanya kemudian surah ini menjadi terkenal. Dan sejujurnya itu bagus, setidaknya kita jadi peduli dengan satu surah dari Al Quran. Dan itu pertanda baik, kau tahu, setidaknya itu punya dampak baik di beberapa tempat.
Jadi, terlepas dari itu semua. Huruf-huruf ini, sesuatu yang harus selalu kita ingat adalah bahwa bahkan huruf-huruf ini tidak dikenali oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Ini sangat penting, nabi kita. Quran dengan bangga menyebutnya sebagai seorang yang buta huruf, “Ummiy”.
Dia tidak mengenal huruf sebagaimana bayi yang baru lahir. Itu adalah kondisi ketika kata “ummiy” digunakan. Sehingga seseorang yang tidak bisa membaca. “Wa maa kunta tatluu min qablihii min kitaabiw wa laa takhuth thuhuu biyamiinika” (QS. Al Ankabuut: 48).
Kau tidak menulisnya dengan tanganmu sendiri. Dan kau tidak pernah membaca sesuatu yang seperti ini sebelumnya. Dan kau tidak menuliskannya dengan tanganmu, kau tahu seseorang yang tidak bisa baca tulis tentu tidak mengenal huruf. Kalau kau bisa berbicara, dan kemudian seseorang berkata kepadamu, “W” apa artinya itu buatmu? Itu tidak berarti apa-apa buatmu.
Jadi fakta bahwa dia berkata “Yaa Siin” yang mana dalam bahasa Arab sekalipun tidak bermakna apa-apa. Kecuali bagi mereka yang tahu apa? Baca dan tulis. Karena mereka tahu, ini huruf “Ya” dan ini huruf “Sin”. Bagi orang yang tidak mengerti, ini adalah sesuatu yang di luar kemampuan mereka.
Jadi penggunaan huruf “Yaa Siin” ini sendiri adalah untuk memberi tahu pendengarnya. Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seolah-olah diajarkan oleh seseorang. Karena kau hanya akan mengerti huruf kalau mengenyam pendidikan. Yang mana akan menimbulkan pertanyaan, “Siapa yang mengajarinya?“
Karena kalau kita bilang dia tahu huruf ini, itu berarti dia diajarkan. Kalau begitu maka akan muncul pertanyaan, “Siapa yang mengajarinya?” Sehingga setiap kali huruf ini muncul, akan selalu muncul pertanyaan “Siapa yang mengajarinya?”
“Siapa yang mengajarinya hal ini?” Dan setiap kalinya, apa yang Allah lakukan? Kecuali dengan satu pengecualian sebelumnya, apa yang Allah lakukan? Dia selalu menjawab siapa yang mengajarinya.
Kitab inilah yang mengajarinya, wahyu ini yang mengajarinya. Ini diturunkan dari Allah. Jadi itu sedikit tentang kata “Yaa Siin”. Mari kita lanjut ke inti permasalahannya. Ini yang akan berulang dari awal hingga akhir.
QS Yaa Siin Ayat Ke-2: “Wal-qur’aanil-hakiim”
Ayat ini akan kita gunakan berulang-ulang. “Wal-qur’aanil-hakiim.” (QS. Yaa Siin: 2).
Allah bersumpah, Dia berkata, “Aku bersumpah demi.”
Saya baru menerjemahkan kata “wa”, “Aku bersumpah demi Quran yang hakiim“.
Saya belum akan menerjemahkannya sebagai “bijaksana” Saya tetap akan berkata, “Aku bersumpah demi Quran yang hakiim.”
Sehingga meskipun sebagian besar dari kalian tidak mengerti bahasa Arab, tidak masalah.
Saya akan menjelaskan arti kata “hakiim” kepada kalian. Karena dia punya peran yang sangat besar. Tapi sebelum saya jelaskan, apa yang Allah lakukan terhadap Quran yang “hakiim” ini? Dia berkata, “Dia bersumpah demi itu.”
Jadi kita harus mengerti kenapa Allah bersumpah demi sesuatu. Kenapa Dia melakukan itu? Quran punya perlakuan khusus kenapa Dia bersumpah atas sesuatu. Dan saya hanya akan menjelaskan hal yang spesifik yang berlaku hanya untuk Quran ketika dia mengambil sumpah. Karena kita juga suka bersumpah.
“Aku bersumpah aku akan melakukan ini dan itu.”
Kita juga melakukan itu. Tapi ketika Quran yang bersumpah, dia melakukannya dengan alasan tertentu. Dan saya ingin kalian memahami ini terlebih dahulu.
Pertama-tama, Quran melakukan ini untuk mendapatkan perhatian kalian. Dan dia mencari perhatian kalian dengan menggunakan sesuatu yang unik. Sesuatu yang ingin kau pikirkan. Tapi tidak hanya itu. Dia mencari perhatianmu menggunakan sesuatu.
Dan apa pun itu, menjadi bukti tentang apa yang akan dia katakan. Nah, ini akan terdengar membingungkan, tapi saya akan membuatnya sederhana. Allah berkata, “Aku bersumpah demi waktu.”
“Wal-‘ashr.” (QS Al Ashr: 1)
‘ya kan?
Aku bersumpah demi waktu, jadi Allah bersumpah dengan apa? Waktu. Kau boleh berbicara, ini bukan khutbah, ini halal, pahalamu tidak akan gugur, oke.
Jadi, Allah bersumpah demi apa? Waktu. Yang mana berarti, seolah-olah Allah ingin mengatakan bahwa Aku menjadikan waktu itu sendiri sebagai bukti. Aku jadikan waktu sebagai bukti. Bukti untuk apa?
“Innal insaana la fii khusr.” (QS Al Ashr: 2).
Bahwa sungguh manusia berada dalam kerugian. Bukti terbesar bahwa manusia berada dalam kerugian adalah apa? Waktu. Mengerti? Jadi kalimat yang akan datang kemudian, akan dibuktikan oleh sumpahnya tadi.
Jadi ketika Allah berkata, “Wal-qur’aanil-hakiim.” (QS Yaa Siin: 2)
Quran dijadikan sebagai bukti. Quran digunakan sebagai bukti, sebagaimana waktu digunakan sebagai bukti. Sekarang Quran juga dijadikan sebagai bukti untuk sesuatu. Kita akan tahu apa itu, tapi untuk sekarang kita akan bahas “Wal quraanil hakiim”.
“Al hakiim” sebenarnya punya tiga makna dalam bahasa Arab. Dia bisa punya tiga makna, dan ketiga maknanya berlaku di dalam Quran. Makna pertama adalah sebagaimana yang tadi sudah disebutkan yaitu “bijaksana”. Quran itu penuh dengan kebijaksanaan.
Kau tahu kebijaksanaan itu identik dengan usia tua, kebijaksanaan juga muncul dalam bahasa yang rumit. Kebijaksanaan juga hanya bisa diapresiasi oleh mereka yang merasa pesannya relevan bagi mereka. Jadi ketika misalnya saya berbagi sebuah kebijaksanaan dengan kalian tapi hanya lewat saja di kepala kalian.
Tapi ketika saya memberikan sebuah nasehat yang benar-benar bermanfaat untuk kalian. Maka kalian akan menghargainya sebagai sebuah kebijaksanaan. Jadi kalau kalian ingin menghargai sesuatu itu sebagai sebuah kebijaksanaan, maka dia harus relevan.
Dan fakta bahwa ketika Quran dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan seseorang yang mendengarnya langsung merespon, “Wow, dia sedang membicarakan tentang saya.”
Ini memberikan nasehat kepada saya, dia relevan untuk saya. Dia memberikan konsultasi yang benar-benar saya butuhkan. Jadi Quran menyebutkan kebijaksanaannya sebagai bukti. Dia adalah bukti untuk sesuatu yang lebih besar. Dia terlalu sempurna untuk sebuah hasil karya manusia, itu makna yang kedua.
“Hakiim” juga punya makna sebagai “Dzil hukum” yang artinya adalah sesuatu yang punya kuasa untuk memberikan dakwaan, penilaian. Kau tahu kata, “Hukum” atau “Hakim” hakim juga bermakna penguasa atau pemerintah. Sehingga juga bisa bermakna, Quran yang penuh dengan hukum.
Nah permasalahannya adalah, saya sebagai seorang manusia bisa menyampaikan kepada kalian. Bahkan di dalam perjalanan hidup saya mempelajari Quran, ada beberapa pendapat yang dulu saya gunakan tapi sekarang tidak lagi saya gunakan.
Ada hal yang dulu saya yakin ini pasti benar, tapi saya tidak memandangnya seperti itu. Semakin kau belajar, kau jadi semakin tahu dan pendapatmu bisa saja berubah. Bahkan seorang pengacara yang kemudian menjadi hakim. Kalau mereka ingat masa-masa mereka dulu sebagai pengacara, mereka mempelajari hukum yang sama.
Tapi cara mereka memandangnya berubah atau tidak? Mereka akan berubah. Pandangan itu akan berubah seiring waktu. Orang-orang akan semakin dewasa dan cara mereka berpikir juga akan berbeda.
Akan tetapi, Quran memberikan penilaian dan selama rentang waktu ini apakah ada sesuatu yang berubah? Apakah karena ada pendewasaan kemudian ada yang berubah? Dulu kami bilang begini, tapi sekarang kami tidak lagi berkata seperti itu. Tidak, sama sekali tidak. Dia tetap konsisten dengan penilaiannya.
Dia tidak berubah dengan penilaiannya. Sesekali, ketika kau punya pendapat. Jangankan sebuah keputusan, baru sebuah pendapat, kau bisa berada dalam masalah. Kalau ada pihak media yang memintamu untuk wawancara, kau akan berpikir dengan sangat hati-hati tentang apa yang akan kau katakan.
Karena kau tahu mereka mungkin akan mengakalimu atau semacamnya. Jadi kau benar-benar harus ekstra hati-hati. Tapi ketika Quran berbicara, apakah dia pernah memikirkan konsekuensinya?
Mungkin aku tidak harus mengatakan ini karena aku bisa berada dalam masalah. Mungkin kita bisa membelokkannya atau menghindar dari pertanyaan ini dan itu. Quran menghadapi semuanya dan memberikan pernyataan terbuka.
Seolah-olah berada dalam posisi orang yang punya kekuasaan. Sekarang hal yang harus kalian mengerti adalah bahwa ada dua hal yang berlawanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah seorang lelaki, dengan jumlah pengikut yang sedikit. Tidak dalam posisi yang kuat secara politis, tidak punya kekuatan militer, tidak ada sama sekali.
Dan Allah yang Maha Kuasa berada di alam ghaib. Tapi ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, dia berkata atas nama Allah. Jadi dia berkata seperti seorang hakim yang membawa hukum.
Walaupun dia tidak dalam posisinya untuk berkata seperti itu. Karena dia bukan orang yang memerintah saat itu. Dia tidak mengatur orang-orang, dia tidak sedang berkuasa saat itu. Tapi ketika dia berkata, dia berkata seolah-olah orang yang punya kekuasaan. Karena dia berbicara sebagai wakil dari Allah.
Tapi ketika ada orang yang lain yang juga sama-sama tidak berkuasa, berkata seperti orang yang punya kuasa, mereka akan dapat masalah.Kau tidak bisa berbicara seperti itu kecuali kau punya kekuasaan. Tapi Quran berkata, dia berkata seperti itu dari mulut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan dia terus menerus melakukan itu secara konstan. Kau tahu bahkan kadang-kadang seorang murid berani melawan gurunya. Atau seorang karyawan, berani berbicara keras kepada bosnya. Atau seseorang yang berada di ruang pengadilan melawan keputusan hakim.
Atau seorang petugas polisi melawan atasannya. Atau seseorang pelaksana di Gedung Putih melawan keputusan presiden. Itu mungkin sesekali terjadi dan kemudian (kita akan meminta maaf). Aku tidak menyadarinya, aku sedang diluar kendali. Ini terjadi ‘kan?
Tapi Quran, dia melawan. Dan menyebabkan penguasa saat itu merasa terancam. Tapi apakah kemudian Quran meminta maaf? Tidak. Dia justru melakukannya lagi, lagi, dan lagi. Itulah makna kedua dari kata “hakiim”. Dia adalah hukum. Dia memberikan keputusan. Dan dia tidak peduli. Dan dia melakukannya sepanjang waktu.
Apa makna yang pertama? Kebijaksanaan. Quran itu penuh dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang tak terhingga. Dan makna yang kedua adalah dia memberikan keputusan tanpa mempertimbangkan.
Dan kemudian ada makna yang ketiga, dan yang menjadi favorit saya. Ini ada kaitannya dengan kata “ihkaam” atau “muhkam” dalam bahasa Arab. “Ihkaam” bermakna untuk mengikat sesuatu dan membuat jalinan. Kau tahu seperti jalinan atau yang semacam itu, membuat pola.
Ketika kau punya pola yang panjang itu sebenarnya disebut “ihkaam”. Ketika ada sesuatu yang terikat bersama, dia juga disebut “ihkaam”. Ketika ada sesuatu yang benar-benar telah selesai sempurna, misalnya kau lihat mereka mendekorasi dinding ini. Jika ada satu bagian saja yang tidak selesai, dia tidak disebut “muhkam”.
Tapi kalau dia benar-benar selesai, dan setiap sudutnya tertutupi dengan sempurna, dan simetris sempurna maka itu juga disebut “hakiim”. Itu juga salah satu makna lain darinya. Dengan kata lain, Quran itu terhubung dan terkait dengan sangat sempurna. Setiap hal saling berkaitan dengan sangat sempurna.
Kau tahu bagaimana seorang politisi, ketika mereka berpidato mereka punya penulis naskah? Misalnya seorang presiden, dia tidak menulis sendiri pidatonya, dia punya penulis pidato. Tapi dari pihak oposisi bisa saja mengambil pidato dari lima tahun yang lalu. Mengambil sebuah klip dan berkata, “Hey, di tahun 2010 kau bilang begini, dan sekarang kau berkata begitu.”
Meskipun dulu juga dia punya penulis naskah, tapi dia tetap menjadi kacau karenanya. Dan sekarang mereka melawannya dengan pidatonya sendiri, apakah itu terjadi?
Tapi kau tahu, Quran itu tersusun dengan sangat sempurna. Kau tidak bisa mengatakan, “Hei, di ayat ini kau berkata begini tapi di ayat ini kau berkata begitu.”
Mereka semua tersusun dengan sangat sempurna. Dan apa yang Quran katakan selalu berkaitan sempurna dengan apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan.
Itu semua tersusun dan terkait dengan sangat sempurna. Dan itulah makna yang ketiga. Jadi, mari kita ulas ulang. Apa tiga makna dari “Wal quraanil hakiim”? Kebijaksanaan, memberikan keputusan, dan terkait secara sempurna. Mereka berkaitan dengan sangat sempurna.
Tidak ada kerenggangan sedikit pun di dalamnya. Tidak ada satu kata pun yang tergelincir, semuanya tersusun dan berkaitan secara sempurna satu sama lain. Itu semua sudah dibuat sangat sempurna. Sekarang, semua hal ini adalah bukti dari sesuatu. Bukti untuk apa?
Ini adalah bukti bahwa engkau (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak lain adalah orang yang diutus. Quran ini adalah bukti yang paling kuat, bahwa ini adalah, ini pasti bukan sesuatu yang berasal darimu. Tidak mungkin ini adalah buatanmu.
Jadi sekarang kita harus mengerti kenapa ini adalah bukti? Kebijaksanaan yang ada di dalamnya tidak mungkin dihasilkan dari karya manusia. Itu sangat tidak mungkin. Ada banyak sekali keputusan-keputusan yang tidak pernah dilakukan oleh manusia mana pun sebelumnya. Dan dia melakukannya bertahun-tahun, setiap hari, dan membuatnya dilanda masalah setiap hari.
Manusia mana pun yang berbicara dan mendapat masalah, hari berikutnya mereka semakin banyak bicara atau lebih banyak diam? Mereka akan lebih banyak diam. Mereka akan mundur. Mereka akan mengganti subjeknya, atau bahkan pindah ke kota lain.
Tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap berkata kepada orang yang sama dan membuat mereka semakin marah, dan semakin marah. Tidak mungkin kau melakukan ini atas keinginanmu sendiri. Pasti kau diberitahu untuk melakukan ini. Kau pasti orang yang diutus, bahkan bukan keinginanmu sendiri, kau dipaksa untuk maju. Kau sudah diberikan sebuah misi, (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Dan yang ketiga adalah mereka terjalin sempurna. Orang-orang tahu caramu berbicara. Tapi perkataanmu (Quran ini), tidak seperti perkataan lainnya. Saya ingin kalian menghargainya dari perspektif komunikasi, ini sangat keren.
Saat ini saya sedang berbicara kepada kalian, saya tidak sedang membaca. Tapi kalau saya misalnya membuka buku tafsir. Atau misalnya saya punya Google Glass atau semacamnya. Dan tulisan-tulisan berjalan di kacamata itu dan saya membaca buku tafsir.
Atau saya menghapal beberapa syair Shakespeare dan membacakannya kepada kalian. Apakah kalian akan tahu bahwa itu bukan dari saya? Apakah kalian tahu bahwa saya tidak sedang berbicara, tapi saya sedang membaca? Kalian akan tahu.
Karena cara saya berbicara dan cara Shakespeare berbicara atau cara undang-undang berbicara. Atau bahkan tulisan essay saya sendiri, semuanya berbeda. Bahkan cara saya berbicara akan berbeda dengan cara saya menulis. Ketika saya menulis itu akan jadi lebih formal, dan ketika saya berbicara itu akan jadi lebih informal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbicara membawa kertas atau tidak? Tidak. Bahkan kalau pun iya apakah itu akan berpengaruh? Tidak. Kenapa? Karena dia buta huruf. Tapi ketika dia membaca Quran, siapa pun bisa tahu ini semua terlalu sempurna bahkan tidak ada “hhmmm…”, “errr”.
Ini terlalu sempurna untuk sebuah pidato seorang manusia. Ini pasti bukan dia sendiri, pasti ada orang lain. Jadi sekarang, di ayat ini, hal lain untuk kita mengerti bahwa kau adalah orang yang telah kami utus. Tapi itu kemudian akan menimbulkan pertanyaan. Pertanyaannya adalah, “Siapa yang mengutusmu?”
Allah tidak mengatakan, “innaka laminal mursaliina minAllah”. Dia tidak menambahkan “minAllah” kau adalah orang yang diutus oleh Allah. Allah sama sekali belum disebutkan sedikit pun. Yang disebutkan baru Quran, dan dia adalah bacaan yang luar biasa.
Dia penuh dengan kebijaksanaan, sangat tegas dalam memberikan keputusannya, dan sangat terkait sempurna. Ini tidak mungkin darinya (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), dia pasti diutus oleh orang lain. Kita belum tahu siapa orang itu.
QS Yaa Siin Ayat Ke-3: “Innaka Laminal Mursaliin”
Apa kalian mengerti? Jadi kita punya sebuah misteri yang belum terpecahkan. Dan sebelum kita lanjut, ada satu hal lagi tentang ayat ini, atau tiga hal lagi lebih tepatnya. tentang “innaka laminal mursaliin” ini adalah yang kedua.
Kepada siapa Allah berbicara? Sungguh, kau adalah orang yang telah kami utus. Pertanyaannya adalah kepada siapa Allah berbicara? Allah berbicara kepada Rasulullah. Bukannya berbicara kepada orang Quraisy.
Dan berkata kepada mereka, bahwa sungguh dia adalah orang yang kami utus. Allah bahkan tidak berkata itu kepada mereka. Allah tidak berbicara kepada orang kafir. Allah justru berbicara kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, kau tahu kenapa? Karena orang kafir memanggilnya pembohong. Mereka memanggilnya orang gila. Mereka memanggilnya dengan berbagai sebutan.
Dan kau tahu, ketika ada seseorang yang memanggilmu orang gila. Kau akan bilang, “Apa maksudmu aku gila?” tapi kalau ada orang lain yang bilang kau gila. Dan ada orang lain lagi yang bilang kau gila dan ada seratus orang yang bilang kau gila. Apa yang mungkin kau pikirkan? Mungkin aku benar-benar gila. Satu orang memanggilmu pembohong, orang lain memanggilmu pembohong, pamanmu memanggilmu pembohong, keponakanmu memanggilmu pembohong, teman bisnismu memanggilmu pembohong, tetanggamu memanggilmu pembohong.
Seseorang yang bahkan tidak kau kenal di jalanan memanggilmu pembohong. Itu pasti akan mulai mempengaruhimu, ‘ya kan? Kau perlu seseorang yang, “Jangan dengarkan perkataan mereka, aku katakan kepadamu, kau bukan seorang pembohong“. Aku katakan kepadamu, kau bukan orang gila. Aku katakan kepadamu, kau bukan orang jahat. Kau perlu dengarkan perkataanku dan lupakan apa pun perkataan mereka tentangmu. Kau tahu ini adalah pola pikir propaganda.
Mereka bilang di berita, bahwa muslim itu begini, begini, begini, dan begini. Ada daftar yang sangat panjang tentang apa yang dilakukan seorang muslim, kau tahu? Kita benar-benar membuat orang jadi ketakutan di bandara, di elevator, bahkan naik lift pun jadi kurang nyaman bagi sebagian orang.
Kemarin saya baru saja naik lift, dan ada satu keluarga dan saya menekan tombol lantai saya di lift dan mereka tidak menekan tombol apa pun. Jadi saya kira mereka berada di lantai yang sama dengan saya. Dan ketika sudah sampai, sebagai bentuk sopan santun, karena mereka ibu dan anak-anak.
Jadi saya bilang, “Silahkan duluan” tapi mereka berkata, “Tidak usah, silahkan duluan“. Dan saya berkata, “Baiklah…”
Dan kemudian mereka menekan tombol tutup pintu beberapa kali. Dan saya berkata dalam hati, “Baiklaaaah…”
Propaganda berhasil bekerja. Mereka berhasil. Itu cukup mengagumkan, kau tahu? Jadi sekarang, ketika saya mengatakan ini, kalian pun bisa terpengaruh. Ngomong-ngomong apakah muslim sendiri terpengaruh propaganda terhadap diri mereka sendiri?
Apakah kita mulai menilai memandang diri kita sendiri dalam pandangan negatif? Ya, kita mulai meminta maaf tentang siapa kita (muslim, *pen). Kita mulai bertanya kepada imam kita pertanyaan yang biasanya ditanyakan oleh orang non muslim. Kenapa kita seperti ini? Kenapa kita berkata seperti ini? Kenapa Quran berkata begini?
Mereka (non muslim, red.) juga berkata, “Kenapa Quran berkata begitu?” Dan kau pun ikut berkata, “Kenapa Quran berkata seperti ini?” Itu pertanyaan yang sama. Kenapa kau mempertanyakan pertanyaan yang sama? Tapi kau tahu apa yang dikatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kau tidak perlu pengakuan dari orang lain, Aku sendiri yang memberitahumu bahwa kau adalah salah satu orang yang diutus. Kau tidak butuh pengakuan dari orang lain, kau sudah punya pengakuan dariKu, dan itu sudah cukup. Tekanan dari mereka tidak lagi berpengaruh apa-apa bagimu.
Tapi Dia tidak hanya berkata, kau adalah, kita masuk ke poin ketiga. Dia tidak hanya berkata bahwa kau adalah seorang utusan. Dia berkata, bahwa kau adalah salah seorang dari golongan orang yang diutus. Apa artinya itu? Itu artinya adalah dia tidak sendirian.
Karena kalau saya berkata kepada kalian, “Kalian adalah bagian dari umat muslim” maka itu artinya ada kelompok besar dari umat muslim. Ketika Allah berkata bahwa kau adalah salah satu dari orang yang diutus, maka pasti ada orang lain yang juga diutus.
Jadi sekarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahu bahwa meskipun kau merasa sendirian, ada orang-orang yang nanti akan Aku kenalkan kepadamu. Atau yang telah Aku kenalkan kepadamu, yang merupakan orang dari tim yang sama, kau adalah bagian dari persaudaraan yang lebih besar.
Dan ketika kau punya orang dari kelompok yang sama denganmu, kau akan menemukan dukungan dari mereka. Misalnya ketika kau tinggal di US, kau tidak akan menemukan muslim lain di kampusmu atau bahkan mengenali bahwa mereka itu muslim dari tampilan luarnya.
Dan kemudian mereka pergi berbelanja dan mereka melihat satu orang, satu orang yang jelas sekali dia itu seorang muslim, mungkin dia sedang membaca Al-Fatihah, atau semacamnya. Dan itu membuatnya sangat senang, karena dia mendapatkan semacam dukungan ada seseorang yang seperti saya.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi utusan, dia adalah satu-satunya utusan. Tapi Allah subhanahu wa ta’ala berkata, ya memang, tapi ada utusan-utusan lain yang sudah ada jauh sebelum dirimu.
Tapi Dia akan membawa mereka kembali dengan firmanNya. Allah akan menghidupkan kembali rasul-rasul sebelum kamu (nabi Muhammad) ketika Dia membicarakannya. Dan kau akan mendapatkan dukunganmu dan ketenanganmu lewat mereka. Jadi yang pertama adalah bahwa pengakuan itu datangnya dari Allah.
Aku beritahu kamu bahwa kamu adalah orang yang diutus. Dan yang kedua, dia (nabi Muhammad) diberikan petunjuk bahwa kau adalah bagian dari sebuah tim. Bagian dari sebuah persaudaraan dan kau akan dapat dukungan dari mereka. Tentu saja kau butuh dukungan ketika orang lain meragukanmu.
Itulah sebabnya kata “inna” digunakan di awal ayat. Tidak ada keraguan sedikit pun, kau adalah bagian dari orang-orang yang diutus. Karena ada orang-orang yang meragukannya, tapi kau tidak perlu meragukannya. Sekarang, poin terakhir tentang ayat ini, “innaka laminal mursaliin”.
Ayat lain tidak akan sepanjang ini, jangan takut. Kita masih punya 83 ayat. Tapi saya memang ingin menanamkan dasar yang kuat di awal. Dan saya ingin menggambarkan bagaimana surah ini mengalir dari satu ayat ke ayat berikutnya.
Itu adalah bagian dari tugas saya. Jadi hal terakhir yang akan saya bagikan tentang ayat ini adalah bahwa kata “mursal” berbeda dengan kata “rasul”. Kata “rasul” berarti pembawa pesan, itu adalah terjemahan mudahnya, pembawa pesan. Dan sebagian terjemahan yang agak kurang baik adalah “Kau adalah sebagian dari pembawa pesan”. Itu sebenarnya tidak benar. “Mursal” yang merupakan isim maf’ul dalam bahasa Arab mempunyai makna, “Seseorang yang diutus”.
Sekarang, ada perbedaan antara pembawa pesan dengan seseorang yang diutus. Jika saya adalah seorang pembawa pesan, maka saya bisa saja menyampaikan pesan dengan keinginan saya sendiri.
Itu bisa saja. Saya bisa saja menjadi pembawa pesan atas diri saya sendiri. Tapi jika saya adalah seseorang yang diutus, maka itu pasti berarti pesan yang saya bawa adalah milik orang lain. Itu bukan dari saya. Saya dibebankan atas sesuatu. Jadi sekarang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan.
Sungguh, kau adalah salah satu dari sebagian orang yang sudah diberikan pekerjaan. Kau sudah dikirimkan dengan sebuah misi, kau tidak membacakan ini karena kau suka, atau kau ingin, karena kau punya agenda lain.
Tujuan utamamu adalah untuk menjadi abdi Allah dan kau akan memenuhi perintahNya. Dia mengawali bukunya dengan “iqra’ bismirabbika” (QS Al Alaq: 1). Bacalah dengan nama Tuhanmu, dari posisi seorang yang berkuasa. Kau berada dalam kekuasaan Allah ketika kau berbicara.
Ini akan jadi bahan yang penting nanti, tapi akan kita bahas lagi nanti di ayat berikutnya. Jadi intinya adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dititipkan sebuah tugas, bukan cuma diberikan penenang, tapi dia juga diingatkan bahwa dia sedang dalam sebuah misi.
Tidak peduli seberapa besar tekanan yang dia rasakan, ada pekerjaan yang harus dia selesaikan. Dan ketika kau punya pekerjaan yang berat, kau butuh dua hal. Kau butuh seseorang yang mendukungmu dan melindungimu, dan itu sudah dilakukan di ayat ini.
Tapi di saat yang sama kau butuh seseorang yang mengingatkanmu, “Dengar, kau hanya punya satu jam lagi untuk menyelesaikan tugasmu” Dan itu pun juga sudah dilakukan di ayat ini. Dua hal yang kau butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini, sudah dipenuhi di ayat ini.
Di satu sisi, penenang, dukungan, dan pengakuan. Dan di sisi lain, pengingat bahwa ini harus diselesaikan. Aku tahu ini berat, tapi kita tetap harus melakukannya. Dan begitulah tidak ada pilihan lain.
Transcript: https://nakindonesia.wordpress.com/2015/09/18/the-quran-is-hakeem-surah-yasin-part-1
YouTube: https://youtu.be/yWnWNEAbKo4
Facebook: https://www.facebook.com/NoumanAliKhanIndonesia/videos/1667184740162126
Follow NAK Indonesia:
https://nakindonesia.wordpress.com
http://nakindonesia.tumblr.com
https://twitter.com/NoumanAliKhanID
https://instagram.com/nakindonesia
https://www.facebook.com/NoumanAliKhanIndonesia
https://www.youtube.com/NAKIndonesia
[…] Transcript: https://nakindonesia.wordpress.com/2015/09/18/the-quran-is-hakeem-surah-yasin-part-1 YouTube: https://youtu.be/yWnWNEAbKo4 Facebook: https://www.facebook.com/NoumanAliKhanIndonesia/videos/1667184740162126 […]
LikeLike