Sembilan tahun adalalah usia yang baik untuk “mendorong” anak-anak untuk shalat. Bahkan sebelum usia tersebut, umur tujuh, delapan tahun adalah bagus (mendorong anak-anak untuk salat). Kalian tidak harus keras tentang hal itu. Jika mereka, kalian tahu, beberapa anak saya cukup baik dengan salatnya, beberapa anak lainnya agak malas (salat). Dan begitu pula dengan salat bersama dan beberapa anak masih bermain dengan Lego-nya ketika, jika mereka melihat saya salat, saya tidak mengatakan, “Hei, kemari, kamu tidak salat, di mana kamu?”

Saya melakukan itu sampai istri saya, semacam, berteriak padaku (dengan nada) seperti itu, “Mengapa kamu melakukan itu, berteriak kepadanya.”

Jadi saya tidak melakukan itu lagi. Dan jadi saya hanya, kalian tahu, pergi, bermain Lego (bersama mereka), “Hei, bisakah kamu salat bersama saya lain kali? Saya merasa sangat sedih karena kamu tidak ada di sana.”

“Ok, pa, saya bisa (salat) bersamamu lain kali.”

Dan di waktu berikutnya ia hadir dan berkata, “Papa, saya di sebelahmu sekarang.”

Saya seperti, “Yay, mari kita salat bersama.”

Ini akan menjadi hal yang penuh kasih sayang ketika kita harus bersabar dengan anak-anak. Ini bukan (seperti menerapkan) hukum dan kebijakan, “Hei, waktu salat.”

“Di mana kalian?”

Anak-anak bersembunyi di bawah sofa seperti, “Waktu salat!”

Dan mereka bahkan tidak tahu bagaimana niat yang benar, “Saya berdoa dua rakaat demi ayah.”

Seakan kamu (si anak) tidak ingin melakukan itu. Kamu tidak ingin melakukan itu. Kalian tahu…

Jadi hanya (menunjukkan), kasih sayang, dorongan dan konsistensi, dan jika mereka gagal sesekali atau mereka malas, atau mereka tidak dalam mood, itu ok. Tidak apa-apa. Seiring waktu insya Allah wa taala kalian ingin membangun perasaan cinta untuk salat. Ini adalah sesuatu yang menghubungkan kita dengan Tuhan kita, ini merupakan tindakan kasih sayang, bukan tindakan ketakutan.

Kalian tahu, dan saya berdoa agar kita mampu menjadi orang tua yang sabar dengan anak-anak kita. Dan kita tidak mengharapkan kesempurnaan dari mereka karena wallahi (demi Allah), kita tidak memilikinya. Kita tidak (sempurna) dan kita dahulu juga anak-anak seperti mereka, sehingga mari kita jujur kepada diri kita sendiri.